1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Boris Johnson Disambut Dingin di Skotlandia

30 Juli 2019

PM baru Inggris Boris Johnson berkunjung ke ibukota Skotlandia, Edinburgh, dan menegaskan kembali tekadnya mewujudkan Brexit, juga tanpa kesepakatan. Tapi Skotlandia mengancam akan keluar dari Inggris Raya.

https://p.dw.com/p/3MxlX
England Boris Johnson besucht Schottland
Foto: picture-alliance/empics/J. Barlow

Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon dengan gamblang mengatakan, apa yang digembar-gemborkan Boris Johnson, yaitu No-Deal-Brexit, berbahaya tidak hanya bagi Skotlandia, melainkan bagi seluruh Inggris Raya.

Ketika menerima kunjungan Boris Johnson pimpinan pemerintah Skotlandia itu mengatakan; "sadar betul bahwa pemerintahan (baru) di London ini sedang merencanakan strategi No-Deal, sekalipun mereka berusaha membantahnya." Karena hingga saat ini tidak jelas, apa yang ditawarkan Boris Johnson kepada Uni Eropa untuk mengubah Perjanjian Brexit yang sudah disepakati pemerintahan sebelumnya dengan Uni Eropa", tegas Sturgeon.

Sebelum menemui Nicola Sturgeon, Boris Johnson mengatakan Inggris akan menghadapi "masa depan cerah" setelah resmi keluar dari Uni Eropa. Karena Inggris adalah sebuah "merek global". PM baru Inggris itu juga menambahkan, "sangatlah penting untuk memperbarui ikatan yang selama ini mempersatukan Inggris Raya".

England Boris Johnson besucht Schottland
Boris johnson (kiri) bersama PM Skotlandia Nicola Sturgeon (kanan)Foto: Reuters/D. McGlynn

Mayoritas warga Skotlandia menolak Brexit

Skotlandia memang jadi kasus khusus, karena pada referendum tahun 2016, mayoritas warga Skotlandia menolak Brexit. Boris Johnson kini menawarkan  dana investasi baru senilai 300 juta poundsterling (334 juta Euro) untuk kawasan Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara.

Tapi tidak hanya Skotlandia, juga Wales dan Irlandia Utara mempertanyakan langkah Boris Johnson selanjutnya. Perdana Menteri irlandia, Leo Varadkar memperingatkan; "Jika terjadi Brexit tanpa perjanjian, maka warga di Irlandia akan mempertanyakan status mereka dalam persemakmuran Inggris Raya."

PM Skotlandia, Nicola Sturgeon menegaskan, parlemen Skotlandia dalam waktu dekat akan mempersiapkan referendum yang kedua dengan proposal untuk menginggalkan Inggris Raya. Pada referendum pertama tahun 2014 tentang kemerdekaan, sekitar 55 persen pemilih Skotlandia menolak keluar dari Inggris Raya. Namun pada referendum Brexit tahun 2016, mayoritas pemilih Skotlandia menyatakan tidak setuju Inggris keluar dari Uni Eropa.

BdTD l Doris Borump - Plakate in London
Boris Johnson sering dijadikan karikatur menyerupai presiden AS Donald TrumpFoto: Rueters/H. Nicholls

Menuntut perubahan dari Uni Eropa

Boris Johnson tetap bersikeras merundingkan sebuah perjanjian Brexit yang baru dengan Uni Eropa. Dia menyebut Perjanjian Brexit yang ada "sudah mati". Dia mengaku optimistis, Uni Eropa akan merundingkan naskah perjanjian yang baru dengan pemerintahannya.

Tetapi Boris Johnson juga menegaskan, pemerintahnya  menyiapkan skenario No-Deal-Brexit. "Inggris akan meninggalkan Uni Eropa paling lambat tanggal 31 Oktober", tandasnya.

Pemerintah baru Inggris kini makin meningkatkan tekanan terhadap Uni Eropa. Menteri Luar Negeri Inggris yang baru, Dominic Saab menuduh Uni Eropa bersikap tidak mau tahu. Selama ini Uni Eropa menyatakan, tidak akan merundingkan lagi Perjanjian Brexit yang sudah disepakati dengan pemerintahan Theresa May.

hp/as  (rtr, afp, ap)