1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Board Game Sebagai Media Konseling

Fransisca Sax
12 Juni 2021

Saya sering menggunakan board game dalam konteks konseling. Sebagian besar klien di tempat saya bekerja saat ini memiliki keterbatasan dalam fungsi kognitif, komunikasi dan relasi sosial. Oleh Fransisca Sax.

https://p.dw.com/p/3unNf
Beberapa board game di Jerman
Beberapa board game yang saya gunakan saat konselingFoto: Fransisca Sax

Bermain adalah kegiatan yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan anak. Melalui kegiatan bermain anak dapat berimajinasi, mengekspresikan dirinya secara kreatif, memahami peraturan, sekaligus belajar untuk menyelesaikan masalah. Sebagai psikolog anak, saya kerap mengintegrasikan kegiatan bermain dengan klien dalam diagnostik atau intervensi psikologis.

Fransisca Sax
Fransisca SaxFoto: Fransisca Sax

Ketika anak atau remaja pertama kali datang kepada saya, mereka dan saya membutuhkan waktu untuk menjalin relasi. Anak dan remaja umumnya tidak merasa nyaman untuk langsung berbicara tentang perilaku mereka yang bermasalah karena biasanya mereka dirujuk oleh orang dewasa lain untuk datang kepada saya. Hubungan timbal balik yang difasilitasi melalui kegiatan bermain dapat mendorong tumbuhnya rasa percaya dalam relasi terapeutik.

Sejak bekerja sebagai psikolog di Jerman, saya memperluas perbendaharaan permainan dengan bermacam-macam board game. Jenis permainan ini sangat populer di Jerman. Saat ini di Indonesia board game semakin populer dibandingkan beberapa dekade lalu. Sewaktu saya kecil misalnya, board game yang terkenal hanya sebatas Monopoli, Ular Tangga atau Halma.

Di Jerman board game dapat ditemukan dengan mudah di tempat yang banyak dikunjungi anak seperti sekolah, perpustakaan, daycare, atau ruang tunggu praktik dokter. Di tempat saya tinggal bahkan ada satu komunitas board game yang setiap Jumat malam bertemu untuk bermain bersama.

Salah satu board game yang populer lintas generasi di Jerman adalah Mensch ärgere Dich nicht. Di permainan ini pemain menjalankan bidak permainannya sesuai jumlah titik di lemparan dadu. Pemain pertama yang berhasil membawa semua bidak bagiannya dari luar ke „rumah" masing-masing akan menjadi pemenang dalam permainan ini. Walaupun terkesan mudah, permainan ini cukup mendorong sisi kompetitif karena pemain dapat melempar keluar bidak lawan dari lintasan permainan.

Setiap board game memiliki peraturan tertentu dan bisa jadi spesifik ditujukan untuk individu mulai usia tertentu. Umumnya board game dimainkan oleh dua orang sehingga cocok untuk dimainkan pada saat konseling. Selama bermain, saya dapat mengobservasi kemampuan atau potensi klien yang seringkali tidak ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari di kelas atau kelompok. Selain itu saya bisa melihat reaksi klien pada saat ia menang atau harus menerima kekalahan.

Tidak jarang pula ada klien yang mencurangi saya atau justru diam saja saat melihat saya bermain dengan curang. Beberapa klien yang awalnya pemalu dan menjaga jarak menjadi lebih percaya diri untuk berbicara saat menjelaskan cara bermain dan peraturan board game yang belum saya ketahui. Percakapan yang muncul saat atau setelah selesai bermain dapat berlangsung dengan lebih terbuka dan tidak canggung. Saya dapat mendukung klien belajar hal tertentu dengan menggunakan board game yang sesuai.

Saya sering menggunakan board game dalam konteks konseling. Saat ini saya bekerja sebagai psikolog di sebuah daycare untuk anak dan remaja berkebutuhan khusus di Munich, Jerman. Sebagian besar klien di tempat saya bekerja memiliki disabilitas intelektual, artinya mereka memiliki keterbatasan  dalam fungsi kognitif, komunikasi, relasi sosial, dan perawatan diri. Bila dibandingkan dengan individu seusianya dalam belajar, klien saya secara signifikan membutuhkan waktu yang lebih lama dan pengulangan yang lebih sering untuk memahami sebuah konsep. Percakapan pun akan lebih mudah dimengerti bila menggunakan media yang konkrit seperti permainan. Di samping disabilitas intelektual, banyak pula klien saya yang memiliki komorbid dengan gangguan perkembangan lainnya seperti autisme. Board game dan perlengkapan yang digunakan disesuaikan secara individual dengan tingkat pemahaman dan kemampuan klien serta tujuan konseling.

Dadu dan materi permainan dirancang agar mudah digenggam oleh anak
Dadu dan materi permainan dirancang agar mudah digenggam oleh anakFoto: Fransisca Sax

Salah satu board game yang sering saya pakai adalah Prinzessin Zauberfee dari Haba. Di permainan ini pemain secara bergantian menggambar bentuk benda tertentu di punggung lawan mainnya atau di udara seperti layaknya penyihir. Kemudian lawan mainnya harus menebak benda apa yang digambar. Permainan ini tidak memerlukan dialog antar pemain sehingga saya mainkan biasanya bersama klien yang di awal konseling menolak untuk berbicara.

Sebelum bermain saya harus menjelaskan cara bermain dan bertanya apakah saya boleh menggambar di punggung klien. Di samping itu permainan ini juga berguna untuk membantu klien belajar untuk konsentrasi melihat atau merasakan gerakan gambar lawan main. Untuk itu saya sengaja menggambar dengan lebih lambat atau lebih cepat di udara atau di punggung klien.

Permainan Prinzessin Zauberfee
Permainan Prinzessin ZauberfeeFoto: Fransisca Sax

Board game bisa didapatkan di Jerman tanpa perlu mengeluarkan banyak uang. Perpustakaan lokal di Jerman umumnya memiliki koleksi permainan yang dapat dipinjam oleh anggota perpustakaan. Di samping itu banyak keluarga memiliki board game di rumah. Saat anak-anak di keluarga beranjak dewasa, biasanya board game yang tidak lagi sesuai dengan usia anak dijual di forum jual beli online dengan harga miring atau bahkan gratis. Saya sering bertanya langsung kepada penjual bagaimana cara memainkan board game yang saya beli dari mereka. Bila tidak ada kesempatan untuk bertanya, terdapat banyak kanal YouTube yang membahas board game, tidak hanya untuk permainan anak namun juga untuk orang dewasa.

Pasar board game di Indonesia terus berkembang dalam beberapa tahun belakangan. Penerapan board game di konteks konseling atau bahkan terapi dapat menjadi landasan kerjasama perancang board game dan konselor atau psikolog di Indonesia. Dengan pendekatan yang kreatif, pelayanan kesehatan mental dapat dilakukan dengan lebih menarik dan interaktif.

*Fransisca Sax tinggal dan bekerja sebagai psikolog anak dan remaja di Munich, Jerman. Tulisannya tentang layanan psikologi, psikoedukasi untuk kesehatan mental dan promosi inklusi sosial di masyarakat dapat dibaca di Instagram @psychatter_ atau di situs psychatter.com.

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)