1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bisnis Rusia di Indonesia

10 November 2006

Rusia, negara paling utara di benua Asia. Mungkin bisa dibahas apa negara ini betul-betul bagian dari Eropa, atau sebenarnya bagian dari Asia.

https://p.dw.com/p/CPB2

Yang jelas, Rusia yang pernah disebut berada dibalik tirai besi punya sejarah bisnis cukup panjang dengan Indonesia. Kendati bagai gelombang laut, kerjasama bisnis itu bersifat pasang surut. Sekarang ibarat masa pasang, gelombang bisnis Rusia dengan Indonesia kembali meninggi.

Di tahun 1950-an, Rusia, waktu itu Uni Soviet, memiliki hubungan dagang yang cukup kuat dengan Indonesia. Banyak perlengkapan senjata yang diimpor dari negara yang berlambang beruang itu. Naiknya bekas Presiden Soeharto menyebabkan pupusnya hubungan dagang Indonesia dengan Rusia. Hal ini khususnya terjadi karena kuatnya gerakan anti komunisme saat itu.

Meski masih ada hubungan antara kedua negara ini, Indonesia baru serius melirik lagi ke Rusia setelah kongres Amerika Serikat melarang penjualan senjata ke Indonesia di tahun 90-an. Embargo senjata ini merupakan akibat langsung kekerasan yang dilancarkan militer Indonesia di Timor Leste. Yang jelas sejak kunjungan terakhir Soeharto tahun 1989, lima tahun kemudian mantan Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan presiden RI pertama yang berkunjung lagi ke negara itu di tahun 2003.

Ketika itu, hubungan RI dan Rusia tetap memfokus pasokan persenjataan dan perlengkapan militer lainnya. Sekarang menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal, BKPM, Rusia telah menanamkan investasi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, Bali, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan.

Di luar investasi yang mencapai lebih dari 13 juta dolar AS itu, dua hal menjadi kontroversial belakangan ini, yakni tawaran Rusia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan landasan luncur untuk roket dan satelit. Hampir empat tahun setelah kedua hal itu ditawarkan untuk pertama kali, tawaran pembangunan PLTN dari Russia itu disambut pemerintah Gorontalo. Lebih menarik lagi yang ditawarkan oleh perusahaan Rauoes dari Rusia itu adalah PLTN terapung.

Sebuah solusi yang tampak cantik dan ramah lingkungan, apabila mengingat bahwa tenaga nuklir merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan efek rumah kaca yang bisa menyebabkan pemanasan global. Namun, seperti seringkali diperingatkan oleh LSM lingkungan hidup, tenaga nuklir memiliki sisi yang negatif. Misalnya, sampah nuklir yang sangat berbahaya dan pembuangannya yang harus ditangani secara hati-hati. Selain itu, tentunya proses perawatannya juga butuh pengawasan dan kecermatan tinggi.

Siapa tidak ingat akan kecelakaan Chernobyl di tahun 1986? Meledaknya reaktor Chernobyl yang digunakan untuk kebutuhan listrik Ukraina menyebabkan puluhan orang tewas terkena radiasi. Laporan PBB menyatakan, sekitar 2.000 anak-anak terkena kanker, ribuan orang lainnya sakit berat. Selain harus mengungsikan ratusan ribu orang, tumbuhan pangan yang diperkirakan terkena radiasi juga untuk beberapa tahun tidak bisa dimakan lagi. Organisasi lingkungan hidup, Greenpeace, menyatakan bahwa jumlah korban lebih besar dari angka resmi yang diumumkan. Sementara menurut Dr. Evita Legowo, Staf Ahli dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Gorontalo belum pernah diteliti sebagai lokasi PLTN.

Dan kenyataannya memang tidak semudah itu. Penggunaan tenaga nuklir di Indonesia masih ditentukan oleh pemerintahan pusat dan bukan pemerintahan daerah. Demikian diungkapkan Dedi Mihardja dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).

Sementara di beberapa kalangan berkisar juga beberapa pertanyaan. Suchjar Effendi, seorang ekonom pemerhati pembangunan Indonesia, menilai Kalimantan Timur yang industrinya berkembang pesat, jauh lebih tepat sebagai lokasi PLTN. Menurut Suchjar Effendi, bisa jadi bila dibangun di Gorontalo, instalasi itu akan mubazir. Ia mengatakan, dibandingkan dengan Kalimantan Timur, apalagi dengan pulau Jawa, industri yang sudah ada di Gorontalo belum membutuhkan begitu banyak energi.

Sejumlah sumber menyebutkan, PLTN di Gorontalo akan menghasilkan sekitar 90 Megawatt. Mungkin, gubernur Gorontalo Fadel Muhammed sedang melihat ke masa depan Gorontalo, yang pasti untuk jangka pendeknya langkah ini diharapkan dapat mengatasi krisis energi yang dialami masyarakat Gorontalo.

Salah satu hal yang ditonjolkan dalam tawaran pembangunan PTLN ini adalah biayanya yang akan cukup rendah. Padahal sejumlah penelitian menunjukkan bahwa secara global industri nuklir selama ini bisa bertahan karena adanya subsidi dari pemerintahan masing-masing negara pengguna. Meski begitu, Indonesia memang memiliki rencana untuk menggunakan tenaga nuklir pada tahun 2017, tapi hal itu masih dalam penelitian. Demikian dinyatakan Dr. Evita Legowo.

Kontroversi seputarPLTN Gorontalo hanya sebagian kecil dari kerjasama perdagangan antara Rusia dengan Indonesia. Bila pada tahun 2001 perdagangan bilateral antara kedua negara berada dibawah 200 juta Dolar AS per tahun, maka tahun ini jumlahnya sudah meningkat menjadi 500 juta Dolar per tahun.

Kedua negara, Indonesia dan Russia, juga sudah sepakat untuk melipat gandakan tingkat perdagangannya dalam dua tahun mendatang. Kantor Berita Antara menyebutkan, banyak pengusaha Indonesia yang terpikat berinvestasi di Rusia. Mereka menilai, ekonomi Rusia sedang naik daun dan diperkirakan bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.

April lalu, Indonesia dan Russia menandatangani kesepakatan untuk membentuk trading house untuk pertukaran informasi mengenai investasi, prosedur perdagangan dan kemungkinan kerjasama. Kesepakatan atau MOU itu ditandangi pada Forum Bisnis Indonesia dan Rusia yang berlangsung di kantor BKPM. Sementara disebutkan, pemerintah Rusia telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan kredit sebesar 1 milyar dolar AS untuk berbagai proyek pertahanan di Indonesia, seperti pembelian perlengkapan dan peralatan pertahanan.

Selain persenjataan dan pesawat militer dari negara itu, Indonesia mengimpor baja, pupuk, kertas, produk besi dan baja dan bahan kimia organis. Sementara pembangunan landasan luncur satelit yang direncanakan di Kabupaten Biak Numfor diperkirakan akan dimulai tahun 2007, dan diharapkan sudah dapat dioperasikan sekitar dua tahun kemudian.

Di pihak lain, ekspor Indonesia ke Rusia tahun lalu mencapai 348 juta Dolar. Dan termasuk ekspor minyak, mesin-mesin peralatan elektronik, kopi, teh, rempah, tembakau, sepatu dan tekstil. Kerjasama kedua negara ini menjadi lebih erat lagi dengan bantuan Rusia yang mengirimkan dua pesawat untuk mengatasi kebakaran hutan di Indonesia.