1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

AfD Salahgunakan Fakta Bertambahnya Nama "Mohammed"

Austin Davis
9 Mei 2019

Apa makna sebuah nama? Di Jerman, sebuah nama, yang bukan nama khas Jerman, baru-baru ini disalahgunakan oleh partai ekstrem kanan AfD untuk menyebarkan rasa takut.

https://p.dw.com/p/3IBMh
Kleines staunendes glucksendes Baby unter einer Decke
Foto: picture-alliance

Kamis lalu (02/05) organisasi Jerman, Gesellschaft für deutsche Sprache (GfdS), sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengamati perkembangan bahasa Jerman, menerbitkan laporan tahunan tentang nama bayi yang paling populer di Jerman.

Dengan dilengkapi data dari seluruh Jerman, disimpulkan dalam laporan, bahwa nama paling populer di Jerman tahun 2018 adalah "Marie/Mari" untuk anak perempuan dan "Paul" untuk anak laki-laki. Ranking yang dibuat, mengikutsertakan semua nama yang tercatat diberikan kepada anak-anak.

Laporan yang biasanya tidak mendapat perhatian besar, kini jadi makanan bagi "plesetan" berbau politis dan laporan palsu. Penyebabnya adalah, 280 dari 22.000 bayi laki-laki yang lahir di Berlin diberi nama "Mohammed."

Koran harian Berlin, Tagesspiegel, dan tabloid Inggris The Daily Mail mengungkap hal itu tanpa menempatkannya dalam konteks yang benar.

Alice Weidel, ketua fraksi partai ekstrem kanan AfD segera memberikan tanggapan lewat Twitter, demikian halnya dengan partainya sendiri, yang menulis lewat sebuah cuitan: "Hentikan islamisasi hanya dengan AfD"

Konteks kurang jelas

Laporan GfdS kurang memberikan konteks jelas bagi hasil statistiknya. Demikian diungkap peneliti nama pada Universitas Leipzig, Gabriele Rodriguez. Kurang jelasnya konteks yang kebetulan terjadi di saat sensitivitas masyarakat sedang tinggi tentang perubahan demografi menyebabkan timbulnya gelombang "informasi yang salah". Apalagi ditambah dengan maraknya debat politik tentang imigrasi dan masalah yang timbul akibat datangnya pengungsi.

Memang ranking nama "Mohammed" naik, karena tambah banyaknya imigran dari negara Arab di Jerman. Tetapi ini juga disebabkan tradisi keluarga Arab yang menamakan sedikitnya satu putranya "Mohammed".

"Pilihan nama tidak sebanyak seperti halnya di keluarga-keluarga Jerman," demikian ditambahkan Rodriguez. Ia mengungkap, lebih dari separuh dari semua nama bayi yang didaftarkan di Jerman unik. Dan nama bayi yang paling populer, hanya mencakup 2% sampai 3% dari seluruh bayi yang lahir.

Rodriguez mengungkap juga, nama bayi lain tidak punya banyak variasi. Sementara nama "Mohammed" punya sedikitnya 25 variasi. Dan nama itu biasanya menjadi nama pertama, sehingga lebih sering muncul dibanding nama-nama pertama lainnya. Sebenarnya jika semua nama anak laki-laki dihitung, nama yang paling populer di Berlin tahun 2018 adalah Alexander.

Bahwa laporan yang "tak bersalah" sekarang dikeluarkan dari konteksnya dan disalahgunakan menunjukkan perasaan takut, akan adanya perubahan dalam masyarakat, kata Rodriguez.

"Sebagian nama bayi yang baru di Jerman berasal dari luar Jerman, dan dianggap eksotis. Kuping orang Jerman perlu waktu untuk menyesuaikan diri," ungkap Rodriguez. "Itu bukan masalah di kota-kota besar, tetapi di tempat lain, orang menilai itu sebagai masalah dan orang merasa terancam. Walaupun di desa-desa, di mana masalah itu paling jelas terlihat, orang asing tidak banyak."

"Ini bukan saja masalah nama kecil atau nama pertama — ini ada kaitannya dengan orang asing," tandas Rodriguez. "Ini ibaratnya makanan bagi AfD yang punya tujuan cepat untuk menimbulkan rasa takut tentang hal semacam ini, sehingga mereka bisa terus hidup." (ml/hp)