1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Berperan Menjadi Badut di Masa Pandemi Corona

William Noah Glucroft
12 Mei 2020

Di rumah sakit dan panti jompo Jerman ada badut yang biasa menghibur pasien. Tapi selama lockdown corona, mereka terpaksa bekerja dari rumah atau lewat jendela.

https://p.dw.com/p/3c282
BdT Coronavirus - Potsdam - Virtuelle Clownsprechstunde
Foto: picture-alliance/dpa//C. Soeder

Untuk menghibur para pasien yang sendirian dan kesepian selama masa corona, peran para badut sebenarnya sangat dibutuhkan. Tapi mereka sendiri terpaksa harus tinggal di rumah dan tidak bisa datang ke rumah sakit atau tempat-tempat perawatan lain.

"Kami juga merasa sangat sedih. Jiwa badut selalu ada di dalam diri kami, sepanjang waktu," kata Susanna Curtis, yang sering menjadi badut dengan nama Dr. Maggie McDudel di rumah sakit. Beberapa minggu pertama, kami merasa sebagian dari jiwa kami telah hilang," katanya kepada DW.

Asosiasi badut rumah sakit, Dachverband Clowns in Medizin und Pflege Deutschland e.V., sekarang menawarkan atraksi badut lewat platform online seperti Zoom. Susanna Curtis bekerja untuk asosiasi ini di negara bagian Bayern. Mereka juga mengunggah banyak konten ke Facebook, Instagram dan YouTube. Pertunjukan harian ini yang sering ditunggu oleh banyak pasien anak-anak dan manusia lanjut usia di tempat-tempat perawatan.

Susanna Curtis berasal dari Skotlandia dan biasanya bekerja sebagai koreografer profesional di Jerman, sudah sejak 1988. Sebagai kesibukan sampingan, dia melakukan kunjungan sebagai badut di rumah sakit, empat kali dalam seminggu. Namun di masa wabah corona, semua kegiatan terhenti. Tapi Susanna Curtis tetap bisa melakukan sesuatu.

"Tentu saja ini situasi tidak normal," katanya, "tetapi setidaknya saya punya kesempatan untuk melakukan sesuatu."

Justru pada saat pandemi corona dan kebijakan pembatasan sosial, anak-anak dan manusia lanjut usia jadi sangat rentan menderita kesepian dan depresi. Kondisi ini bisa berdampak makin buruk pada kesehatan fisik mereka. Kunjungan badut dimaksudkan untuk melawan efek tersebut. Di masa corona, ada tantangan tersendiri bagi para badut: Bagaimana membuat atraksi secara online?

"Kami harus mengembangkan teknik yang berbeda, seolah-olah kita berada di ruangan yang sama. Dan itu ide yang cukup lucu," kata Susanna Curtis. "Tapi memang, kami kehilangan kontak langsung dengan pasien."

Respons terhadap prakarsa para badut di internet sangat besar, katanya. Pada beberapa kesempatan, para badut juga bisa tampil langsung di lokasi, tetapi hanya dari teras atau taman rumah sakit, dan penonton menonton dari kejauhan. 

BdT Coronavirus - Potsdam - Virtuelle Clownsprechstunde
Di masa corona, badut pun harus bekerja dari rumahFoto: picture-alliance/dpa//C. Soeder

Saling tolong menolong 

Florentine Schara, yang sebagai badut menggunakan nama Perdita Poppers, mengatakan peran badut menyimpan momen-momen yang indah, misalnya ketika dia di sebuah panti jompo menyanyikan lagu Jerman kuno. Dia menyanyi dari luar lewat jendela. Lalu penduduk sekitar dan penghuni panti jompo, dari balkon dan dari jendela mereka, ikut menyanyikan lagu itu dengan penuh semangat.

"Saya benar-benar menikmati rasa bahagia ketika melakukan sesuatu untuk mereka," kata Schara. "Membadut tidak hanya soal terttawa, tetapi juga momen-momen yang berkesan," tambahnya. "Masa sekarang, rasanya di semua negara, di seluruh dunia, ada ketegangan. Jadi saya pikir semua negara seharusnya memiliki badut-badut untuk bisa santai walaupun hanya sesaat."

Sebagai seniman profesional, banyak badut yang sekarang ikut menderita karena pertunjukan dibatalkan dan mereka kehilangan pendapatan. Untungnya, pekerjaan badut setidaknya fokus pada hal-hal yang sederhana dan lucu.

"Badut itu kan peran naif dan sederhana. Jadi tidak berpikir: Aduh, orang tua saya sudah tua – semoga mereka tidak kena corona. Atau: Aduh, bagaimana saya membayar sewa rumah," kata Schara. "Itu cukup menyegarkan: memandang dan memperlihatkan bagian yang naif dari diriku."  (hp/vlz)