1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berbagi Informasi Sampah ala ‘Influencer‘

11 Juli 2017

Para 'influencer' berlomba-lomba mempengaruhi pengguna internet yang gampang terpengaruh dan mengandalkan informasi dari medsos. Simak opini Uly Siregar berikut ini.

https://p.dw.com/p/2g3sI
Twitter Logo
Foto: Reuters

Selain Jonru Ginting yang punya follower hampir 1,5  juta di Facebook, ada banyak influencer media sosial lainnya yang berpengaruh  besar bagi pengikutnya. Denny Siregar, misalnya, memiliki jumlah follower hampir setengah juta. Tak cuma berkutat soal propaganda melawan presiden yang sedang menjabat, para influencer di Indonesia juga ‘jago ngoceh‘soal lain. Dari soal remeh seperti mengulas hebohnya pemulas bibir terbaru dari Kylie Jenner, berbagi pengalaman pelesir di Maladewa, hingga influencer yang mendedikasikan akun Instagramnya khusus membahas gosip terkini.

Di wilayah religi, ada influencer religi bernuansa teduh, yang ngotot memperjuangkan negara Khilafah, hingga yang semangat mempromosikan kawin muda dan poligami. Namun tampaknya isu politik masih jadi primadona, apalagi menjelang perebutan kekuasaan.

Penulis: Uly Siregar
Penulis: Uly SiregarFoto: Uly Siregar

Para influencer ini berlomba-lomba mempengaruhi mereka yang gampang terpengaruh dan mengandalkan informasi dari medsos. Mereka rajin membagi pandangan-pandangan tentang beragam isu yang sedang naik daun. Jumlah ‘like' atau ‘share' di Facebook bisa mencapai puluhan ribu, termasuk komentar yang masuk. Kadang catatan yang mereka bagi cukup akurat dan bertanggung jawab, kala lain tak lebih dari sekadar propaganda kosong untuk menjatuhkan pihak lawan atau mati-matian membela tokoh favorit mereka. Sementara Jonru, misalnya, memasang foto Presiden Jokowi yang terlihat meringis dengan kalimat bernada ejekan sebagai ucapan selamat ulang tahun, Denny Siregar konsisten mendukung Presiden Jokowi. Mereka pun tak segan menghina yang berseberangan dengan beragam panggilan ngenyek, seperti "kaum kecebong” untuk pendukung Jokowi, "bani sumpek” untuk mereka pembela FPI, entah apa maksud pastinya.

Saat pertarungan pilkada DKI yang baru lewat, banyak juga selebritas non politik yang dengan terbuka menyatakan dukungannya, dan menjadi influencer jauh dari bidang yang ia geluti. Komposer Addie MS termasuk salah satu selebritas dari deretan pengagum Ahok. Sementara komedian ngetop Pandji secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Anies Baswedan. Ia lebih jauh bahkan mengaku dukungannya terhadap Anies Baswedan adalah perjuangan berat dalam politik praktis.

Lantas, bagaimana pengaruh para influencer ini?

Bagi influencer soal lifestyle kelas dunia seperti Kim Kardashian, peran influencer tentunya berefek sangat besar bagi follower mereka. Saking berpengaruhnya, Kim Kardashian bisa mematok bayaran tinggi untuk memasang satu foto endorsement di Instagram.

Dengan follower mencapai 101 juta, Kim Kardashian dikabarkan menerima bayaran hingga Rp 6,6 miliar untuk satu produk yang ia pampangkan di Instagram! Angka yang fantastis ini tentu sangat jauh bila dibandingkan dengan influencer Indonesia, seperti Aurel Hermansyah yang dikabarkan mematok harga di atas Rp 3 juta untuk endorsement. Atau Jonru yang masih berkutat dengan promosi dagangan seprei dari pengusaha kecil yang beriklan di halaman Facebooknya, meskipun sekarang ia juga aktif menjadi broker fundraising dan dikabarkan mematok bayaran 10-30% dari dana yang berhasil ia kumpulkan.

Studi terbaru dari University of Oxford, seperti yang dikutip The Guardian, menyebutkan propaganda di medsos digunakan untuk memanipulasi opini publik. Penelitian ini menemukan "kebohongan, informasi sampah, disinformasi” propaganda tradisional disebarluaskan di dunia maya dan didukung oleh algoritma Facebook dan Twitter.

Yang menakutkan, pengguna medsos diharapkan menjadi "polisi” bagi arus informasi yang tampil di medsos. Mereka dipaksa mampu menyaring informasi sampah dan informasi yang berguna. Sayangnya, terlalu  banyak pengguna medsos yang malas bersusah payah memverifikasi informasi yang disajikan influencer. Salah satu hoax yang pernah disebarkan Jonru adalah foto serupa mayat yang ia klaim sebagai mayat yang sedang tersenyum karena mati dalam keadaan syahid. Asumsi itu ia pakai sebagai pembelaan bagi Presiden Mohamed Morsi yang dilengserkan rakyat Mesir.

Setelah dibaca dan dibagi oleh pengikutnya, ternyata belakangan diketahui foto tersebut adalah foto pelatihan mengkafani jenazah. Soal informasi yang menyesatkan, Jonru termasuk influencer yang rajin salah. Ia juga pernah menuduh bahwa foto Presiden Jokowi ketika menanti matahari terbit di Raja Ampat adalah foto rekayasa. Kontan saja tuduhan itu dibantah oleh fotografer resmi istana. Menghadapi bantahan itu, Jonru pun dengan enteng menghapus posting tersebut dan meminta maaf. Ia tak peduli dengan opini yang telah terbentuk berdasarkan informasi menyesatkan yang ia bagi.

Mengandalkan kontroversi sebagai dagangan

Bagi banyak influencer tak bermutu yang mengandalkan kontroversi sebagai jualan, sepertinya tak ada rasa enggan menyajikan informasi sampah asalkan sesuai agenda mereka. Agar aman, sering pula mereka menambahkan tautan dari situs berita sesuai propaganda yang ingin mereka sebarkan. Kalau ada kesalahan, dengan gampang mereka mengelak, "Lho, saya kan hanya menyebarkan tautan dari situs berita.” Tak ada tanggung jawab untuk benar-benar memilih berita yang layak dibagi ke pengikutnya yang dengan naif mengamini. Padahal mereka para influencer punya kekuatan untuk membantu pengguna medsos memilah informasi yang berguna dan mencerdaskan. Buat non influencer yang gemar berita sampah tapi semangat berbagi ada pula kiat pembenaran seperti "Saya dapat informasi ini dari grup sebelah, nggak tahu juga hoax apa bukan lho.”

Para influencer seharusnya lebih bertanggung jawab atas konten yang mereka bagikan di medsos. With great power comes great responsibility. Semakin banyak follower yang mengandalkan informasi dari influencer, semakin besar tanggung jawab yang mereka emban. Tapi mengharapkan para influencer selalu membagi informasi yang akurat dan bertanggung jawab sepertinya sia-sia.

Karenanya setiap pengguna medsos jangan mengandalkan informasi dari influencer semata. Apalagi dengan  gampang meng-klik tombol "share” bahkan untuk informasi sampah yang semakin hari semakin tak masuk akal. Tak terlalu sulit sebenarnya menggali sedikit lebih dalam tentang sebuah isu yang sedang hangat. Ada banyak sumber terpercaya yang bisa ditemukan di internet asalkan kita cerdas memilah. 

Penulis:

Uly Siregar (ap/hp)  bekerja sebagai wartawan media cetak dan televisi sebelum pindah ke Arizona, Amerika Serikat. Sampai sekarang ia masih aktif menulis, dan tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai media massa Indonesia.

 

@sheknowshoney

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.