Belum Ada Solusi dari Konflik di Thailand
25 April 2010Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva memanaskan konflik dengan para penentang pemerintah, setelah menolak penawaran kompromi dari demonstran. Hari Minggu (24/04) Abhisit mengancam akan mengosongkan dengan paksa daerah bisnis di Bangkok, Ratchaprasong, yang telah diduduki Baju Merah sejak beberapa pekan lalu. Hal itu disampaikan Abhisit melalui siaran televisi, di mana ia disertai Panglima Angkatan Darat, Anupong Paojinda. Pada kesempatan itu ia juga menyampaikan penolakan terhadap tuntutan untuk mengadakan pemilu dalam tiga bulan mendatang.
Menyelesaikan Masalah
"Pertanyaan terpenting bukanlah, apakah kita akan dapat membubarkan demostran, melainkan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini." Itu dikatakan Abhisit dalam pidatonya seraya mengancam, akan menghalau demonstran dari Ratchaprasong, tetapi tidak menyebutkan waktunya. Sejak enam pekan lalu Abhisit berada di sebuah pangkalan militer di luar Bangkok.
Panglima Angkatan Darat Anupong Paojinda, yang beberapa waktu lalu menyatakan tidak setuju menggunakan kekerasan, menilai militer sebagai "tentara negara Thailand, monarki dan rakyat." Ia sekarang mengungkapkan, bahwa tentara akan menjalankan tugas mereka tanpa berpihak pada siapapun, tetapi mengikuti politik yang dijalankan pemerintah.
Akibat meningkatnya aksi protes yang dilancarkan Baju Merah, tanggal 10 April lalu 25 orang tewas. Sejumlah laporan menyatakan, tentara menunjukkan solidaritas dengan demonstran, tetapi militer tidak membenarkannya. Panglima Anupong mengatakan, tentara yang bersimpati dengan demonstran tidak berpangkat tinggi.
Penolakan Perdana Menteri
Sabtu lalu (24/04) Abhisit menolak penawaran para penentang pemerintah untuk membubarkan parlemen dalam 30 hari mendatang dan mengadakan pemilu dalam tiga bulan. Ini sama sekali tidak akan diperdebatkan, demikian dikatakan Abhisit sambil menuduh oposisi hanya mengusulkan kompromi untuk menarik perhatian media luar negeri. Jumat lalu (23/04) Baju Merah memberikan isyarat bersedia berkompromi. Ini merupakan reaksi atas tuntutan PBB dan pemerintah sejumlah negara lain. Oposisi juga tidak lagi menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Abhisit sesegera mungkin.
Para penentang pemerintah, yang sebagian besar mendukung Thaksin Shinawatra yang digulingkan dari jabatan perdana menteri, mengkritik keras penolakan Abhisit tersebut. Mereka juga menyatakan tekad untuk terus berjuang sampai berhasil menang. "Abhisit telah menutup pintu bagi rakyat Thailand," demikian dikatakan seorang pemimpin demonstran Nattawut Saikuar, yang mendapat informasi, bahwa Abhisit memerintahkan pembubaran demonstran dengan kekerasan dalam 48 jam mendatang.
Tekad Terus Berjuang
Baju Merah sekarang juga mempertajam kecaman terhadap pemerintah, yang mereka nilai bersikap memihak kaum elit dan tidak demokratis. Nattawut Saikuar menekankan, demonstran tetap akan melancarkan aksi secara damai. Tetapi beberapa pemimpin demonstran lainnya menunjukkan siap mengadakan "perang gerilya" terhadap pemerintah. Mereka mengimbau pendukungnya di berbagai propinsi untuk berkonfrontasi dengan aparat keamanan. Banyak dari mereka juga telah mendirikan blokade di jalan-jalan menuju Bangkok, untuk mencegah polisi masuk ibukota.
Hari Minggu (25/04) Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva juga menyatakan, konflik politik menyebabkan pemerintah terpaksa menurunkan perkiraan perkembangan ekonomi negara untuk tahun ini. Pekan lalu bank sentral Thailand menyatakan, krisis politik menyurutkan kepercayaan pada sektor pariwisata, konsumsi dan penanaman modal.
ML/CS/afp/ap/rtre