1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Barat Harus Kecam Penahanan Aktivis di Cina

7 April 2011

Seniman Cina Ai Weiwei punya reputasi internasional dan dikenal kritis terhadap pemerintahnya. Eropa harus membela orang yang berjuang menuntut hal-hak dasarnya.

https://p.dw.com/p/10pW3
Ai Weiwei ketika diundang ke München tahun 2010Foto: Zhou Qing

Harian liberal Denmark ‚Politiken' menanggapi penangkapan seniman Cina Ai Weiwei dan menulis:

Ai Weiwei adalah seniman terkenal di dunia, tapi di Cina hanya sedikit orang mengenalnya. Pemerintah Cina takut pada kritik dari Ai Weiwei dan pada reputasi internasionalnya. Selama bertahun-tahun, ia mengalami berbagai tekanan, intimidasi dan serangan dalam pekerjaannya. Walaupun demikian, ia tetap memilih untuk tinggal di Cina daripada hidup dan bekerja di luar negeri. Pilihan ini sekarang harus dibayar mahal, karena Cina makin lama bertindak makin keras terhadap semua orang yang memperjuangkan kebebasan dan sedikit saja menyimpang dari haluan resmi.

Mengenai penahanan Ai Weiwei, harian Luxemburg 'Luxemburger Wort' berkomentar:

Dengan hilangnya Ai Weiwei, di barat sekarang muncul pertanyaan: bagaimana harus bereaksi? Apakah barat harus melihat kasus ini sebagai urusan dalam negeri Cina dan berdiam diri? Atau mengecam keras pelanggaran atas hak asasi manusia dan hak-hak warga? Sejarah menunjukkan, protes terhadap rejim otoriter sering memancing rasa tidak senang dan jarang mencapai hasil yang diinginkan. Di pihak lain, sikap diam bisa dianggap sebagai tanda setuju atau sebagai kelemahan. Jika barat mengabaikan nilai-nilai dasarnya sendiri, sikap ini tidak akan menaikkan citranya di mata Cina yang sedang bangkit sebagai adidaya. Pembelaan terhadap para aktivis di Cina dan hak-hak dasar mereka, yang juga dijamin oleh konstitusi Cina, bukan sebuah provokasi. Sikap ini berkaitan dengan kredibilitas. Keteguhan, dan bukan sikap cari muka, yang bisa mendatangkan rasa hormat di bidang politik, juga hormat terhadap diri sendiri.

Harian Italia La Stampa menyoroti tragedi tenggelamnya kapal pengungsi dekat pulau Lampedusa, yang menewaskan sampai 250 orang.

”Kita tadinya percaya, kita sudah tahu segala hal tentang pendatang ilegal. Kita juga tahu tentang ribuan pengungsi yang berdesak-desakan di Lampedusa, yang jumlahnya sudah melewati jumlah penduduk di pulau itu. Kita melihat kepentingan dan kebutuhan mereka, melihat pelarian mereka dari penampungan pengungsi, dan memandang mereka seperti pendatang ilegal di perbatasan antara Amerika Serikat dan Meksiko. Sekarang, setelah kematian mengerikan di laut, kita tahu lebih banyak. Italia dan Eropa mencurahkan seluruh energi untuk membuat undang-undang dan perjanjian demi menghentikan arus pengungsi. Sedangkan para pendatang mengerahkan segala keberanian orang yang putus asa, untuk menantang mara bahaya demi mengubah nasibnya.

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung berkomentar:

Para pengungsi butuh perlindungan. Siapa yang bisa mencapai Eropa, tidak bisa dikirim pulang. Tidak ke Libya yang sedang dilanda perang, juga tidak ke negara asalnya, di mana situasinya tidak lebih damai. Para menteri dalam negeri Uni Eropa perlu menarik konsekuensi dalam pertemuan puncaknya minggu depan. Mereka perlu menyepakati bantuan konkret. Mereka tidak bisa membiarkan Italia, atau Malta, atau Yunani menyelesaikan masalah pengungsi sendirian saja. Jika pihak barat ingin menghentikan arus pengungsi, mereka harus membantu Afrika Utara dengan program pembangunan seperi Marshall-Plan, agar Afrika Utara bisa membangun masa depan yang baru.

Hendra Pasuhuk/dpa/afp
Editor: Legowo-Zipperer