1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Nestapa Muslim Italia Kekurangan Lahan Kuburan

10 Juni 2020

Banyak muslim Italia, yang meninggal dunia akibat Covid-19. Kini Italia menghadapi masalah, kurangnya lahan kuburan untuk memakamkan mereka yang terenggut nyawanya akibat pandemi corona.

https://p.dw.com/p/3dZR8
Italia
Banyak pasien corona yang meninggal di ItaliaFoto: Reuters/F. Lo Scalzo

‘Rasa sakit’ yang bertambah bagi kaum minoritas di Italia telah menjadi kenyataan suram dari kurangnya ruang untuk menguburkan anggota keluarga mereka yang  meninggal dunia. 

Para imam dan tokoh masyarakat muslim di negara Mediterania itu kini menyerukan lebih banyak dibuka atau ditambahkan ruang bagi kuburan Islam, karena banyak umat muslim di sana yang ingin dimakamkan di Italia, rumah mereka. 

"Kami telah mengalami rasa sakit (akibat pandemi), tetapi kadang-kadang semakin dalam rasanya ketika beberapa keluarga tidak dapat menemukan tempat untuk menguburkan anggota keluarga mereka yang meninggal karena tidak cukupnya  lahan pemakaman kota," papar Abdullah Tchina, imam dari Masjid Milan Sesto kepada AFP. 

Lebih dari 34.000 orang telah meninggal dunia karena virus corona di Italia, terutama di kawasan industri di utara, dan selama berbulan-bulan penerbangan udara global hampir terhenti. Akibatnya, umat muslim yang meninggal dunia karena COVID-19 atau sebab lain tidak dapat dipulangkan ke negara asal mereka, sebagaimana biasanya. 

Kondisi tersebut menyebabkan lonjakan permintaan penguburan di Italia dan ternyata Italia kekurangan ruang lahan untuk pemakaman. 

Umat muslim di Italia berjumlah sekitar 2,6 juta orang, atau 4,3 persen dari populasi. Mereka hidup terutama di utara negara itu, 56 persen dari mereka memegang kewarganegaraan asing, dan banyak dari mereka berasal dari negara-negara di Afrika Utara atau Asia Selatan. 

Tidak ada statistik resmi yang tersedia tentang jumlah umat muslim, baik warga Italia atau warga negara asing, yang kehilangan nyawa mereka selama wabah corona berlangsung. 

Di pemakaman Bruzzano, di pinggiran Milan, Mustapha Moulay memandangi sebuah makam di bagian area untuk umat muslim, di kawasan kuburan yang sebagian besarnya banyak makam umat Katolik. 

"Itu adalah kehendak Tuhan," katanya tentang kematian istrinya yang berusia 55 tahun akibat COVID-19, pada tanggal 7 April silam. 

Istrinya tertular virus di sebuah rumah sakit di Milan di mana dia telah dirawat sebulan sebelum wabah untuk operasi kaki, ujar Moulay, yang lahir di Maroko dan telah tinggal di Italia selama 32 tahun. 

Kuburan istrinya tidak berbatu nisan, dan hanya ditandai dengan persegi panjang kumpulan kerikil. Sebuah makam yang masih tampak baru, namun sangat sederhana.  

Kuburan orang-orang yang meninggal dunia sebelum masa pandemi corona terlihat lebih permanen – dibangun dengan batas semen dan sebagian berlempengan marmer dan diukir dengan bulan sabit. 

Menahan jenazah sambil mencari lahan kuburan 

Namun banyak muslim Italia lainnya terpaksa menempuh perjalanan jauh untuk menguburkan mayat anggota keluarga mereka, atau meninggalkan jenazah selama berhari-hari di kamar mayat, atau bahkan menahan jenazah-jenazah itu di rumah sambil mencari tempat untuk memakamkannya. Padahal, dalam Islam, mereka yang meninggal dunia harus dikubur secepat mungkin. 

Salah satu kasus yang paling ekstrem adalah yang menimpa Hira Ibrahim, seorang perempuan Makedonia di Pisogne, yang terletak di dekat kota di bagian utara, Brescia. Ibunya wafat akibat terpapar virus corona. Hira Ibrahim harus menjaga tubuh ibunya di rumah selama lebih dari 10 hari karena tidak kunjung menemukan pemakaman muslim di komunitasnya, demikian diberitakan surat kabar La Repubblica. 

Keluarga muslim yang tak terhitung jumlahnya menghadapi kesulitan tragis yang serupa selama krisis corona, demikian tulis surat kabar itu. 

Tchina, sang imam, mengatakan masalah itu tetap ada bahkan setelah gelombang kematian terbesar mereda. Jenazah seorang muslim yang meninggal di Milan pekan lalu diangkut sekitar 50 kilometer jauhnya untuk dimakamkan, katanya lebih lanjut. 

Tchina berterima kasih kepada walikota "yang membuka kuburan (Katolik) selama krisis ini untuk memastikan pemakaman yang bermartabat" bagi kaum muslim yang meninggal dunia. 

Presiden Islamic Center Milan, Gueddouda Boubakeur, mengatakan bahwa beberapa keluarga di Brescia dan Bergamo - dua daerah yang paling parah terkena virus corona - harus menunggu dalam "waktu yang sangat lama" untuk memakamkan anggota keluarga mereka. 

Berkat upaya gabungan dari pemerintah kota dan otoritas pemerintah pusat, solusi akhirnya ditemukan. "Kami tidak mempertimbangkan jarak. Kami pergi ke kota pertama yang menerima jenazah. Fokus kami terutama adalah menemukan lahan untuk pemakaman," kata Boubakeur. 

Ingin dimakamkan di Italia 

Persatuan Komunitas Islam Italia menyebutkan hanya terdapat 76 kuburan Islam di negara itu. Yang tertua dibangun pada tahun 1856, di timur laut Trieste. Di bawah hukum Italia, kuburan "dapat menyediakan bagian khusus dan terpisah" untuk non-Katolik, tetapi bukan suatu keharusan.  

Boubakeur mengakui pemerintah cukup kooperatif, tetapi ia juga mendesak lebih banyak "kemauan politik" untuk menciptakan ruang pemakaman muslim tambahan. "Setelah pandemi ini, 150 pemerintahan  adminsitratif lokal menanggapi permintaan kami secara positif" untuk menyediakan bagian khusus muslim di kompleks kuburan mereka, kata Boubakeur. Namun angka itu hanya sebagian kecil dari hampir 8.000 kawasan administrasi di Italia. 

Ke depan, kebutuhan akan lahan kuburan muslim akan meningkat karena imigran dan keturunan mereka lebih banyak yang ingin dikebumikan di Italia. "Kami dulu punya anggaran solidaritas untuk membayar pengiriman jenazah ke negara asal mereka, tetapi kini tidak lagi," kata Boubakeur. 

"Beberapa orang tua masih ingin dimakamkan di negara asalnya. Tetapi banyak yang memiliki anak, cucu di Italia, sekarang lebih suka dimakamkan di sini." Kaum muslim muda "ingin dimakamkan di Italia karena mereka Italia", pungkas Boubakeur. 

 

ap/vlz (AFP, La Republicca)