1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Bagaimana Jika Kesetaraan Hak LGBT Jadi Topik Kampanye?

25 Februari 2019

Pengamat HAM Andreas Harsono tidak melihat adanya permasalahan jika ada capres yang berjanji legalkan pernikahan sejenis.

https://p.dw.com/p/3E3jG
Indonesien LGBT Parade in in Jakarta
Foto: picture-alliance/NurPhoto

Warganet Indonesia dihebohkan dengan video kampanye hitam terhadap pasangan Jokowi-Ma'ruf. Tiga orang wanita dalam video "Jokowi Menang Kawin Sejenis Sah" adalah warga Karawang, yang dalam video melakukan kampanye door to door dan terdengar berbicara dalam bahasa Sunda yang meyakinkan warga bahwa jika Jokowi menang maka "suara azan di masjid akan dilarang, tidak akan ada lagi yang memakai hijab. Perempuan sama perempuan boleh kawin, laki-laki sama laki-laki boleh kawin", seperti dikutip dari detiknews.com.

Namun sebenarnya, kedua pasangan calon presiden tidak menjadikan kesetaraan hak LGBT sebagai bagian dari visi misi kampanye mereka untuk merebut jabatan RI 1.

DW berbincang dengan Andreas Harsono dari organisasi Human Rights Watch (HRW) Indonesia lebih lanjut tentang isu ini.

DW: Apa pendapat Anda tentang video viral "Jokowi Menang Kawin Sejenis Sah"?

Andreas Harsono: Saya memantau, melakukan riset dan menulis soal hak LGBT selama lima tahun terakhir. Saya tak pernah tahu Jokowi berjanji melegalkan gay marriage. Bahkan di kalangan organisasi LGBT di Indonesia, belum ada yang punya advokasi gay marriage. Persoalannya, kalau pun Jokowi atau Prabowo atau politikus mana pun, berjanji melegalkan gay marriage, apa yang salah dengan tindakan tersebut? Saya percaya individu gay, lesbian atau transgender, berhak untuk mendapat perlakukan setara dengan individu heteroseksual. Mereka juga berhak mencari kebahagiaan lewat pernikahan gay.

Menurut Anda, apa yang kemungkinan terjadi ketika seorang calon presiden di Indonesia, siapapun itu, mengusung tema kesetaraan hak untuk kaum LGBT sebagai salah satu visi/misi kampanye?

Andreas Harsono Human Rights Watch
Andreas Harsono dari Human Rights Watch IndonesiaFoto: privat

Bila seorang calon presiden bicara soal pernikahan gay, tentu saja bakal jadi tema perdebatan yang panas. (Tema ini) masih jadi masalah berat di beberapa negara Barat yang peradabannya relatif lebih berbasis ilmu pengetahuan daripada Indonesia.

Saya kira baik sekali bila ada politikus yang mulai bicara soal pernikahan gay di Indonesia. Debat akan memancing counter. Data dan ilmu pengetahuan pasti juga akan muncul.

Mengenai kedua paslon pada debat Pilpres pertama dengan tema HAM, tidak ada paslon yang menyinggung tentang isu diskriminasi dan persekusi kaum LGBT. Apa pendapat Anda?

Penting sekali diskriminasi dan intimidasi terhadap LGBT dibahas dalam kampanye. Peranan individu LGBT dalam industri kreatif sudah tersohor di seluruh dunia. Berbagai perusahaan paling besar di dunia, dari Apple sampai Facebook, punya sikap jernih soal LGBT. Mereka menolak diskriminasi terhadap individu LGBT. Organisasi olah raga besar macam FIFA (sepakbola) dan OIC (Olympiade) juga mendukung perlakuan setara.

Presiden Jokowi mengajukan Indonesia sebagai tuan rumah Olympiade. Kini OIC memasukkan berbagai persyaratan kesetaraan terhadap negara tuan rumah, termasuk tak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan dan LGBT. Bila Indonesia mau dianggap serius sebagai tuan rumah Olympiade, Indonesia sejak sekarang harus mulai menghapus ratusan aturan diskriminatif terhadap LGBT maupun perempuan.

Negara berkewajiban untuk melindungi kelompok rentan dan rawan diskriminasi. Seperti apa kini kondisi perlindungan terhadap kaum LGBT di Indonesia menurut pengamatan Anda?

Saya kira ini bahasa yang persis soal perlindungan terhadap warga LGBT.

Andreas Harsono mengirimkan tautan artikel laman Human Rights Watch Indonesia "Permainan Politik Ini Menghancurkan Hidup Kami: Kelompok LGBT Indonesia dalam Ancaman”. Kondisi perlindungan kaum LGBT di Indonesia diantaranya dinyatakan dalam pernyataan berikut:

"Sebelum Januari 2016, di Indonesia, sebagian besar kaum minoritas gender dan seksual hidup di antara toleransi dan prasangka. Kehati-hatian dipakai untuk membeli keselamatan: banyak kaum LGBT Indonesia memilih untuk hidup tanpa mengungkapkan secara terbuka orientasi seksual atau identitas gender mereka, untuk melindungi diri dari diskriminasi atau kekerasan. Namun, pada awal 2016, kombinasi ucapan dan tindakan dari para pejabat pemerintah, kelompok-kelompok militan dan kelompok massa agama yang menyulut intoleransi terhadap kaum LGBT, telah membuat rusaknya hak asasi manusia individu LGBT. Apa yang dimulai dengan kecaman publik dengan cepat tumbuh menjadi himbauan kriminalisasi dan "penyembuhan”, yang menyingkap secara terbuka kedalaman dan keluasan prasangka-prasangka yang dimiliki oleh para pejabat sebagai individu."

Bukan cuma masyarakat biasa, namun juga banyak menteri atau pejabat pemerintahan melontarkan pernyataan diskriminatif terhadap kaum marjinal. Apa langkah konkret yang HRW Indonesia lakukan untuk memastikan bahwa aparat pemerintahan tidak bertindak diskriminatif terhadap kaum marjinal, khususnya LGBT?

Menghapus berbagai regulasi yang diskriminatif, melakukan pendidikan publik soal homoseksualitas terhadap petugas-petugas negara, menyediakan berbagai fasilitas kesehatan, administrasi serta pendidikan terhadap individu LGBT, misalnya, KTP buat waria.

na/rap/hp