1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

181109 Uganda Binnenflüchtlinge lang

24 November 2009

Akibat berkecamuknya perang saudara, selama bertahun-tahun sejumlah besar petani Uganda tinggal di kamp pengungsi. Mereka kehilangan semuanya. Malah mereka juga sampai lupa bagaimana caranya untuk mengarap ladang.

https://p.dw.com/p/KeBe
Para petani, mantan pengungsi di Uganda, sedang memanen ikan peliharaan merekaFoto: picture-alliance/ dpa

Setelah perang saudara berakhir, dan keadaan semakin aman, mereka secara bertahap kembali dipulangkan ke desanya. Tidak mudah memang untuk kembali memulai hidup baru di tempat asal mereka. Sebagian besar dari mereka seolah menunggu masa depan yang tidak jelas. Mereka merasa asing, apalagi anak-anak mereka yang lahir di kamp penampungan. Berbagai badan dan organisasi mengulurkan bantuannya untuk menangani masalah yang dihadapi para pengungsi yang kembali ke desanya. Mereka dibantu agar dapat kembali memulai hidup baru.

Bantuan yang datang antara lain berasal Badan Pangan dan Pertanian dunia FAO. Bantuan berupa program apa yang disebut sekolah atau kursus untuk petani, Farmer Field School. Tujuannya agar mereka kembali mengenal usaha pertanian dan pengolahan ladang, sebagai dasar untuk membangun eksistensi. Dalam kursus ini, mereka mendapatkan pelajaran mengenai berbagai usaha uji coba metode pertanian agar dapat meningkatkan produksi pertanian dan membuka akses hasil produknya ke pasaran.

Sejak sekolah atau kursus pertanian tersebut dimulai, telah banyak hasil yang dicapai. Baik pihak yang memprakarsai pembentukannya maupun para petani yang mengikuti kursusnya, menunjukkan rasa puas. Merekapun mengharapkan ada titik cerah bagi kelangsungan usaha pertanian yang digarapnya. Para petani mendapatkan arahan bagaimana cara bertani yang lebih baik, agar diperoleh hasil yang banyak dan menguntungkan.

Selain adanya sekolah atau kursus pertanian, bagi para petani juga dibentuk satu koperasi. Lewat koperasi tersebut, para petani dapat menabung atau meminjam uang. Selama setahun koperasi mereka telah memiliki modal sekitar 5,5 juta Rupiah. Memang masih sangat kecil. Tapi dana yang tersimpan itu sangat berharga bagi para petani. Sebagian dari modal tersebut diinvestasikan untuk mengembanglam usaha lainnya, misalnya untuk berternak babi.

Prakarsa pembangunan sekolah atau kursus untuk petani, yang kembali ke desanya dari kamp penampungan setelah berkecamuknya perang saudara di Uganda, telah memberikan harapan dan peluang bagi mereka untuk memulai kehidupan yang baru. Dan mereka setidaknya kembali memiliki perspektif masa depan.

Barbara Gruber/Bongoley Faridah/Asril Ridwan

Editor: Yuniman Farid