1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Asia Gagal Perangi Korupsi

26 Januari 2017

Hampir semua negara di Asia kewalahan berantas korupsi. Lebih separuhnya berada di peringkat bawah indeks persepsi Transparency International 2016. Indonesia rankingnya juga melorot.

https://p.dw.com/p/2WRLC
Wirtschaftskriminalität Symbolbild Korruption
Foto: Fotolia/Elnur

Kinerja kebanyakan negara di Asia dalam memerangi aksi korupsi masih kedodoran. Gurita tindak pidana korupsi masih membelit erat negara-negara di Asia. Sebanyak 19 negara tidak beranjak dari posisi di bawah ranking ke 50. Demikian tercantum dalam index persepsi korupsi 176 negara yang dirilis Transparency International yang bermarkas di Berlin baru-baru ini.

Penyebab masih maraknya korupsi di Asia antara lain, pemerintahan yang tidak akuntabel, kurangnya pengawasan, kurangnya jaminan keamanan serta menciutnya ruang gerak bagi masyarakat sipil. Faktor-faktor tersebut mendesak tindakan pemberantasan korupsi menjadi aksi yang kurang penting.

"Kondisinya makin diperparah dengan skandal-skandal korupsi tingkat tinggi yang sering dilakukan secara berjamaah. Isu korupsi yang jadi santapan harian warga, memicu runtuhnya kepercayaan publik kepada pemerintah, keuntungan sistem demokrasi dan pada penegakan hukum" demikian Transparency International (TI).

Dari sekian banyak negara di Asia, hanya tiga negara yang mampu menembus peringkat yang tergolong bersih. Masing-masing Singapura yang barada di ranking ke 7, di atas Belanda, Kanada dan Jerman. Disusul Hong Kong yang diklasifikasikan sebagai negara oleh TI yang bercokol di peringkat 15, di atas Austria, Amerika Serikat dan Jepang. Dan yang mengejutkan, negara kecil di Himalaya, Bhutan masuk peringkat negara relatif bersih korupsi di posisi ke 27 dia atas Israel, Polandia dan Portugal.

Indonesia turun ranking

Dalam Index Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International, Indonesia berada di peringkat 90 dari 176 negara yang disurvei. Skor yang dikumpulkan Indonesia dalam index persepsi itu mencapai 37 poin, naik satu poin dari tahun 2015. Tapi peringkat Indonesia turun dua tingkat dari posisi 88 tahun silam. Tahun ini posisi dan skor Indonesia sejajar dengan Kolombia, Liberia, Maroko dan Macedonia.

Jurubicara kepresidenan Teten Masduki menanggapi index persepsi korupsi dari TI itu mengatakan kepada wartawan, "Presiden Jokowi pasti tidak puas dengan peringkat ini". Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi-KPK menyatakan akan menindak lanjuti laporan tersebut. Jurubicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip dari Kompas.com mengatakan, KPK punya pekerjaan rumah untuk memperbaiki koordinasi. Temuan menunjukkan "rule of law" masih rendah.

Beberapa negara Asia dalam indesk dari Transparency International itu bahkan merosot rankingnya dibanding tahun silam. Thailand misalnya skornya turun 3 poin kini hanya berada di peringkat 101. Pemicunya adalah gejolak politik, represi pemerintah dan nyaris tidak adanya pengawasan independen.

Kamboja adalah negara Asia lainnya yang indeks persepsi korupsinya anjlok dan memburuk. Negara ini berada di peringkat ke 156 dengan hanya mengumpulkan 21 poin. Sementara Malaysia yang berada di peringkat ke 55 dengan mengumpulkan 49 poin terus dimonitor terkait dugaan yang dilakukan Peredana Menteri Najib Razak.

as/yf(Transparency International,dpa, afp,ap)