1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ASEAN Berhasil Dorong Gencatan Senjata di Myanmar

6 September 2021

Junta militer Myanmar menyatakan tidak keberatan atas usulan gencatan senjata yang diajukan utusan ASEAN demi keamanan dan pengamanan pengiriman bantuan kemanusiaan bagi rakyat Myanmar.

https://p.dw.com/p/3zxY1
Presiden Indonesia Joko Widodo berbicara dalam konferensi pers usai menghadiri KTT ASEAN di gedung sekretariat ASEAN, Jakarta. (24/4/2021)
Presiden Indonesia Joko Widodo berbicara dalam konferensi pers usai menghadiri KTT ASEAN di gedung sekretariat ASEAN, Jakarta. (24/4/2021)Foto: Laily Rachev/Indonesian Presidential Palace/REUTERS

Junta militer Myanmar menyepakati seruan Association of Seoutheast Asian Nations (ASEAN) untuk melakukan gencatan senjata hingga akhir tahun, guna memastikan distribusi bantuan kemanusiaan dapat berlangsung.

Usulan gencatan senjata itu sebelumnya disampaikan utusan ASEAN, Eryawan Yusof, kepada Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin melalui sambungan video dan segera disepakati pihak junta militer.

Bukan gencatan senjata politis

"Ini bukan gencatan senjata politis. Ini adalah gencatan senjata untuk memastikan keamanan, (dan) pengamanan pekerja kemanusiaan,” sebut Eryawan dalam laporan Minggu (5/9), merujuk pada upaya penyaluran bantuan kemanusiaan dengan aman.

"Mereka tidak keberatan dengan apa yang saya katakan terkait gencatan senjata itu,” ujarnya.

Eryawan juga meneruskan usulan tersebut secara tidak langsung kepada pihak oposisi yang menentang kepemimpinan junta militer Myanmar.

Menurut Eryawan, ASEAN dan sejumlah pihak lainnya telah berkomitmen menyalurkan bantuan kemanusiaan sebesar 8 juta dolar AS untuk Myanmar.

"Apa yang yang kami serukan saat ini adalah ... agar semua pihak menghentikan kekerasan, terutama jika berkaitan dengan penyaluran bantuan kemanusiaan,” terang Eryawan.

Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing. (27/3/2021)
Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing. (27/3/2021)Foto: AP/picture alliance

Komitmen ASEAN untuk Myanmar

Setelah kudeta yang menewaskan ratusan orang di bulan Februari lalu, ASEAN melalui utusannya terus berupaya mengakhiri situasi kekerasan di Myanmar dan membuka dialog antara junta militer dengan pihak oposisi.

Melalui wawancara yang dilakukan Reuters kepada utusan ASEAN untuk Myanmar Eryawan Yusof hari Sabtu (4/9), disebutkan bahwa Eryawan masih bernegosiasi dengan junta militer terkait persyaratan kunjungannya.

"Saya harus bisa mendapat gambaran jelas tentang apa yang harus saya lakukan, apa yang boleh saya lakukan ketika saya datang berkunjung,” ujar Eryawan.

Persyaratan tersebut diharapkan bisa disepakati sebelum akhir bulan Oktober, ketika para pemimpin ASEAN dijadwalkan bertemu.

"Ada keharusan untuk bisa datang ke Myanmar secepatnya. Tapi saya pikir, saya perlu mendapat kepastian sebelumnya,” imbuhnya.

Poster Aung San Suu Kyi dibawa demonstran yang menolak kudeta militer dan meminta pembebasan Suu Kyi selaku pemimpin terpilih di Yangon, Myanmar. (6/2/2021)
Poster Aung San Suu Kyi dibawa demonstran yang menolak kudeta militer dan meminta pembebasan Suu Kyi selaku pemimpin terpilih di Yangon, Myanmar. (6/2/2021)Foto: REUTERS

Ingin bertemu Aung San Suu Kyi

Eryawan juga berharap mendapatkan izin untuk bertemu pemimpin Myanmar yang digulingkan oleh junta militer, Aung San Suu Kyi.

Perizinan itu disebut Eryawan telah diajukan kepada Dewan Tata Usaha Negara Myanmar yang diketuai langsung oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlaing.

Namun demikian, pertemuan utusan ASEAN dengan Suu Kyi tidak termasuk dalam lima poin konsensus yang disepakati Myanmar dengan ASEAN April lalu. Tetapi salah satu poin konsensus tersebut mencakup hal mengakhiri kekerasan dan memulai pembicaraan damai dengan semua pihak.

"Saya sudah sampaikan kepada pemerintah Myanmar bahwa saya perlu berbicara dengan semua pihak terkait dan hal tersebut masih dalam tahap negosiasi,” jelas Eryawan.

th/hp (Reuters)