1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

070311 USA Libyen

7 Maret 2011

Kelompok perlawanan Libya hari Minggu (07/03) mengalami kekalahan berat di Misrata, setelah pasukan pemerintah berhasil merebut kembali Misrata. Sementara itu pemerintah AS ingin memberlakukan zona larangan terbang.

https://p.dw.com/p/10UdR
Anggota kelompok perlawanan di Libya
Anggota kelompok perlawanan di LibyaFoto: dapd

Bagi senator partai demokrat dan ketua komisi hubungan luar negeri Senat Amerika Serikat, John Kerry, jelas bahwa pemerintah Obama harus bereaksi terkait perang saudara di Libya.

"Persiapan zona larangan terbang harus dibicarakan Amerika Serikat dan NATO," kata Kerry.

Menurut Kerry kepada stasiun televisi AS CBS, jika Gaddafi membombardir rakyatnya dari udara, pesawat tempur NATO bisa menyerang landasan pacu lapangan udara militer Libya, guna mencegah pertumpahan darah.

Pernyataan Kerry tersebut ditanggapi dingin oleh Gedung Putih. Kepala Staf Gedung Putih yang baru Bill Daley menekankan, "Sejumlah pihak yang berkeras memberlakukan larangan terbang di Libya, tidak tahu apa yang dibicarakannya."

Lebih lanjut dikatakan Daley kepada stasiun televisi AS NBC bahwa mereka yang berbicara tentang larangan terbang adalah mereka yang mencari perhatian.

Daley menyinggung peringatan Menteri Pertahanan Robert Gates dimana mula-mula Libya harus diserang dan pertahanan udara Muammar al Gaddafi harus dilumpuhkan, agar bisa melakukan langkah kedua yaitu larangan terbang. Tapi menurut Daley, untuk operasi militer semacam itu satu kapal induk yang memuat sekitar 75 pesawat tempur AS saja tidak cukup.

Dari pengalaman perang Irak dan Afghanistan, Presiden Obama dan Menteri Pertahanan Gates tidak berencana mengirim pesawat tempur atau bahkan pasukan ke Libya. Amerika Serikat memilih memberlakukan sanksi ekonomi terhadap rezim Gaddafi.

"30 miliar dollar dana rekening klan Gaddafi di bank Amerika Serikat sudah dibekukan," kata Daley.

Hari Minggu (07/03), konflik antara rezim Gaddafi dengan kelompok perlawanan mengarah ke perang saudara. Saksi mata melaporkan, kendaraan lapis baja militer Libya memasuki kota Misrata. Lebih lanjut menurut laporan saksi mata, militer membombardir Lapangan Tahrir di pusat kota Misrata, menembaki rumah-rumah dengan mortir dan roket. Aksi itu dilakukan guna merebut kembali kota di utara Libya itu dari kelompok perlawanan.

Jurubicara kelompok perlawanan mengatakan Minggu malam waktu setempat bahwa Misrata dan Sawiyah tetap mereka kuasai. Namun ribuan pendukung Gaddafi di ibukota Tripoli bersorak menanggapi pemberitaan televisi pemerintah mengenai kemenangan rezim merebut Misrata. Lokasi kota Misrata terletak di antara Tripoli dan kota kelahiran Gaddafi, Sirte.

Koordinator badan bantuan darurat kemanusiaan Valerie Amos menyerukan "akses segera" menuju kota Misrata, setelah Gaddafi menyerang kota tersebut membabi buta. Dikatakan Amos dalam sebuah pernyataan, "Warga yang terluka dan sekarat memerlukan bantuan segera. Saya meminta pihak berwenang untuk menyediakan akses bagi pekerja bantuan menyelamatkan nyawa warga."

Sementara itu Sekjen PBB Ban Ki-moon menunjuk mantan menteri luar negeri Yordania Abdelilah al-Khatib sebagai utusan khusus untuk berunding segera dengan pejabat Libya, terkait situasi kemanusiaan di negara itu.

Sekelompok staf ahli PBB juga dikirim ke Libya guna menilik kebutuhan kemanusiaan di negara itu, setelah PBB berhasil mengadakan perjanjian dengan Menteri Luar Negeri Libya Musa Kusa.

Uni Eropa juga mengirim kelompok ahli yang dipimpin pakar bantuan darurat Agostino Miozzo, demikian dinyatakan pejabat tinggi urusan luar negeri Eropa Catherine Ashton.

Ralph Sina/afp/dpa/DW/Luky Setyarini

Editor: Dyan Kostermans