1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Ukraina: AS-Uni Eropa Jatuhkan Sanksi terhadap Rusia

23 Februari 2022

Presiden AS mengumumkan sanksi keuangan terhadap bank-bank Rusia sebagai respons atas langkah "awal invasi Rusia ke Ukraina". Sementara itu, Putin menyerukan pengakuan internasional atas Krimea sebagai bagian dari Rusia.

https://p.dw.com/p/47RnN
Presiden AS Joe Biden
Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi baru terhadap Rusia sebagai tanggapan atas tindakan Rusia terhadap UkrainaFoto: Alex Brandon/AP/picture alliance

Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi pertama berupa hukuman ekonomi terhadap Rusia pada hari Selasa (22/02). Sanksi tersebut menargetkan Bank VEB dan Promsvyazbank Rusia. Sanksi terhadap utang negara Rusia berarti bahwa "kami telah memutus pemerintah Rusia dari pembiayaan Barat." Langkah-langkah itu juga akan menargetkan "elit" Rusia dan anggota keluarga mereka.

"Kami juga telah menyiapkan langkah selanjutnya, Rusia akan membayar harga yang lebih mahal jika melanjutkan agresinya,” Biden memperingatkan.

Presiden AS mengatakan Putin sedang "menyiapkan alasan untuk melangkah lebih jauh."

"Ini adalah awal dari invasi Rusia ke Ukraina," tambahnya. Meskipun dia mengatakan AS "tidak berniat memerangi Rusia," Biden memerintahkan pasukan tambahan untuk menopang negara-negara Baltik.

"Amerika Serikat bersama dengan sekutu akan mempertahankan setiap inci wilayah NATO,” kata Biden, seraya menambahkan bahwa ia masih berharap diplomasi dapat dilakukan.

Seorang pejabat Pertahanan AS yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan jet tempur F-35 dan helikopter serang Apache juga dikirim ke wilayah Baltik dan ke Polandia.

UE menyetujui paket sanksi baru

Tidak hanya AS, tetapi para menteri luar negeri Uni Eropa juga telah menyetujui sanksi yang akan diberikan terhadap individu dan entitas yang "merusak integritas Ukraina" kata Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell.

Borrell mengatakan paket itu "akan merugikan Rusia dan akan sangat menyakitkan."

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan para diplomat tinggi Uni Eropa di Paris bahwa mereka "dengan suara bulat menyetujui" paket sanksi tersebut.

Sebelumnya pada hari Selasa (22/02), Presiden Dewan Eropa dan Komisi Eropa, Charles Michel dan Ursula von der Leyen, menguraikan kemungkinan sanksi:

  • Mereka yang terlibat dalam keputusan mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai wilayah "independen"
  • Bank yang membiayai militer Rusia dan operasi lainnya di Ukraina timur
  • Akses negara Rusia ke pasar, layanan modal, dan keuangan UE
  • Perdagangan dari Luhansk dan Donetsk ke dan dari UE

Michel dan von der Leyen menyimpulkan dengan menekankan solidaritas UE dengan Ukraina di saat-saat yang mengerikan bagi keamanan Eropa, atau apa yang disebut oleh pernyataan dua presiden Eropa itu sebagai "tindakan ilegal Rusia."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan dunia sedang menghadapi "krisis perdamaian dan keamanan global terbesar dalam beberapa tahun terakhir"Foto: John Minchillo/AP Photo/picture alliance

Sekjen PBB: Pasukan Rusia bukan 'penjaga perdamaian'

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan pada hari Selasa (22/02) bahwa dia "khawatir tentang penyimpangan konsep pemeliharaan perdamaian," menyusul langkah Presiden Rusia Vladimir Putin yang memerintahkan pasukan Rusia ke wilayah Donetsk dan Luhansk sebagai bentuk "penjaga perdamaian."

"Ketika pasukan satu negara memasuki wilayah negara lain tanpa persetujuannya, mereka bukan penjaga perdamaian yang tidak memihak. Mereka sama sekali bukan penjaga perdamaian," kata Guterres kepada wartawan.

Dia menambahkan pengakuan Rusia atas "kemerdekaan" wilayah separatis adalah "pelanggaran terhadap integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina."

Blinken batalkan pertemuan dengan Lavrov

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan bahwa Amerika Serikat siap untuk terus menekan Rusia melalui sanksi, jika Moskow terus meningkatkan agresinya terhadap Ukraina.

Pada konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Blinken mengatakan Rusia telah menunjukkan "penolakan besar-besaran terhadap diplomasi." Dia juga telah membatalkan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang direncanakan pada Kamis (24/02) di Jenewa.

"Kami tidak akan membiarkan Rusia mengklaim kepura-puraan diplomasi pada saat yang sama mempercepat perjalanannya ke jalur konflik dan perang," kata Blinken, sambil menggambarkan tindakan Rusia di Ukraina sebagai "ancaman terbesar bagi Eropa sejak Perang Dunia II."

Blinken juga membiarkan pintu terbuka untuk diplomasi, dengan mengatakan, "Jika pendekatan Moskow berubah, saya tetap siap untuk terlibat."

Pentagon: Putin masih bisa menghindari perang

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin "masih bisa menghindari perang pilihan yang tragis."

Berbicara dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, Austin mengatakan bahwa Washington akan terus bekerja sama dengan Kiev dan sekutunya "dalam mencoba menemukan cara untuk menghindari konflik lebih lanjut."

"Pesan saya sederhana: Ukraina yang kuat adalah pencegahan terbaik Rusia."

 

Putin: Perjanjian Minsk 'tidak ada lagi'

Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara kepada wartawan setelah anggota parlemen menyetujui pengerahan pasukan Rusia di luar negeri. Ditanya tentang perjanjian Minsk, Putin mengatakan, "Perjanjian Minsk tidak ada sekarang, kami mengakui DNR dan LNR," katanya, menggunakan singkatan untuk wilayah separatis Donetsk dan Luhansk.

"Perjanjian Minsk dihancurkan jauh sebelum pengakuan kemarin," ucapnya, seraya menyalahkan Ukraina atas pelanggaran gencatan senjata.

Putin juga mencantumkan beberapa tuntutan untuk mengakhiri krisis. Dia menyerukan pengakuan internasional atas Krimea sebagai bagian dari Rusia, diakhirinya tawaran keanggotaan NATO di Ukraina, dan penghentian pengiriman senjata di sana.

"Solusi terbaik untuk masalah ini adalah jika otoritas Kiev saat ini menolak untuk bergabung dengan NATO dan mempertahankan netralitas," kata Putin.

Dia mengklaim bahwa pencaplokan Semenanjung Krimea Ukraina oleh Rusia pada tahun 2014 harus diakui sebagai cerminan sah dari pilihan penduduk setempat.

Peringatan Sekjen NATO soal serangan Rusia 'skala penuh'

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengulangi peringatan bahwa Rusia sedang merencanakan "invasi lebih lanjut" ke Ukraina.

"Setiap indikasi adalah bahwa Rusia terus merencanakan serangan skala penuh ke Ukraina," kata Stoltenberg dalam konferensi pers.

"Kami melihat semakin banyak pasukan yang bergerak keluar dari kamp dan berada dalam formasi tempur dan siap menyerang," tambahnya.

Stoltenberg menyebut perkembangan terakhir sebagai "eskalasi serius oleh Rusia dan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional."

"Kami terus menyerukan Rusia untuk mundur ... tidak ada kata terlambat untuk tidak menyerang."

ha/pkp  (AFP, AP, dpa, Reuters)