1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ariel Sharon, Politisi Keras yang Pragmatis

Andreas Gorzewski13 Januari 2014

Reaksi mengenai Ariel Sharon bervariasi dari kekaguman sampai kebencian. Bagi warga Israel, ia seorang pahlawan perang, sedangkan warga Palestina menjulukinya Penjagal Sabra dan Shatila.

https://p.dw.com/p/1ApZ2
Foto: Pedro Ugarte/AFP/Getty Images

Arial Sharon, yang sering dipanggil Arik, lahir 1928 sebagai Ariel Scheinermann. Orang tuanya adalah warga Yahudi yang berasal dari Eropa Timur. Mereka kemudian mengganti nama keluarganya menjadi Sharon, nama sebuah lembah di Israel.

Selama perang gerilya untuk mendirikan negara Israel tahun 1948, Ariel Sharon memimpin satuan infanteri melawan pasukan Arab. Tahun 1953 ia ikut membentuk satuan khusus yang melakukan serangan balasan terhadap pejuang Palestina. Nama Sharon menjadi terkenal di Israel setelah ia terlibat dalam Perang Yom Kippur tahun 1973. Ia memimpin pasukan tank dan berhasil menyeberang Terusan Suez dan memukul mundur pasukan Mesir.

Selama 30 tahun Ariel Sharon berkarir di militer Israel sampai pangkat Mayor Jenderal. Ia kemudian merintis karir politik dan bergabung dengan partai Likud yang berhaluan konservatif. Tahun 1977 ia diangkat menjadi Menteri Pertanian, dan tahun 1981 menjadi Menteri Pertahanan.

Pembantaian Sabra dan Shatila

Ketika menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Sharon memerintahkan militer Israel masuk ke Libanon untuk mengejar para pejuang PLO. Dalam operasi itu, milisi Libanon yang bersekutu dengan Israel kemudian memasuki kamp pengungsi di Sabra dan Shatila dan melakukan pembantaian massal. Lebih 3.000 orang dibunuh dalam aksi pembantaian kejam itu. Insiden tersebut menyulut protes internasional terhadap Israel.

Sebuah komisi penyelidik yang dibentuk Israel kemudian menyimpulkan bahwa Ariel Sharon turut bertanggung jawab atas pembantaian Sabra dan Shatila. Tahun 1983 ia terpaksa meletakkan jabatannya sebagai Menteri Pertahanan. Tapi ini rupanya bukan akhir dari karir politik Sharon.

Tahun-tahun berikutnya Ariel Sharon menjabat sebagai Menteri Industri dan Perdagangan, lalu Menteri Perumahan dan Konstruksi, dan tahun 1998 ia menjadi Menteri Luar Negeri. 1999 Ariel Sharon mengambil alih kepemipinan Partai Likud. Pada Februari 2001 ia akhirnya terpilih sebagai Perdana Menteri Israel.

Perundingan Keras dengan Palestina

Ariel Sharon awalnya menolak pemerintahan otonomi Palestina. Ia berulangkali mengecam keras politik pimpinan Palestina Yasser Arafat dan sempat memberlakukan tahanan rumah terhadap Arafat di Ramallah. September 2000, Sharon melakukan kunjungan kontroversial ke Temple Mount, lokasi Masjid Al Aqsa yang termasuk tempat suci kaum muslim. Kunjungan itu memicu kemarahan warga Palestina.

Tapi Ariel Sharon adalah politisi yang pragmatis. Ia menyadari bahwa pasukan Israel tidak mungkin terus-menerus dipertahankan di wilayah Palestina. Tahun 2005 ia memutuskan untuk menarik pasukan Israel keluar dari Jalur Gaza. Kebijakan itu menyebabkan sengketa besar dalam Partai Likud. Ariel Sharon akhirnya keluar dari Likud dan mendirikan Partai Kadima.

Desember 2005, Sharon menderita stroke ringan dan dibawa ke rumah sakit. 4 Januari 2006 ia mengalami stroke dan sejak itu berada dalam keadaan koma. Ia digantikan oleh Ehud Olmert sebagai Perdana Menteri. 11 Januari 2014, setelah 8 tahun dalam keadaan koma, Ariel Sharon dinyatakan meninggal pada usia 85 tahun.