1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apakah Akuaponik Akan Jadi Pertanian Masa Depan?

19 Agustus 2021

Akuaponik adalah metode menanam sayuran dan membudidayakan ikan bersamaan di satu tempat tanpa pupuk dan pestisida. Apakah ini produksi bahan pangan di masa depan?

https://p.dw.com/p/3z6eo
Tim Elfring menggenggam dua ikat selada dengan akar panjang
Pendiri Phood Farm, Tim Elfring, melihat aquaponics sebagai masa depan dari pertanian.Foto: Tim Schauenberg/DW

Seperti pesawat luar angkasa berwarna ungu, rumah kaca yang menyala itu berdiri di tengah bekas pabrik pengolahan susu di kawasan industrial Eindhoven di Belanda.

Instalasi ini tidak bisa terbang, namun, jika pendiri startup Phood Farm bisa menemukan jalannya, bisnis mereka akan segera meroket. Mereka berharap masa depan pertanian akan terlahir di sini.

Metode yang digunakan oleh lima pendiri untuk menumbuhkan 200 kilogram selada dalam sepekan di area yang lebih kecil dari lapangan tenis disebut akuaponik. Sebuah perpaduan dari akuakultur atau peternakan ikan dan hidroponik, yang menumbuhkan tanaman di air tanpa tanah.

Gabungan kedua sistem tersebut menciptakan sebuah siklus sumber daya air dan nutrisi yang sangat efisien.

Situasi di sebuah rumah kaca dengan pencahayaan ungu untuk sistem akuaponik
Bekas pabrik pengolahan susu di Eindhoven dijadikan ladang akuaponik, tempat menumbuhkan tanaman dan mengembangbiakkan ikan.Foto: Phood farm

Pertanian menguras sumber daya

Produksi bahan pangan monokultur dan penggunaan pupuk serta pestisida yang berlebihan, merusak tanah dan keanekaragaman hayati, serta mengancam keseluruhan ekosistem.

Budidaya pangan dunia bertanggung jawab atas sekitar seperlima dari seluruh emisi gas rumah kaca, belum termasuk tabahan emisi dari transportasinya.

Sementara itu, 70% dari air minum di dunia digunakan untuk agrikultur, walaupun setengah dari populasi dunia mengalami kekurangan air setidaknya selama sebulan dalam setahun.

Phood Farm percaya bahwa akuaponik merupakan bagian penting dari solusinya. Pertama, sistem produksi pangan ini menggunakan 90% lebih sedikit air dibandingkan dengan pertanian konvensional.

"Di dalam rumah kaca, air hanya hilang ketika air menguap atau diserap oleh tanaman", jelas Tim Elfring, salah satu pendiri Phood Farm.

Foto dua buah bibit selada yang ditumbuhkan dengan sistem auaponik
Bibit salad ini hanya memerlukan 5-6 pekan untuk tumbuh dan kemudian dipanen.Foto: Phood farm

Bagaimana cara kerja sistem pertanian resirkulasi?

Prosesnya cukup simpel, setelah benih tumbuh, selada diletakan dengan akarnya menempel di wadah styrofoam yang mengambang dan setelah lima atau enam pekan tanaman dipanen.

Di depan tempat tanaman tumbuh terdapat dua buah kolam besar berisikan 180 ikan koi. Kotoran ikan dipompa menuju kolam berisikan bakteri alami dari udara, air dan tanah yang mengubah amonia yang beracun dari kotoran ikan menjadi senyawa nitrat yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh.

Tanaman-tanaman itu menyerap nitrat dalam air dan membersihkan air tersebut, yang lalu dipompa kembali ke kolam ikan.

Tanaman membutuhkan sedikit bahkan tidak membutuhkan pupuk ekstra untuk tumbuh jika menggunakan sistem akuaponik. “Kami memiliki ikan-ikan, hewan itulah yang memberikan nutrisi untuk tanamannya,” kata Elfring.

Budidaya Karamba Solusi Atasi Kemiskinan di Kenya

Karena sistem nya tertutup dan terkontrol dengan sangat rinci, ini juga tidak memerlukan pestisida.

"Hasil panen pun terbukti lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional", kata Werner Kloas, seorang ilmuwan di Institut Ekologi Perairan Tawar dan Perikanan Darat Leibniz (IGB).

“Jika kita punya 10 liter air, biasanya kita dapat memproduksi 2.5 gram ikan dalam sistem sirkulasi tertutup,” kata Kloas. “Dengan sistem akuaponik yang dilengkapi fitur komplit, kita bisa mendapat hingga 100 gram ikan dan dapat menghasilkan 500 gram tomat di waktu yang bersamaan.”

Tomat, terong, selada, aneka bumbu dapur dan sayur mayur dapat ditanam dengan cara ini. Secara teoritis, gandum dan jagung juga dapat ditumbuhkan di sini, tapi biaya investasi untuk infrastrukturnya terlalu tinggi untuk dipasarkan secara luas. Tanaman tahunan dan buah-buahan seperti apel dan jeruk tidak cocok dengan metode ini.

Aquaponik untuk berantas penangkapan ikan berlebihan

Tidak seperti sistem akuaponik lainnya, Phood Farm mengembangbiakkan ikan koi untuk para kolektor ikan hias. Elfring dan rekan-rekannya mempertimbagkan untuk berganti ke ikan konsumsi. Ini merupakan bagian dari upaya untuk memberantas penangkapan ikan berlebihan, yang merupakan salah satu ancaman terbesar untuk ekosistem laut.

Walaupun akuaponik dapat dikatakan menjadi salah satu solusi melawan penangkapan ikan berlebihan di lautan, kotoran ikan yang dihasilkan menjadi beban yang besar bagi lingkungan di sekitarnya.

Sementara itu, membudidayakan ikan jenis karnivora seperti salmon, juga berujung dengan penangkapan ikan berlebihan untuk menjadi pakan ikan tersebut.

Sekitar 20% dari ikan yang ditangkap di dunia digunakan untuk pakan akuakultur, demikian laporan organisasi lingkungan WWF.

Mengembangbiakkan spesies yang memakan tanaman seperti ikan nila atau ikan mas, sangatlah krusial untuk keberlanjutan akuakultur dan akuaponik.

Restoran Kebun Vertikal di Berlin

Mendorong swasembada pangan

Abdus Salam, seorang ilmuwan di Universitas Pertanian Bangladesh mengatakan, sistem resirkulasi skala kecil bisa sangat bermanfaat untuk negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Dengan sistem terbuka di atas atap seluas 10 meter persegi, sebuah keluarga di Bangladesh dapat “menghasilkan sekitar 70% dari kebutuhan sayurannya dalam setahun,” kata Salam. Ini sangatlah penting untuk negara-negara berkembang dengan sumber daya yang langka dan terdampak oleh perubahan iklim.

"Dengan modal sekitar $100 AS (sekitar Rp 1.5 juta), penduduk Bangladesh dapat memanen sekitar 40 kilogram sayuran empat kali dalam setahun dan 7 kilogram ikan nila per tahun", tambahh Salam. Budidaya akuaponik dapat dilakukan dimana saja, termasuk atap-atap di kota maupun pinggir kota.

Tanaman dan ikan dikembangkan di atas sebuah atap
Abdus Salam mengembangbiakkan ikan nila dan menumbuhkan berbagai macam sayur-mayur di atas atap miliknya.Foto: Abdus Salam

Akuaponik skala besar untuk pasokan pangan

Dengan meningkatnya permintaan pangan dari populasi global yang kian meningkat dan sumbar daya alam yang semakin langka, Werner Kloas melihat potensi akuaponik dalam skala besar di masa depan. “Saya rasa untuk kepastian pasokan pangan bagi kita semua, kita membutuhkan fasilitas yang lebih besar,” imbuhnya.

Perusahaan Belanda, Omegabaars menunjukan cara ini dapat dilakukan. Usaha budidaya ikan telah memantapkan siklus air dan nutrisi yang dibagi dengan pertanian tomat tetangga.

Harga produk Phood Farm sudah bisa bersaing dengan harga lokal di pasar Eindhoven. Walaupun perusahaan baru itu belum mendapat profit yang besar, diperkirakan itu akan berubah dalam beberapa bulan atau tahun kedepan.

Fasilitas yang lebih besar di tengah-tengah kota masih dalam proses perencanaan. Hingga waktu itu tiba, "pesawat luar angkasa akuaponik" akan tetap berada di atas tanah, tapi ini siap dan menunggu untuk terbang. (mn/as)

 

Tim Schauenberg
Tim Schauenberg Salah satu reporter iklim DW, Tim Schauenberg berbasis di Brussels dan Münster.tim_schauen