1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikRusia

Apakah Rusia akan Menyerang Ukraina dengan Senjata Nuklir?

Roman Goncharenko
24 Mei 2024

Rusia mulai berlatih senjata nuklir taktis di dekat perbatasan Ukraina. Namun, para ahli tidak berpikir bahwa serangan akan segera dilancarkan karena dianggap lebih sebagai gertakan politik.

https://p.dw.com/p/4gCEG
Serangan Rusia ke Donetsk, Ukraina
Serangan Rusia ke Donetsk, UkrainaFoto: Oleksandr Ratushniak/REUTERS

Rusia memulai manuver senjata nuklir taktis yang diumumkan pada awal Mei. Tahap pertama dari latihan perang tersebut meliputi persiapan dan penggunaan senjata nuklir nonstrategis, berlangsung di bagian selatan Rusia dekat perbatasan Ukraina, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan di Moskow Selasa (21/05).

Latihan semacam itu digelar untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina. Kementerian Pertahanan Rusia pertama kali mengumumkan manuver-manuver tersebut pada 6 Mei, satu hari sebelum Presiden Rusia Vladimir Putiin memulai masa jabatannya yang kelima.

Manuver-manuver ini akan dilakukan oleh unit pertahanan udara dan unit rudal angkatan laut. Disebutkan, tujuannya untuk "meningkatkan kesiapan pasukan nuklir non-strategis."

Area cakupannya tidak hanya wilayah kedaulatan Rusia, tetapi juga Krimea, yang dianeksasi secara ilegal pada tahun 2014, sekaligus empat wilayah di Ukraina bagian tenggara yang sebagian telah diduduki Rusia.

Kritik berdatangan dari Barat 

Para pejabat negara-negara Barat telah berulang kali mengkritik pimpinan Rusia karena membuat ancaman nuklir. Putin belum secara terbuka mengancam serangan nuklir, meskipun ia telah memperingatkan Barat akan kemungkinan perang nuklir jika terjadi konfrontasi langsung.

Di sisi lain, Dmitry Medvedev, mantan presiden Rusia dan wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, dalam beberapa kesempatan secara terbuka mengancam penggunaan senjata nuklir. Ancaman yang sama sekali lagi diungkapkannya pada hari Senin (20/05).

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, juga mengaitkan latihan senjata nuklir taktis ini dengan pernyataan para politisi Barat, mengenai kemungkinan pengerahan pasukan mereka di Ukraina, dan secara khusus menyebut nama Presiden Prancis Emmanuel Macron. Peskov menegaskan tentang "babak baru ketegangan yang semakin meningkat."

Serangan nuklir ke Ukraina 'tidak masuk akal'

Para ahli yang diwawancarai DW sepakat bahwa penggunaan senjata nuklir di Ukraina sangat tidak mungkin dan tidak ada gunanya.

"Dari sudut pandang militer, penggunaan senjata nuklir oleh Rusia di Ukraina, tidak masuk akal dalam situasi apa pun," kata Pavel Podvig dari Institut Penelitian Perlucutan Senjata PBB. Rusia tidak akan dapat benar-benar mempraktikkan serangan selama latihan, hanya prosedur penggunaan senjata, menurut ahli tersebut. 

Nikolai Sokov dari Pusat Perlucutan Senjata dan Non-Proliferasi Wina meyakini, tidak pernah ada rencana untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina - bahkan pada musim gugur 2022 ketika tentara Rusia menarik diri dari wilayah Kharkiv dan Kherson.

Latihan senjata nuklir sebagai peringatan bagi Barat

Eskalasi nuklir telah menjadi salah satu ketakutan terbesar Barat sejak awal invasi Rusia. Para politisi dan pakar Barat mengatakan, inilah alasan mengapa barat memasok senjata secara perlahan dan terukur ke Ukraina.

Mathieu Boulegue, seorang peneliti di Wilson Center di AS mengatakan, Moskow hanya mengandalkan respons ini. Dia tidak percaya bahwa latihan nuklir yang direncanakan Rusia "semata-mata disebabkan oleh sikap Prancis."

Menurutnya, latihan-latihan itu adalah bagian dari "intimidasi dan gertakan yang terus-menerus” dari Kremlin, dan ia berpendapat bahwa tujuannya adalah untuk mematahkan tekad Barat untuk mendukung Ukraina.

Putin juga ingin menampilkan dirinya sebagai "pemimpin yang kuat", terutama menjelang 9 Mei, ketika Rusia merayakan kemenangan Soviet atas Nazi Jerman, menurut Boulegue.

Sebagian besar ahli melihat pengumuman terbaru ini sebagai peringatan bagi Barat. "Tidak ada yang baik dari sinyal politik ini, tapi kita harus mencoba untuk menerimanya dengan bijaksana," kata Podvig. (fr/as)