1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Yang Terjadi Jika Assad Jatuh?

6 Juli 2011

Presiden Suriah, Bashar al Assad terus tindak demonstran dengan kekerasan dan menembak mereka. Dunia internasional ragu untuk bertindak, karena tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi di kawasan itu jika Assad jatuh.

https://p.dw.com/p/11qYw
In this screen grab taken from Syrian TV, Syria's President, Bashar Assad delivers a speech, in Damascus, Syria, Monday, June 20, 2011. Syria's embattled president says "saboteurs" are trying to exploit legitimate demands for reform in the country. President Bashar Assad's speech Monday was only his third public address since the country's uprising began in March. He said the saboteurs are "a small faction" but they are causing a lot of damage and have infiltrated peaceful protests. (Foto:Syrian TV/AP/dapd) SYRIA OUT TV OUT
Presiden Bashar al AssadFoto: dapd/Syrian TV

Warga muslim, Kristen, Alevi, Druze, Ismailiyah dan sebagainya. Tidak ada negara lainnya di Timur Tengah, kecuali Libanon, memiliki keragaman etnis seperti Suriah. Menurut konstitusi Suriah adalah negara sekuler, yang sejak beberapa puluh tahun lalu bersifat sosialis. Dalam 41 tahun terakhir rejim keluarga Assad tidak pernah mengikuti secara terbuka politik konvensional. Demikian dikatakan pakar timur tengah Volker Perthes dari yayasan ilmu pengetahuan dan politik di Berlin. Terutama kelompok minoritas Suriah khawatir akan hal itu.

Perthes mengatakan, "Jatuhnya rejim Assad mungkin akan mengakibatkan pertempuran berdarah dan berlangsung lama, kemungkinan dalam bentuk seperti perang saudara, di mana ketegangan antar agama semakin tinggi dan bobotnya besar. Mungkin akan terjadi bentrokan yang menimbulkan serangan berlatarbelakang balas dendam.“

In this citizen journalism image made on a mobile phone and provided by Shaam News Network, anti-Syrian President Bashar Assad protesters, hold up banners during a demonstration against the Syrian regime, in Kfar Nebel village near the the province of Edlib, northwest Syria, on Friday July 1, 2011. Human rights activists say three people have been killed as tens of thousands of Syrians shouting for President Bashar Assad to leave office take to the streets across the country. The two Arabic banners at left read: "Yes to national salvation conference, no to dialogue with the killers, Aleppo said its word, Leave". (AP Photo/Shaam News Network) EDITORIAL USE ONLY, NO SALES, THE ASSOCIATED PRESS IS UNABLE TO INDEPENDENTLY VERIFY THE AUTHENTICITY, CONTENT, LOCATION OR DATE OF THIS HANDOUT PHOTO
Demonstrasi menentang presiden di Kfar (01/07)Foto: dapd

Serangan Bermotiv Balas Dendam

Serangan berlatarbelakang dendam selama ini tidak nampak di negara-negara dengan satu agama, seperti Tunisia dan Mesir. Di Suriah itu bisa terjadi. Demikian dikatakan Perthes. Terutama terhadap kaum Alevi mungkin akan ada balas dendam, karena Assad termasuk kelompok itu. Selain itu, baik Bashar al Assad, maupun ayahnya Hafez al Assad sering menempatkan anggota kelompok Alevi untuk posisi penting dalam pemerintahan, milliter dan dinas rahasia.

Sejak awal demonstrasi, pemerintah di Damaskus mengatakan, itu adalah perlawanan bersenjata, yang harus ditekan. Rejim menyatakan kekuatan asing bertanggungjawab atas kerusuhan. Kaum Islamis, penganut Salafi, bahkan warga Libanon juga kadang dituduh. Perasaan takut warga akan ketegangan antar agama dimanfaatkan oleh pemerintah. Ini semakin menambah kemarahan demonstran.

Itu dikatakan pakar Suriah dan wartawan, Kristin Helberg. Menurut Helberg, mereka sering berusaha menunjukkan lewat slogan atau plakat, bahwa mereka ingin persatuan rakyat Suriah, dan mereka menentang ketegangan antar agama. Mereka juga katanya mendorong reformasi bersama kelompok-kelompok agama dan mendorong perubahan.

epa02805607 A handout photograph made available on 01 July 2011 by Syrian official news agency SANA shows Syrian young people during a demonstration named 'Friday of departure' against the Syrian government in Barzeh, suburb of Damascus, Syria. Nine people were killed Friday after security forces opened fire at anti-government protesters calling on President Bashar al-Assad to step down, activists said. The nine names were posted on the Facebook page of the Local Coordination Committees of Syria (LCC), a group of activists who have been documenting the protests since they began in mid-March. EPA/SANA/HANDOUT HANDOUT EDITORIAL USE ONLY/NO SALES +++(c) dpa - Bildfunk+++ usage Germany only, Verwendung nur in Deutschland
Demonstrasi di Barzeh, di pinggiran ibukota Damaskus (01/07)Foto: picture-alliance/dpa

Mencegah Fundamentalisme

Sekitar 70% rakyat Suriah memeluk agama Islam Suni. Alevi, Druze, Ismailiyah jumlahnya sekitar 20%, dan 10% warga Suriah beragama Kristen. Ditambah dengan warga Kristen Irak, yang menjadi pengungsi di Suriah, karena di negaranya mereka diculik, ditekan dan dibunuh secara terarah. Banyak warga Kristen di Suriah khawatir, jika keluarga Assad jatuh mereka juga harus mengungsi.

Baik Hafez maupun putranya, Bashar al Assad telah berusaha menekan aliran-aliran fundamentalis. Walaupun keluarga Assad dikenal memiliki hubungan baik dengan kelompok Syiah, Hisbullah di Libanon dan Iran, mereka selalu berhasil menahan Hisbullah untuk tidak masuk ke Suriah. Pakar Timur Tengah, Volker Perthes mengatakan, Hisbullah aktif dari Libanon, mereka tidak aktif secara politis di Suriah. Rejim Assad juga bekerjasama dengan Hamas.

Poros Syiah Akan Patah

Di masa lalu keluarga Assad selalu menunjukkan kepada rakyat, bahwa mereka yang anggota kelompok minoritas Alevi, mengurus warga minoritas dengan baik. Jadi Suriah memiliki sejarah toleransi keagamaan yang baik. Sebelum tahun 1970 pun, warga mayoritas Islam di Suriah terwakili di pemerintahan. Tetapi kabinet juga beranggotakan orang-orang beragama Kristen dan Alevi. Ini adalah salah satu dampak letak Suriah, yaitu antara Turki dan dunia Arab. Sehingga berbagai kebudayaan dan kelompok agama meninggalkan jejaknya di negara itu.

Jika perpecahan etnis terjadi setelah jatuhnya Assad, kaum minoritas tidak perlu merasa takut kepada pemerintah yang mayoritas anggotanya Sunni. Keluarga Assad sudah mengupayakan sedemikian rupa, sehingga di negara itu hampir tidak ada kekuatan fundamentalis. Dunia barat juga tidak perlu khawatir, karena jika kekuasaan berganti di Suriah, poros Syiah antara Suriah dan Libanon akan patah.

Diana Hodali / Marjory Linardy

Editor: Dyan Kostermans