1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ancaman Konflik Saudara Akibat Pilpres

8 Juli 2014

Calon presiden Abdullah Abdullah mengklaim dirinya sebagai pemenang pemilihan umum di Afghanistan, dan menyalahkan kecurangan yang menyebabkan dirinya kalah dalam perhitungan suara dibanding saingannya Ashraf Ghani.

https://p.dw.com/p/1CXyQ
Foto: Aref Karimi/AFP/Getty Images

“Kami bangga, kami menghormati pilihan rakyat, kami adalah pemenang,” kata Abdullah kepada ribuan pendukungnya yang bersorak sorai di ibukota Kabul.

“Kami tidak akan menerima hasil pemilihan yang curang – tidak hari ini, tidak besok, tidak akan pernah.”

Peseteruan mengenai hasil pemilu dikhawatirkan menimbulkan kerusuhan etnis dan mengembalikan negara itu ke masa konflik diantara para panglima perang suku yang menghancurkan Afghanistan selama perang saudara 1992-1996.

Namun Abdullah menyerukan kepada negerinya untuk tetap bersatu menghadapi transfer kekuasaan setelah Presiden Hamid Karzai yang telah 13 tahun berkuasa turun, seiring penarikan 50.000 pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat.

“Kita tidak ingin memecah Afghanistan, kami ingin melestarikan persatuan nasional dan martabat Afghanistan,” kata dia.

”Kami tidak ingin perang saudara, kami tidak ingin krisis. Kami ingin stabilitas, kesatuan nasional, bukan perpecahan.”

Sebelumnya bekas ekonom Bank Dunia Ashraf Ghani dinyatakan memenangkan pemilu, berdasarkan hasil perhitungan awal hari Senin.

Kecurangan?

Tuduhan kecurangan segera memicu perselisihan dan kecemasan atas stabilitas negara itu setelah angka-angka menunjukkan bahwa Ghani meraih 56,4 persen atas lawannya bekas menteri luar negeri Abdullah yang meraih 43,5 persen.

Presiden Afghanistan berikutnya akan menghadapi momen menentukan seiring penarikan pasukan sekutu dan situasi ekonomi yang rentan dengan menurunnya bantuan internasional.

“Kita tidak bisa membantah kecurangan dan pelanggaran dalam proses (pemilu),” kata kepala Komisi Pemilihan Independen IEC, Ahmad Yusuf Nuristani kepada para wartawan.

“Dalam beberapa kasus pasukan keamanan terlibat, dalam kasus lainnya pejabat senior pemerintah seperti gubernur dan pejabat yang lebih rendah juga terlibat (kecurangan).”

Nuristani menekankan bahwa hasil pemilu awal ini akan diaudit dan dihitung berdasarkan pengaduan yang muncul, sebelum hasil akhirnya nanti diumumkan pada 24 Juli.

“Hasil awal ini sama sekali bukan pengumuman mengenai pemenang pemilu,” kata dia. ”Perubahan hasil akhir mungkin terjadi.“

Perselisihan hasil pemilu ini dikhawatirkan bakal menggagalkan proses pengalihan kekuasaan paling demokratis pertama di negara itu.

”Pengumuman hasil (awal) ini adalah sebuah kudeta atas kehendak rakyat,” kata Mujib Rahman Rahimi, seorang jurubicara untuk calon presiden Abdullah.

“Kami tidak mengakui hasil (sementara) ini dan kami telah memotong semua kontak dengan IEC dan tim (capres) Ghani.”

Sebaliknya, Ghani menyambut pengumuman itu, dan melalui seorang juru bicara perempuannya Azita Rafat mengatakan: ”Kami bekerja keras dan melihat hasilnya, tapi kami tidak ingin berprasangka atas hasil akhir.”

Para pendukung Ghani merayakan kemenangan di Kabul dengan memukul-mukul drum dan menembakkan senjata ke udara, sementara kelompok-kelompok kecil pendukung Abdullah mengendarai mobil berkeliling kota sebagai bentuk protes.

ab/rn (afp,ap,rtr)