1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Polri dan TNI Bunuh Warga Papua Secara "Ilegal"

2 Juli 2018

Organisasi HAM, Amnesty International, menyebut aparat keamanan secara ilegal membunuh 95 aktivis kemerdekaan dan penduduk sipil di Papua. Sebagian besar kasus pembunuhan bahkan tidak terkait gerakan separatisme

https://p.dw.com/p/30eoc
Indonesien Timika - Dorfbewohner vor indonesischen Rebellen in Sicherheit gebracht
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto

Kepolisian Indonesia dan TNI bertanggungjawab atas setidaknya 95 kasus pembunuhan "ilegal" terhadap aktivis kemerdekaan Papua sejak tahun 2010, klaim Amnesty International. Organisasi HAM itu mencatat kebanyakan korban merupakan anggota suku asli. Dari 95 kasus, sebanyak 56 kasus pembunuhan tidak berkaitan dengan gerakan separatisme Papua.

Laporan yang berdasarkan studi selama dua tahun tersebut juga menyebut tidak satupun kasus pembunuhan diusut secara independen. Dalam sepertiga kasus Polri atau TNI bahkan tidak melakukan investigasi internal. Jikapun kedua institusi mengumumkan penyidikan internal, hasilnya tidak diungkap ke publik. Sebanyak delapan kasus kematian diselesaikan dengan membayar uang ganti rugi atau babi kepada keluarga korban.

Amnesty menulis kebanyakan korban pembunuhan berusia muda, yakni di bawah 30 tahun dan hanya terlibat dalam aksi damai. Pembunuhan yang terjadi hampir setiap bulan selama delapan tahun terakhir ini adalah "noktah hitam" dalam catatan penegakan Hak Azasi Manusia di Indonesia, tutur Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.

"Budaya impunitas di kalangan aparat keamanan harus diubah," ujarnya lagi. "Dan mereka yang bertanggungjawab atas kasus pembunuhan harus diseret ke pengadilan."

Dalam kolom editorial di The Jakarta Post, Usman Hamid menulis pihaknya mencatat tendensi mengkhawatirkan, " dimana polisi dan tentara menggunakan taktik mematikan dalam perang separatisme terhadap aksi protes yang tidak berkaitan dengan kemerdekaan Papua. Hasilnya tidak sedikit anggota masyarakat yang menyuarakan aspirasi non-politis turut menjadi korban pembunuhan ilegal," tulis Hamid.

Salah satu kasus yang paling mencolok adalah kerusuhan di Paniai 2014, di mana warga desa yang memrotes kasus pemukulan bocah lokal oleh polisi dengan melemparkan batu dan kayu ditembaki oleh aparat keamanan. Saksi mata melaporkan salah seorang polisi bahkan menembak demonstran dari jarak dekat. Empat penduduk akhirnya dinyatakan tewas.

Meski berjanji akan menuntaskan kasus tersebut, Presiden Joko Widodo hingga kini belum berhasil mengakhiri praktik impunitas di kepolisian dan TNI. Untuk kasus Paniai misalnya, pemerintah gagal membentuk penyelidikan independen meski Komisi Nasional HAM menemukan bukti "pelanggaran HAM berat" dalam kasus tersebut.

rzn/yf (ap, rtr)