1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

ALDI, Mengais Euro di Atas Derita Buruh Indonesia

Rizki Nugraha10 Mei 2007

LSM Jerman Südwind menerbitkan laporan yang menuduh jaringan supermarket murah terbesar di Jerman mengeksploitasi buruh Indonesia demi mengejar keuntungan.

https://p.dw.com/p/CP6J
Seorang pelanggan ALDI di Ettlingen, Jerman
Seorang pelanggan ALDI di Ettlingen, JermanFoto: picture-alliance/dpa

Kamis sore di salah satu sudut kota Bonn, Jerman. Supermarket ALDI penuh sesak dipadati pembeli yang sebagian besar ibu-ibu rumah tangga. Barang yang dijajakan terhitung murah untuk ukuran kantong orang Jerman.

Apalagi setiap minggu, Supermarket ALDI menawarkan berbagai barang dengan potongan harga selangit. Kemeja lengan pendek minggu ini dibanderol 7,99 Euro atau setara 85 ribu rupiah. Kalau beli di toko baju, pembeli biasanya harus siap merogoh kocek 2 sampai 3 kali lipatnya. Bisa diduga, ALDI selalu kebanjiran pembeli.

Sore itu sebagian besar kemeja sudah ludes diborong pengunjung, yang tersisa cuma beberapa potong saja. Ketika ditanya dari mana barang itu berasal, tidak satupun pegawai yang sedang bekerja bisa menjawab.

Faktanya sebagian barang-barang tekstil yang dijual oleh ALDI diproduksi di Indonesia. Beberapa hari lalu, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Jerman, Südwind menerbitkan laporan yang menuduh ALDI menutup mata terhadap parahnya kondisi buruh pabrik yang memproduksi baju murah buat jaringan supermarket terbesar di Jerman itu.

Upah yang kelewat rendah, cuma berkisar 400 ribu per bulan, jam kerja yang bisa sampai 80 jam per minggu memenuhi daftar temuan LSM yang berbasis di kota Siegburg, Jerman itu.

Usut-punya usut terungkaplah PT. Ricky Putra Globalindo yang bersemayam di Citeureup Bogor yang menjadi salah satu pemasok terbesar ALDI di Indonesia. Setiap tahunnya PT Ricky mampu menjahit sedikitnya 400 miliar potong baju, mulai dari celana dalam hingga kemeja kerja.

Tapi dari catatan Südwind, perusahaan dengan omset 25 miliar rupiah per tahun ini lah yang paling banyak melanggar hak buruh. Sebagian besar buruh PT Ricky mengaku harus bekerja hingga 12 jam sehari, tujuh hari seminggu. Bahkan nilai upah buruh yang tertera pada slip gaji yang disodorkan Südwind kepada DW cukup mencengangkan, cuma 350 ribu per bulan.

Ketika dihubungi DW, PT. Ricky melalui kepala bidang personalianya, Dinar Panjaitan menampik hasil laporan Südwind. Menurut Dinar, perusahaan tempatnya bekerja sudah menerapkan standar kelaikan kerja internasional.

“Nah itu kan kata mereka pak, kita kan tidak melakukan itu. Kita juga sering diperiksa oleh Bayer, Dollar General (Supermarket), SOT (Society of Toxicology), bahkan daftar absen pun diperiksa sama mereka. Jadi kita tidak mungkin melakukan itu. Bulan kemarin saya bahkan sudah diaudit lagi, diaudit sama independen pak, kalau tidak salah dari Sukofindo, SGS. Nah mereka tidak menemukan masalah.”

Pernyataan PT. Ricky itu diperkuat oleh ALDI. Ketika dikonfirmasi, ALDI cuma menjawab, para pemasoknya sudah menyodorkan bukti pemeriksaan standar kelaikan kerja oleh pihak independen. Tapi hal ini segera dibantah sang empunya laporan, Ingeborg Wick dari Südwind. Menurut Wick, pemeriksaan dari pihak independen tidak bisa dijadikan alasan.

“Buktinya meskipun sudah diaudit oleh perusahaan yang bersangkutan atau pemeriksaan dari pihak independen, kondisi kerja buruh tekstil tetap saja buruk.”

Lebih dari 1 Miliar Euro atau sekitar 10 Triliyun rupiah berhasil diraup ALDI setiap tahunnya dari penjualan produk tekstil. Meskipun terkenal murah, bukan berarti pelanggan ALDI cuma mereka yang berkantong tipis. Sekitar 85 persen penduduk Jerman mengaku pernah berbelanja di supermarket tersebut. Bahkan sebagian besar pelanggan merupakan orang-orang berduit

Tak heran, jika sang pemilik, Albrecht bersaudara didaulat menjadi orang terkaya di Jerman dengan kekayaan 30 Miliar Euro atau sekitar 350 triliyun rupiah. Südwind sendiri walaupun menuduh ALDI mengabaikan hak buruh demi mengejar keuntungan, tidak bermaksud agar ALDI memutuskan kontrak kerja dengan pemasoknya di Indonesia. Tapi menurut Wick lagi, kalau tidak ditekan, ALDI akan tetap diam menikmati keuntungannya. Lagian, tidak satupun pelanggan ALDI bakal tahu, dalam kondisi kerja seperti apa baju yang mereka beli diproduksi, dan kenapa bisa sebegitu murah.