1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Alasan Optimisme untuk Tunisia

17 Januari 2011

Setelah vakum kekuasaan akibat kaburnya eks Presiden Ben Ali ke Arab Saudi, Tunisia membentuk pemerintahan transisi.

https://p.dw.com/p/zytM
Foto: dpa/DW-Fotomontage

Perkembangan situasi di Tunisia dikomentari harian Norwegia Aftenposten

"Pergantian kekuasaan di Tunisia menimbulkan banyak pertanyaan. Yang paling dipertanyakan adalah peranan militer. Banyak suara kritis berpendapat di sana kini duduk penguasa sebenarnya. Setelah mengalami tekanan lama, situasi bagi bekas oposisi sulit, terorganisir buruk dan tidak memiliki tokoh pimpinan. Hampir semua aktor politik Tunisia untuk jabatan yang diembannya, merasa berhutang budi kepada eks Presiden Ben Ali yang kabur. Harapan untuk negara itu terletak pada penduduknya yang berpendidikan cukup baik dan warga kelas menengah yang cukup banyak. Juga hak-hak perempuan memiliki tempat di masyarakatnya yang modern. Ini memberi alasan untuk merasa optimis, jika masa transisi yang sulit berhasil dilewati."

Sementara komentar harian Perancis La Croix

"Diperlukan pembakaran diri seorang pedagang muda tepat satu bulan lalu, agar Tunisia membuka babak baru sejarahnya. Orang teringat akan pria Cekoslowakia Jan Palach yang pada tahun 1969 membakar dirinya di Praha, sebagai protes menentang invasi panser-panser Rusia ke negaranya. Orang juga teringat aksi berani seorang pemuda Cina 20 tahun lalu yang menghadang panser-panser yang hendak membubarkan protes di Lapangan Tiananmen di Beijing. Orang-orang ini dan berbagai kisah hidup tetap akan lama dikenang dan mungkin akan menjadi sejarah. Mudah-mudahan warga Tunisia dengan bantuan masyarakat internasional dapat menjadikan tindak keputus-asaan pedagang muda Mohammed Bouazizi memiliki manfaat."

Pergantian ketua partai ultra nasionalis kanan Front Nasional Perancis dari pendirinya Jean-Marie Le Pen kepada putrinya Marine, menjadi sorotan harian Austria Standard

"Kemasan baru untuk sebuah gerakan lama di tahun-tahun mendatang memiliki konsekuensi besar bagi politik Perancis. Karena dengan Marine Le Pen, Partai Front Nasional memisahkan diri dari gerakan ekstremis kanan tradisional yang masih diwarisi racun fasisme dan antisemitisme. Ketua partai yang baru itu mencari akses ke populis kanan modern Eropa, yang ingin melindungi sejarah Eropa dari banjir imigran muslim. Haluan semacam itu kini perlu dipoles. Daya tariknya akan mendesak Presiden Nicolas Sarkozy untuk mengambil haluan lebih keras anti orang asing. Dan front anti Le Pen lama dari partai-partai lainnya akan lebih lemah menghadapi Le Pen yang baru."

Dyan Kostermans/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk