1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Desak Akses Informasi Pencemaran Malinau

10 Agustus 2021

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Utara (Kaltara) layangkan gugatan sengketa informasi publik berkaitan hasil uji mutu air pada kejadian dugaan pencemaran Sungai Malinau setelah jebolnya tanggul.

https://p.dw.com/p/3ynDU
Sungai Malinau tercemar, diduga karena limbah pertambangan batu bara
JATAM desak dibukanya akses informasi dugaan pencemaran di Sungai MalinauFoto: Rei Handrius

Setengah tahun silam, tanggul penampung limbah pertambangan batu bara di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), jebol. Menurut informasi  warga setempat yang dihimpun Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), limbahnya mengalir ke Sungai Malinau. Warga mengeluhkan terjadinya perubahan warna air sungai, meningkatnya kekeruhan yang kemudian diikuti terhentinya layanan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Andry Usman dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Utara menyebutkan, warga dari 14 desa terdampak kesulitan mendapatkan akses air bersih, sementara penghidupan mereka sangat bergantung pada sungai ini. Akhirnya mereka terpaksa menadah air hujan untuk memenuhikebutuhan air.

Adapun desa-desa yang terdampak antara lain Sengayan, Langap, Long loreh, Gongsolok, Batu Kajang, Setarap, Setulang, Setaban, dan desa-desa di sepanjang aliran sungai Mentarang yakni Lidung Keminci, Pulau Sapi sampai ke daerah aliran Sungai Sesayap, yakni di Desa Tanjung Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu dan Malinau Kota.

Berdasarkan informasi dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Utara, dinas lingkungan dan polisi telah melakukan investigasi dan mengambil sampel air Sungai Malinau. Kini kalangan aktivis lingkungan dan warga menanti dibukanya akses informasi publik terkait baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara, untuk mengetahui tingkat kategori pencemaran.

Menanti dibukanya akses informasi

Salah satu warga Kalimantan Utara, yang merupakan aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Utara, Andry Usman menandaskan, hasil uji sampel dan hasil investigasi oleh badan pemerintah dan penegak hukum tersebut wajib dibuka secara transparan kepada publik, "Itu penting karena nilai informasinya yang sangat penting berkaitan dengan kepentingan hajat hidup dan keselamatan masyarakat atau orang banyak.”

Andry Usman mewakili para warga mengajukan permohonan informasi publik terkait hasil investigasi dan hasil uji laboratorium sampel air tersebut: "Namun badan publik atau instansi yang dimohonkan yakni Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malinau dan Polda Kalimantan Utara tidak menjawab dan mengabaikan permohonan informasi yang kami ajukan,” keluhnya.

Tanggapan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara, melalui surat tertanggal 04 Mei 2021, sudah diterima. "Namun tanggapan tersebut tidak menjawab sesuai dengan yang diminta atau tidak menjawab sebagaimana permohonan kami para pemohon. Oleh sebab itu, kami mengajukan gugatan informasi ke dinas lingkungan kabupaten dan provinsi serta kepolisian," tambah Andry.

Gugatan Informasi ini telah didaftarkan di Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Utara Juli lalu. "Kami menyerukan kepada publik untuk memantau, terlibat dan bersolidaritas dalam proses gugatan informasi ini, demi terpenuhinya hak atas informasi bagi warga Kalimantan Utara dan Kabupaten Malinau, khususnya desa-desa utama yang terdampak akibat kelalaian pertambangan batu bara di wilayah itu," tandas Andry.

Ketua Ekskutif Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Tarakan Mohd. Aswan
Ketua Ekskutif Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Tarakan Mohd. Aswan mendesak keseriusan pemerintah dalam menangani kasus dugaan pencemaran di Sungai Malinau.Foto: Mohd. Aswan

Desakan penutupan permanen

Ketua Ekskutif Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Tarakan Mohd. Aswan menyebutkan, masyarakat Kaltara berhak tahu apa hasil dari uji laboratorium dan hasil investigasi badan-badan pemerintah dan penegak hukum yang telah digaji dari uang negara tersebut, "Gubernur Kaltara sebagai Pimpinan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi harus memberikan teladan bahwa Informasi pencemaran adalah informasi terbuka yang harus diberikan kepada publik, bukan untuk disembunyikan," ujarnya.

Merah Joharsyah dari JATAM nasional menandaskan, bukan sekali ini tanggul jebol. Meski beberapa pertambangan sudah dikenai sanksi pun menurutnya tak menyelesaikan persoalan. "Selama ini pemerintah daerah menbiarkan. Harus dicabut total izinnya. Tidak boleh ada pertambangan di bagian hulu sungai, karena pasti mencemari,” pungkasnya. (ap/as)