1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Afrika Selatan Masih Perlukan Perubahan

10 Februari 2010

20 tahun lalu Nelson Mandela keluar dari penjara apartheid. Sejak itu Mandela memimpin Afrika Selatan menuju demokrasi dan rekonsiliasi yang membuatnya menjadi negarawan besar.

https://p.dw.com/p/LyLt
Nelson MandelaFoto: AP

11 Februari 1990, Johannesburg, Nelson Mandela kembali menghirup udara kebebasan. Nelson Mandela mengungkapkan perasaannya saat kembali ke kampung halamannya Soweto, sebuah distrik di Johannesburg.

"Hari ini saya kembali ke Soweto dengan perasaan bahagia. Dalam waktu yang sama saya merasa sedih. Sedih karena masih ada orang-orang yang menderita akibat sistem apartheid yang tidak manusiawi.”

Pada tahun 1993, Nelson Mandela dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian bersama Presiden Afrika Selatan Frederik Wilhem de Klerk karena perjuangannya membebaskan rakyat Afrika Selatan dari sistem pemisahan warga kulit putih dan kulit hitam di negara itu.

Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan dan de Klerk menjadi wakil presidennya. Agenda utama politiknya adalah rekonsiliasi dengan mengembalikan hak-hak dan martabat warga kulit hitam dan menjamin warga kulit putih bahwa mereka tidak perlu takut terhadap perubahan.

“Ketika Mandela dibebaskan, orang-orang menyadari bahwa hanya dia yang mereka harapkan,” demikian dikatakan peraih Nobel Perdamaian Uskup Agung Anglikan Desmond Tutu. Uskup Agung Tutu menambahkan, Mandela merupakan negarawan yang sangat dipuja dan dihormati di dunia dan salah satu figur besar di dunia.

20 tahun setelah Nelson Mandela dibebaskan, Afrika Selatan menjadi negara demokratis.

Transformasi Afrika Selatan menjadi negara yang demokratis selalu dinilai sebagai keajaiban. Upaya rekonsiliasi yang dilakukan Mandela dalam memenangkan kaum konservatif garis keras kulit putih telah berhasil, masyarakat yang terpecah yang kini sudah berintegrasi. Warga kulit hitam dan putih kini hidup berdampingan saling menghormati.

Sejumlah pengamat mengatakan, warisan Mandela yaitu Afrika Selatan yang demokratis kini ditutupi bayang-bayang jurang ekonomi antara kaum kaya dan miskin. Selain itu, masih banyak warga kulit hitam Afrika Selatan hidup dalam kemiskinan dan tinggal di kawasan permukiman kumuh. Jumlah resmi pengangguran di Afrika Selatan mencapai 25 persen dan menurut pengamat, jumlah pengangguran yang sesungguhnya lebih banyak lagi.

Dua puluh tahun setelah pembebasan Mandela, Afrika Selatan memerlukan perubahan total dalam mengatasi masalah struktural ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang rendah, demikian diungkapkan Peter Attard Montalto, ekonom pembangunan pasar Afrika Selatan. Montalto menambahkan, saat ini Afrika Selatan memerlukan Mandela berikutnya, yang membangun negara dan melakukan revolusi dalam perekonomian.

LS/AP/dpa/afp