1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Adieu Monsieur Chirac!!!

12 Maret 2007

Setelah 12 tahun berkuasa, Presiden Perancis Jacques Chirac akhirnya menutup perjalanan karirnya. Ia tidak lagi berniat mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.

https://p.dw.com/p/CP8A
Jacques Chirac
Jacques ChiracFoto: AP

Semuanya kelihatan sama seperti ketika ia datang. Kata-kata besar, dirangkum dalam pidato yang mengucur deras dari mulut lelaki berumur 74 tahun itu. Jacques Chirac bukan sosok yang suka melawan keinginan rakyatnya.

Lewat pidato penghabisan itu, Chirac ingin sekali lagi menunjukkan, betapa hatinya masih berdetak ke kanan, ke arah jantung konservatisme Prancis. Sebagaimana juga tiga tahun lalu, ketika Amerika Serikat habis-habisan merayu Eropa untuk menyerang Irak, Chirac bergeming atas permintaan rakyatnya. Bekas walikota Paris itu sebenarnya boleh merasa bangga, karena banyak warga Prancis yang berterima kasih atas sikapnya itu.

"Dalam politik luar negeri, terutama masalah perang Irak, Chirac tampil meyakinkan."

"Satu-satunya yang positif adalah sikapnya menyangkut perang Irak."

Tapi cerita bisa berbeda jika memakai sudut pandang Franz-Olivier Giesbert, seorang wartawan yang juga menulis buku tentang 12 tahun masa jabatan Chirac.

"Kalau ada yang bilang, Chirac bersikap berani dalam perang Irak, maka saya cuma bisa tertawa. Faktanya, Tony Blair-lah yang berani, keputusannya untuk ikut perang Irak berlawanan dengan keinginan rakyatnya, juga Jose-Maria Aznar. Sebaliknya, Chirac kan tidak mengambil risiko apapun. Lebih dari 70 persen warga Prancis menolak perang Irak. Jadi Chirac sekali lagi cuma membiarkan mantelnya ditiup angin."

Sosok yang oportunis, begitulah berbagai tudingan yang melayang ke kantornya di Istana Elysee. Beberapa wartawan bahkan menamainya bendera cuaca yang berkibar mengikuti arah angin. Memang tidak jarang Chirac mengubah sikapnya atau membatalkan langkah reformasi, kalau ratusan ribu manusia sudah turun ke jalan. Kesehatan, jaminan pensiun, sistem sosial, di semua bidang tersebut hampir tidak ada satupun perubahan yang dapat dirasakan, begitu tuding Gisebert lagi.

"Kalau Anda mengevaluasi kinerja Chirac selama 12 tahun masa jabatannya, maka Anda tidak akan menemukan banyak perubahan. Di bidang ekonomi, sosial atau apapun. Ketika Schröder di Jerman banting tulang mempertahankan politik reformasinya, di Prancis adem ayem saja. Sama sekali tidak ada perubahan."

Chirac memulai karir politiknya ketika berumur 30 tahun. Saat itu ia dipercaya menjadi penasehat Presiden Pompidou. Berkali-kali Chirac menduduki pos menteri, sebelum akhirnya menjabat perdana menteri untuk dua kali masa pemerintahan. Setelah sempat menjabat walikota Paris, Chirac kemudian memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai Presiden Prancis.

Dua kali ia berhasil meyakinkan warga Prancis akan sosoknya yang ambisius dan dapat dipercaya. Chirac memang terkenal terampil merebut simpati masyarakat Prancis dan pawai dalam urusan mempertahankan kekuasaan. Tapi sayangnya cuma sebatas itu saja keahliannya, begitu menurut Franz-Olivier Giesbert. Kalau sudah di puncak kekuasaan, Chirac acap terkesan ompong dan mati kutu.

Chirac setidaknya bisa dengan santai mengucapkan selamat tinggal untuk panggung politik Prancis. Kepergian sosok yang penuh karisma, doyan berkelakar, tapi serius itu cuma menutup satu lagi kisah perjalanan seorang negarawan dalam buku sejarah Prancis. Hanya satu, tidak lebih.