1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ada Barter di Balik Pengesahan UU MK?

Detik News
2 September 2020

DPR telah mengesahkan RUU Mahkamah Konstitusi menjadi UU pada Selasa (01/09). Di balik cepatnya proses pembahasan hingga pengesahan yang tidak sampai dua pekan, aktivis mencium adanya aroma "barter politik."

https://p.dw.com/p/3htDF
Mahkamah Konstitusi
Foto: picture-alliance/AP/T. Syuflana

DPR mengesahkan UU Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru dalam hitungan pekan. LSM Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif mencium aroma barter politik di balik pengesahan itu. Siapa menguntungkan siapa?

KoDe Inisiatif mencatat revisi UU MK dikebut dalam dua pekan. Dimulai pada 24 Agustus 2020 dengan persetujuan pembahasan bersama pada rapat kerja DPR-Pemerintah. Dilanjutkan rapat tertutup pada 26-29 Agustus 2020. Pada 31 Agustus sudah disahkan di Tingkat Pertama dan Selasa (01/09) kemarin sudah disahkan menjadi UU.

Materi krusial yang disahkan yaitu tidak ada lagi kocok ulang hakim konstitusi tiap 5 tahun. Hakim konstitusi dijabat 15 tahun atau sudah mencapai usia 70 tahun. Hal ini diduga sebagai barter politik kepentingan. MK punya mahkota putusan, DPR-Pemerintah punya kepentingan UU.

"Barter 'mahkota' MK berpotensi berbenturan dengan pelaksanaan kewenangan MK. Barter politik ini diduga kuat ditujukan untuk mengamankan sejumlah pengujian Undang- undang kontroversial yang menjadi perhatian publik secara luas," kata Koorbid Konstitusi dan Ketatanegaraan KoDe Inisiatif Violla Reininda dalam siaran pers yang diterima detikcom, Rabu (02/09).

Violla mencontohkan UU KPK, UU Keuangan Negara untuk COVID-19, dan UU Minerba, serta RUU yang potensial mendapat penolakan publik, yaitu RUU Cipta Kerja dan RUU Pemilu.

"Padahal, MK selama ini menjadi sandaran dan kepercayaan publik untuk mengoreksi dan menginvalidasi aturan inkonstitusional serta menjadi ruang untuk memulihkan hak konstitusional yang terlanggar akibat buruknya legislasi dengan menghadirkan sejumlah putusan progresif dan berorientasi pada public interest," papar Violla.

Menjabat hingga 2034

Implikasi UU MK baru sangat luas yaitu masa jabatan hakim bisa sampai 15 tahun. Dipastikan 8 pengadil Pilpres 2024 diadili oleh hakim MK saat ini dan ada yang bisa menjabat hingga 2034.

Dalam draf RUU MK Pasal 87 ayat b yang disahkan DPR sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (01/09) disebutkan:

Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang- Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun.

UU MK baru juga tidak mengenal kocok ulang hakim konstitusi tiap 5 tahun sekali. UU MK baru menghapus Pasal 22 yang menyatakan masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Diduga Ada Barter Politik di Balik Pengesahan UU MK, Siapa Diuntungkan?

UU MK Baru, Ada Hakim Konstitusi Saat Ini Bisa Menjabat hingga 2034