1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Abu Bakar Ba'asyir bebas

14 Juni 2006

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir hari Rabu (14/6) ini dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Ba’asyir, yang juga di sebut Ustadz Abu, divonis 2 tahun enam bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat konspirasi peristiwa bom Bali di tahun 2002.

https://p.dw.com/p/CPDg
Apakah bebasnya Ustadz Abu akan menjadi ancaman bagi keamanan Indonesia?
Apakah bebasnya Ustadz Abu akan menjadi ancaman bagi keamanan Indonesia?Foto: AP

Kepala intelijen Indonesia Syamsir Siregar berharap, bahwa setelah bebas, Ba’asyir bakal mau bekerjasama dan menyelidiki jaringan terorisme di Indonesia. Pun sejumlah pengamat politik menilai pembebasan Ba’asyir ini bukan ancaman besar bagi keamanan di Indonesia. Namun Direktur Seyasa Research Institute, Agus Muftah, mengingatkan, ada pendapat Ba’asyir yang mendukung kekerasan.

"Dia bukan ancaman, hanya saja ada pendapat dia yang bisa dijadikan justifikasi untuk kekerasan, bahwa orang Islam yang tidak setuju dengan daulah Islamnya itu musuh Islam dan orang semacam itu halal untuk diperangi. Nah pendapat ini, yang menurut saya sangat riskan.“

Abu Bakar Baasyir dihukum karena keterlibatannya dalam rencana pemboman sebuah diskotek di Bali pada tahun 2002. Bom itu menewaskan 202 orang yang kebanyakan turis. Selama dalam tahanan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menerima 2 kali remisi atau potongan masa tahanan, sehingga masa tahanannya berkurang menjadi 25 bulan dan 15 hari. Ba’asyir yang juga pengasuh pondok pesantren di Ngukri, Solo, Jawa Tengah, sering disebut-sebut sebagai ketua jaringan radikal Jemaah Islamiyah. Agus Muftah yang mengajar di UIN Yogyakarta menilai perlunya pemisahan antara Pondok Pesantren Ngukri dengan Abu Bakar Bashir.

"Sebaiknya nama Ba’asyir dipisahkan dari komunitas pesantren Ngruki. Menurut penelitian saya, Abu Bakar Bashir dan Abdullah Sunkar sudah dipecat dari pesantren Ngukri tahun 85. Jadi sudah 20 tahun udah ngga ada koneksi, ngga ada hubungan dengan institusi prondok pesantren itu.“

Agus Muftah menyayangkan terbawa-bawanya nama pondok pesantren Ngukri dalam kasus terorisme. Menurut Muftah, pesantren itu sudah sangat moderat. Ia mengatakan, anggota yang berhaluan keras sudah meninggalkan pesantren tersebut di tahun 1995 dan mendirikan pesantren di tempat lain. Pengamat perkembangan terorisme di Indonesia dan penulis buku "Negara Tuhan“ ini menilai, bahwa pemerintah seharusnya lebih mengamati pasukan inti Jemaah Islamiyah. Ia mengatakan:

"JI itu punya pasukan inti yang namanya Koidah Solatah atau pasukan inti inilah yang menurut saya harus diwaspadai oleh siapapun. Mereka siap bergerak kemana-mana dan ketika tahun 2000 saja, pasukan inti, Koidah Solatah, sudah mencapai 2.000 pasukan. Jadi kalau Amerika Serikat ini menafsir bahwa JI ini pasukan kusus ini sebenarnya harus diselesaikan. Ada satu nama yang tidak pernah muncul kepermukaan, yaitu Zulkarnaen. Nama aslinya Aris Sumarso dan berasal dari Sragen dia rank satu di al Qaeda dan ini sebetulnya belum didiskusikan di media massa maupun dalam diskusi-diskusi yang ada di Indonesia.“