1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aborsi sebagai Jalan Keluar

Waslat Hasrat-Nazimi7 Mei 2014

Alat kontrasepsi masih tabu di Afghanistan, negara dengan angka kelahiran tertinggi di Asia. Banyak perempuan memilih aborsi secara ilegal agar tidak dikucilkan dan mencegah membengkaknya keluarga.

https://p.dw.com/p/1BurA
Foto: picture-alliance/dpa

"Saya menenggak obat-obatan untuk mengaborsi bayi saya," tutur Lina (bukan nama sebenarnya) dengan suara lemah. Ia tidak menyesali keputusannya karena ia yakin ia tidak mempunyai pilihan lain. "Suami saya dipenjara setelah dituding terlibat dalam sebuah serangan. Saya sudah hamil saat ia ditangkap."

"Keluarga saya merasa malu dan mengatakan orang-orang akan bertanya itu anak siapa," tambahnya.

Kepada DW Lina mengaku mengenal banyak perempuan lainnya yang juga melewati aborsi. "Cukup datang ke dokter, minta pil-pil yang sesuai dari apotek dan tak lama setelah mengkonsumsi pil, bayinya meninggal."

Aborsi tetap ilegal

Namun aborsi di Republik Islam Afghanistan tetap dianggap ilegal kecuali hidup sang ibu terancam atau ada risiko bayinya lahir dengan cacat serius. Hukuman penjara dan denda adalah ganjaran standar bagi aborsi.

Perkosaan dan inses tidak dianggap sebagai alasan yang cukup untuk aborsi, kata Malika Paygham, seorang dokter di Herat. "Apabila ibu hamil atau anak dalam kandungan punya masalah kesehatan, seorang ginekolog dan tiga dokter lainnya dapat melakukan aborsi setelah sebuah sesi konseling." Itupun setelah datang izin dari dokter dan dewan pemuka agama.

Afghanistan memiliki angka kelahiran tertinggi di Asia. Rata-rata perempuan mempunyai lima anak. Menurut pemikiran tradisional, sebuah keluarga besar menjamin keberlangsungan hidup keluarga - anak lelaki terutama dihargai.

Namun banyak orangtua yang lebih memilih anak sedikit atau tidak sama sekali. Sayangnya kurangnya informasi mengenai kontrasepsi menghambat kemungkinan ini. Statistik UNICEF menunjukkan bahwa 79 persen perempuan Afghanistan tidak menggunakan kontrasepsi. "Aborsi adalah satu-satunya bentuk kontrasepsi yang mereka ketahui," menurut Adela Mubasher dari WHO di Afghanistan.

"Namun karena dianggap ilegal, umumnya ibu hamil memilih bidan tradisional dan ini sangat berisiko karena seringkali mereka tidak berpendidikan dan tidak tahu bagaimana cara mengatasi pendarahan atau komplikasi," jelas Mubasher.

Meningkatkan kesadaran

Meski ada sejumlah upaya pemerintah untuk memperbaiki situasi, struktur bagi kesehatan perempuan Afghanistan masih jauh dari memadai. Di seluruh penjuru Afghanistan, setiap dua jam seorang perempuan meninggal dunia dengan penyebab terkait kehamilan, menurut statistik UNICEF. Di bawah kondisi sekarang, kira-kira satu dari 50 perempuan Afghanistan berisiko meninggal akibat kehamilan.

"Jumlah staf medis yang ada tidak mencukupi," kritik kali ini datang dari Severine Caluwaerts, seorang ginekolog dari Dokter Lintas Batas. "Seorang ginekolog lelaki tidak diterima dan dokter perempuan jumlahnya sangat sedikit."

Itulah mengapa Caluwaerts dan para koleganya berusaha meningkatkan kesadaran. "Kami menawarkan konseling kepada perempuan Afghanistan mengenai kesehatan dan keluarga berencana karena kami tahu ini dapat membantu menyelamatkan nyawa mereka dan anak-anak mereka."

Lina setuju bahwa perdebatan harus lebih banyak digelar. Tabu sosial seharusnya tidak menjadi alasan untuk begitu banyak aborsi di Afghanistan. "Saya ingin media dan otoritas Islam di negara saya untuk lebih banyak membicarakan keluarga berencana," tegas Lina.