1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Setelah Kudeta di Myanmar, Strategi ASEAN Runtuh?

3 Agustus 2021

Setelah mengkudeta hasil pemilu 2020, pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing janjikan pemilu baru pada Agustus 2023. PBB mendesak Myanmar kembali ke demokrasi dan ASEAN bahas rencana dialog baru.

https://p.dw.com/p/3ySHF
Presiden Joko Widodo mengumumkan hasil KTT ASEAN di Jakarta, April 2021
Presiden Joko Widodo mengumumkan "kesepakatan" ASEAN dengan Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan pemulihan demokrasi usai KTT ASEAN di Jakarta, April 2021Foto: Laily Rachev/Indonesian Presidential Palace/REUTERS

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (02/08) menyebut penundaan pemilu dan perpanjangan keadaan darurat yang diumumkan rezim militer Myanmar sebagai langkah ke arah yang salah dari seruan internasional untuk pemulihan demokrasi.

"Itu tidak membawa ke arah yang benar,'' kata juru bicara PBB Stephane Dujarric. "Ini membuat kita semakin menjauh dari apa yang telah diserukan. Negara-negara anggota telah menyerukan untuk kembali ke pemerintahan demokratis, pembebasan semua tahanan politik, penghentian kekerasan, dan penumpasan,'' lanjutnya.

Enam bulan setelah merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih dengan kekerasan militer, pemimpin militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada Minggu (01/08) mengatakan keadaan darurat akan berlangsung sampai Agustus 2023 dan berjanji akan "mengadakan pemilihan umum multipartai tanpa cacat" setelah itu.

Keadaan darurat diumumkan setelah militer bergerak mengkudeta pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Pemerintahan militer secara resmi membatalkan hasil pemilihan November 2020 pada 27 Juli lalu dan menunjuk komisi pemilihan baru untuk mengambil alih pemilihan. Militer mengklaim sepihak, kemenangan telak partai Aung San Suu Kyi dicapai melalui kecurangan yang luas, tanpa menunjukkan bukti-bukti yang kredibel.

Jendral Min Aung Hlaing tiba di Jakarta menghadiri KTT ASEAN, 24 April 2021
Pimpinan militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing ketika tiba di Jakarta untuk menghadiri KTT ASEAN, 24 April 2021Foto: Rusman/Indonesian Presidential Palace/AP/picture alliance

AS desak ASEAN ambil langkah tegas

Pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, rencana para jenderal yang berkuasa di Myanmar untuk mengadakan pemilihan dalam dua tahun menunjukkan bahwa mereka hanya mengulur-ulur waktu. AS mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan tekanan lebih tegas lagi.

"Jelas bahwa junta Burma hanya mengulur waktu dan ingin terus memperpanjang waktu untuk keuntungannya sendiri," kata pejabat yang menolak disebut namanya itu kepada wartawan menjelang pertemuan tingkat menteri pekan ini antara AS dan 10 negara anggota ASEAN, yang juga mencakup Myanmar.

"Jadi, makin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dalam hal ini dan ... menjunjung tinggi kesepakatan lima poin yang juga ditandatangani Myanmar," katanya merujuk hasil konsultasi para pemimpin ASEAN dalam KTT di Jakarta akhir April lalu.

ASEAN cari kemungkinan dialog baru

Konsultasi AS-ASEAN melibatkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan para menteri luar negeri ASEAN akan mencoba mencari jalan untuk dialog baru. Konsultasi itu juga akan membahas masalah-masalah lain di kawasan dan pelanggaran HAM Cina di Xinjinag terhadap etnis Uighur.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi direncanakan akan bertemu langsung dengan Anthony Blinken di Washington minggu ini, sementara Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman sebelumnya mengunjungi Indonesia dan Thailand serta Kamboja - yang sering dianggap sebagai negara ASEAN yang paling pro-Beijing.

Selain pembicaraan tingkat menteri AS-ASEAN, Anthony Blinken juga akan berpartisipasi secara virtual minggu ini dalam pertemuan tingkat menteri KTT Asia Timur, Forum Regional ASEAN (ARF), dan konsultasi Kemitraan Mekong-AS.

hp/as (afp, rtr, ap, dpa)