1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

Ratusan Korban Tsunami 2004 Masih Belum Teridentifikasi

17 Desember 2019

Hampir 15 tahun berlalu sejak tsunami yang dipicu gempa menelan ratusan ribu korban di Asia. Beberapa pihak berharap masih bisa mengidentifikasi korban tewas dan menguburkannya dengan layak, yang lain pasrah.

https://p.dw.com/p/3UtjQ
Indonesien Sumatra Tsunami-Museum Banda Aceh
Foto: DW/P. Szilagyi

Sebuah kontainer kargo di kantor polisi Thailand selatan menjadi saksi masih ada ratusan korban tewas dalam tsunami 2004 yang jasadnya hingga kini belum diidentifikasi.

Di dalamnya ada barang-barang pribadi para korban. Dompet, dokumen dan barang elektronik. Semuanya dikantongi dan diberi label dengan harapan bahwa suatu saat polisi berharap bisa membantu mengidentifikasi dan memberi tempat istirahat terakhir yang layak bagi para korban.

"Masih banyak kerabat korban, baik dekat maupun jauh, berharap untuk menemukan orang yang mereka cintai," ujar Kolonel Khemmarin Hassini, Wakil Komandan Polisi di Distrik Takua Pa. Distrik ini merupakan salah satu daerah yang paling parah dihajar tsunami.

Baca juga: Kronologi Bencana Tsunami 2004 di Aceh

Dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter, tsunami menewaskan lebih dari 230.000 orang di banyak negara di Asia ketika gelombang setinggi lebih dari 17 meter meluluhlantakkan sejumlah pantai di berbagai negara.

Di Thailand, lebih dari 5.000 orang dilaporkan meninggal. Unit Identifikasi Korban Bencana (DVI) yang melibatkan polisi dan ahli forensik dari 30 negara mampu mengidentifikasi lebih dari 3.600 mayat dalam waktu kurang dari dua tahun. Ini adalah salah satu proyek identifikasi korban bencana yang terbesar dan paling sukses.

"Jika kami cukup bertekad dan mengaktifkan kembali operasi ini sekali lagi, saya pikir bisa ada sekitar 340 mayat yang bisa kami diidentifikasi," ujar Kolonel Khemmarin.

Sementara Hin Temna (76), putus harapan. Warga desa Ban Nam Khem ini kehilangan tujuh anggota keluarganya saat itu. Putri sulungnya tetap dinyatakan hilang. "Tidak ada gunanya untuk terus berharap (akan menemukan putri saya). Saya rasa kita tidak akan bisa," katanya. 

Kuburan massal abadi

Di Indonesia, Sunawardi, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), mengatakan bahwa banyak korban tsunami yang langsung dikuburkan secara massal tanpa pernah sempat diidentifikasi.

"Di saat tsunami itu banyak dibuat kuburan massal, tidak penah dibongkar lagi kuburan itu. Jadi tetap abadi sebagai kuburan massal," ujar Sunawardi kepada DW Indonesia, Senin (16/12).

Kuburan massal korban tsunami Aceh antara lain terdapat di Ulee Lheue Kota Banda Aceh, di Siron Lambaro Kabupaten Aceh Besar, dan di Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.

Ia mengatakan bahwa penguburan massal dipilih karena saat itu banyak korban yang kondisi mayatnya sudah tidak utuh. Sehingga untuk menghindari penyakit atau makin rusaknya jenazah, saat itu penguburan massal sesegera mungkin adalah solusi yang paling baik.

Baca juga: BNPB: Bencana Ancam Ambisi Pariwisata Jokowi

Sunawardi menambahkan bahwa banyak pihak keluarga yang menerima keputusan ini karena sesuai hukum Islam yang mewajibkan untuk mempercepat penguburan jenazah.

"Dalam keseharian juga begitu jadi tidak ada yang protes. Dan tradisi kita kalau mereka mau berdoa walau jasadnya di mana juga diterima oleh Tuhan," ujar Sunawardi.

Data korban masih simpang siur

Sunawardi juga mengakui adanya kesimpangsiuran data jumlah korban antara 175.000 hingga 200.000 korban.

"Yang sering kita dengar di sini 175 ribu orang. Jadi data ini bisa dari korban yang selamat, keluarganya meninggal di data sekian orang. Ada juga dari aparat pemerintahan setempat," tambahnya.

Lebih lanjut Sunawardi mengatakan saat dilanda tsunami, Aceh masih merupakan daerah konflik dan darurat militer, sehingga banyak korban dari pihak TNI, Polri, dan personil dari Bantuan Kendali Operasi atau BKO.

Data dari BPBA sendiri mencatat bahwa ketika tsunami Aceh terjadi pada 26 Desember 2006 silam terdapat lebih dari 556 ribu orang mengungsi, sedikitnya 125.803 orang dilaporkan meninggal dunia dan 37 ribu orang dinyatakan hilang.

Prita Kusuma turut berkontribusi dalam artikel ini.

ae/rap (Reuters)