1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

11 Maret Jadi Hari Peringatan Korban Terorisme di Jerman

Marcel Fürstenau
11 Maret 2022

11 Maret 2004 terjadi rangkaian serangan bom terhadap jaringan kereta api di Spanyol yang menewaskan 191 orang. Sejak itu 11 Maret di Eropa diperingati sebagai Hari Peringatan Korban Terorisme.

https://p.dw.com/p/48LKo
Serangan bom di jaringan kereta api di Madrid, 11 Maret 2004
Serangan bom di jaringan kereta api di Madrid, 11 Maret 2004Foto: PAUL WHITE/AP/picture alliance

Di Jerman, mulai 11 Maret tahun ini, untuk pertama kalinya juga diperingati sebagai Hari Peringatan Nasional Korban Kekerasan Terorisme. Penetapan hari peringatan ini dimaksudkan untuk memberi perhatian lebih besar terhadap para korban aksi terorisme, yang sering terlupakan.

Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser (SPD) mengatakan di Berlin: "Serangan-serangan ini telah mengubah hidup banyak orang secara dramatis. Banyak (korban), dengan kekuatan besar, masih berjuang untuk kembali ke kehidupan normal mereka. Kita tidak boleh meninggalkan mereka.".

Selain serangan teror dengan truk di Pasar Natal Berlin Desember 2016, yang menewaskan 11 orang, Jerman terutama menyoroti serangan-serangan teror yang dilakukan kelompok-kelompok ekstrem kanan dan Neonazi, seperti kelompok NSU, yang membunuh 10 orang: sembilan warga keturunan Turki dan Yunani, dan satu orang polisi perempuan warga Jerman. Selain itu ada juga serangan ekstrem kanan terhadap sinagoge di Hanau.

Peringatan korban serangan teror ekstrem kanan di Hanau
Peringatan korban serangan teror ekstrem kanan di HanauFoto: HR

Korban perlu ditanggapi dengan "empati dan rasa hormat"

"Cara kita menangani mereka yang terkena dampak harus lebih menunjukkan empati dan rasa hormat," kata Nancy Faeser, yang sebelum menjadi menteri dalam negeri sudah terlibat dalam banyak proyek penanganan terorisme ekstrem kanan.

Di Berlin, peringatan Hari Nasional Korban Terorisme dilaksanakan di gedung bekas istana Prusia, Kronprinzenpalais di Berlin. Selain Menteri Dalam Negeri, hadir juga Presiden Mahkamah Konstitusi Jerman, Stephan Harbarth dan pakar terorisme Petra Terhoeven dari Universitas Göttingen.

Penyelenggara mengatakan, acara tahun ini diselenggarakan "dalam skala kecil" karena pandemi Covid-19. Namun di masa depan akan dilaksanakan lebih besar dengan menampilkan para penyintas teror dan keluarganya.

Pejabat khusus urusan korban terorisme Pascal Kober mengatakan kepada DW, tujuan peringatan ini tidak hanya untuk mengingatkan para korban dan keluarga mereka bahwa mereka tidak sendirian, tetapi juga menunjukkan kepedulian negara dan warga terhadap apa yang telah terjadi pada mereka. Kekerasan terorisme dan ekstremisme, kata Pascal Kober, adalah juga serangan terhadap seluruh masyarakat Jerman yang bebas dan demokratis.

"Menjadi korban kedua kali"

Andreas Schwartz, salah satu korban terorisme Jerman, mengapresiasi penetapan 11 Maret sebagai Hari Peringatan Nasional. Sekalipun baginya hari peringatan utama adalah 19 Desember, ketika terjadi serangan truk di Pasar Natal Breitscheidplatz di Berlin tahun 2016, yang menewaskan 12 orang. Korban ke-13 kemudian meninggal karena efek jangka panjang dari serangan itu, dan lebih dari 100 orang terluka.

Andreas Schwartz, 52 tahun, hingga kini masih menderita masalah jantung yang disebabkan oleh stres pasca-trauma. "Semua itu menghancurkan (kehidupan) saya," katanya kepada DW. Dia sendiri adalah seorang sopir truk, tetapi sejak serangan teror itu, dia tidak dapat melanjutkan pekerjaannya.

Dia juga merasa tidak mendapat bantuan yang cukup. "Cara kami ditangani benar-benar salah," katanya. Dia dan korban lainnya harus melewati begitu banyak rintangan birokrasi dan mengumpulkan begitu banyak "rekomendasi pendapat ahli" hanya untuk bisa "mendapatkan hak kami."

"Kami sebenarnya menjadi korban kedua kalinya - oleh pihak berwenang," katanya getir. Andreas Schwartz menganggap sebagai keberhasilan, bahwa dia sekarang bisa mendapat 60% tunjangan cacat. Tetapi dia menyesalkan harus menyewa pengacara untuk bisa mendapatkan hak-haknya.

Pascal Kober mengakui, memang masih perlu ada perbaikan dan bantuan harus diberikan dengan cepat dan tidak birokratis. Dia mengatakan pemerintah Jerman telah membuat beberapa langkah perbaikan, tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

(hp/as)