1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peran Indonesia di Tengah Situasi Ketidakpastian Global

Arti Ekawati
1 Maret 2022

Dari topik seputar peran Indonesia di kancah global saat perang Ukraina vs. Rusia memanas, hingga investasi energi terbarukan. Simak perbincangan DW Indonesia dengan Ina Lepel, Duta Besar Jerman untuk Indonesia.

https://p.dw.com/p/47j4C
Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel
Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina LepelFoto: Müller/German Embassy Jakarta

Kedutaan Jerman di ibu kota Jakarta sejak Oktober 2021 punya pemimpin baru yakni Ina Lepel. Ia merupakan perempuan pertama yang menjabat Duta Besar (Dubes) Jerman untuk Indonesia. Ina Lepel memang bukan orang baru dalam dunia diplomasi. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Duta Besar Jerman di Pakistan (2015-2017) dan Jepang (2019-2021).

DW Indonesia berkesempatan mewawancarai diplomat perempuan kelahiran Cuxhaven, Jerman, pada 18 April 1962 ini. Berbagai topik mulai dari pemberdayaan perempuan, investasi, perang Rusia-Ukraina hingga kegiatannya di media sosial pun ikut dibahas dalam wawancara ini. 

DW Indonesia: Anda telah menjadi Duta Besar Jerman untuk Indonesia sejak Oktober 2021. Sejauh ini bagaimana kesan-kesan Anda menjabat sebagai Duta Besar?

Ina Lepel: Pertama-tama saya merasa disambut dengan sangat hangat. Saya merasa sangat baik di sini. Saya pindah ke kota yang sangat semarak dan tentu saja negara yang sangat menarik. Di satu sisi saya merasa beruntung karena ketika saya datang sudah mudah untuk bisa melakukan perjalanan karena gelombang pandemi sudah tidak terlalu parah. Ada kalanya keadaan sangat sepi dan saya bisa bepergian sehingga saya bisa melakukan beberapa perjalanan menarik ke luar Jakarta. Kita bisa melihat adanya harapan bahwa segala sesuatunya mungkin akan kembali normal dan tentu saja saya akan dapat bekerja lebih banyak lagi, dan tentu saja lebih menikmatinya. 

Bagaimana menurut Anda tentang status hubungan antara Jerman dan Indonesia saat ini?

Saya pikir kita memiliki hubungan bilateral yang sangat baik. Saya sangat terkesan ketika menyadari bahwa tidak hanya kedutaan telah berada di sini dalam waktu yang cukup lama. Pada tahun ini kita merayakan 70 tahun hubungan diplomatik. Tapi di luar itu kita juga punya Kamar Dagang Jerman-Indonesia, Ekonid, yang usianya bahkan lebih tua dari hubungan diplomatik bilateral resmi. Kita ada Goethe Institut, kantor Layanan Pertukaran Akademik Jerman (DAAD, red.). Jadi menurut saya, hubungan kita benar-benar cukup kuat di semua lapisan masyarakat, tidak hanya di tingkat diplomatik dan politik, tetapi juga untuk kemitraan bisnis, hubungan perorangan yang juga adalah aspek penting dari hubungan kita.

Pemerintah Jerman kini dipegang oleh SPD, Partai Hijau dan FDP. Apakah Anda melihat akan ada perubahan prioritas dalam hubungan diplomatik antara Jerman dan Indonesia?

Pemerintahan baru ini memiliki fokus yang sangat kuat di Agenda Hijau. Saya kira itu adalah dasar yang baik untuk lebih memperluas kerja sama yang sudah kita miliki di semua sektor hijau, seperti dekarbonisasi, transisi energi, pelestarian keanekaragaman hayati dan isu-isu semacam ini. Perkembangan bilateral kami sebagai dua mitra global, Jerman dan Indonesia memang sudah sangat fokus pada bidang ini. Saya pikir selalu ada yang bisa kita lakukan lebih banyak lagi. Karena kita memang sudah terlebih dulu fokus di bidang ini, akan ada juga upaya untuk memperlebar kesempatan dan melihat lebih banyak keterlibatan pihak swasta di sektor ini.

Aspek lain dari agenda pemerintahan baru, khususnya Kementerian Luar Negeri, adalah pemberdayaan perempuan, melihat lebih banyak perempuan di posisi kepemimpinan, juga di taraf internasional. Ketika menyangkut bidang perdamaian dan keamanan, saya juga sangat ingin bekerja lebih banyak di bidang ini dengan Indonesia.

Ada satu aspek penting dari hubungan bilateral yang juga akan berlaku penuh dengan pemerintah baru yakni terkait isu global tentang perubahan iklim. Jerman dan Indonesia adalah mitra global dalam hal nilai-nilai pembangunan. Bagaimana kita bisa bekerja sama sebagai mitra untuk mengatasi masalah yang menjadi perhatian global seperti perubahan iklim.

Jadi kita akan melihat lebih banyak kerja sama di bidang perubahan iklim di dalam konteks kerja sama bilateral dan internasional?

Sudah banyak kerjasama yang berjalan sejauh ini. Kami memiliki portofolio pinjaman investasi dan bantuan senilai 2 miliar euro. Sudah di pipa untuk proyek percontohan di sektor pembangkit listrik tenaga air panas bumi dan tenaga surya. Jadi di bidang energi terbarukan.

Kami baru saja memulai proyek infrastruktur hijau Indonesia-Jerman, dengan nilai sekitar 40 triliun rupiah hingga tahun 2025 untuk solusi hijau di tingkat kota. Jadi itu akan menyangkut hal-hal seperti transportasi umum, ekonomi sirkular, dan pengelolaan air limbah. Ini adalah tempat yang sangat baik untuk membangun, berbuat lebih banyak di semua bidang hijau ini dan pencegahan perubahan iklim. Sektor swasta juga sudah cukup terlibat. Perusahaan Jerman seperti Siemens sudah lama berada di sektor sini dan mereka lebih fokus pada area tersebut. 

Anda menyebutkan tentang pemberdayaan perempuan, apakah itu juga akan menjadi fokus Anda selama menjabat sebagai Dubes di Indonesia?

Saya sangat berharap demikian, Ini sudah jadi penugasan ketiga saya sebagai duta besar di Kementerian Luar Negeri Jerman, di mana saya menjabat sebagai duta besar perempuan Jerman pertama di beberapa penugasan tertentu. Ini selalu menarik sejumlah perhatian di negara yang bersangkutan dan juga di sini. Saya banyak mendapat pertanyaan tentang bagaimana perasaan saya mengenai hal ini, bagaimana saya menjalaninya. Saya rasa Indonesia adalah negara di mana para perempuannya sudah cukup berdaya. Tentu saja akan selalu ada masalah terkait ini, tapi di Jerman juga ada masalah dan kita bisa melakukan lebih banyak lagi tentang hal ini.

Saya pikir akan sangat bermanfaat untuk mengejar agenda ini. Di Indonesia saya juga sudah bertemu banyak sekali pemimpin perempuan yang membuat perubahan. Saya sungguh menantikan untuk bisa bertemu dengan mereka semua, untuk menjalin network dengan mereka. Dan juga sebagai partner global saya ingin melihat bagaimana agenda perempuan berikutnya di tingkat global.

Sementara di bidang investasi, Anda melihat sektor mana saya yang akan lebih berkembang lagi?

Saya akan mulai dengan gambaran global dalam melakukan bisnis yang sudah mengalami kemajuan di Indonesia.. Regulasi sudah kian sederhana, lebih baik dan lebih transparan dengan fokus di penguatan  yang ketat dalam hal hak cipta.  Ada juga mekanisme one stop submission system yang disambut baik oleh komunitas bisnis Jerman. Karena Indonesia adalah pasar yang besar dengan kekuatan pembelian yang terus bertambah, saya pikir potensinya besar sekali dan ketertarikan juga banyak. Ada juga area yang mungkin digali seperti energi terbarukan dan mobil listrik.

Indonesia adalah partner yang menarik karena ketersediaan bahan mentah untuk produksi baterai, karena itu perusahaan otomotif Jerman banyak yang tertarik. Beberapa perusahaan Jerman juga sudah di sini dan sudah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia. Tentu saja keputusan terakhir akan berada di tangan masing-masing perusahaan. Kedutaan siap memfasilitasi di antara para pemangku kepentingan.

Anda menyebutkan tentang bahan mentah yang tersedia di Indonesia. Apakah Anda melihat Indonesia sebagai negara penyedia bahan mentah atau Anda akan mendorong pengusaha untuk datang dan memproses di sini?

Seperti yang telah saya katakan, ada kemungkinan untuk bekerja sama di bidang ini dan saya mengerti tujuan politik dan ekonomi Indonesia untuk beralih dari hanya menjadi eksportir bahan mentah yang harganya sangat rentan berubah di pasar untuk menjadi produser dan mengembangkan teknologi sendiri. Namun saya tidak yakin bahwa melarang sesuatu, mempersulit perdagangan akan selalu menjadi pilihan terbaik. Saya rasa ada juga pertanyaan tentang apakah ini memenuhi standar WTO (Badan Perdagangan Dunia). Negara Uni Eropa juga sudah memulai prosedur di WTO untuk melihat bagaimana tanggapan para ahli mengenai hal ini.

Apa keluhan para investor dalam hambatan utama berbisnis di Indonesia?

Mungkin adalah kesalahpahaman yang terkadang ada dalam promosi investasi bahwa ukuran pasar adalah kriteria yang paling penting terutama bagi investor, terutama dari Jerman. Bagi kebanyakan perusahaan Jerman yang berinvestasi di sini, mereka belum tentu menjual produknya secara langsung ke konsumen, tapi lebih menjadi bagian dari rantai produksi global. Mereka memproduksi sesuatu di sini dan butuh sesuatu dari luar negeri, dan kembali diekspor ke negara lain untuk menjadi produk lain. Bagi para perusahaan semacam itu, keterbukaan ekonomi, kemudahan untuk impor dan ekspor, kemudahan untuk berinteraksi dengan pasar lain, itu lebih penting daripada akses ke pasar konsumen. Meski sistem perizinan bisnis sudah terintegrasi secara elektronik merupakan suatu kemajuan, kadang para perusahaan kami juga melihat hambatan di ranah kebijakan lokal yang menjadi hambatan ketika harus menjadi bagian dari rantai produksi global.

Beralih ke topik perang antara Ukraina dengan Rusia, apa yang akan Jerman lakukan untuk membantu mempertahankan stabilitas di wilayah Asia-Pasifik?

Terlebih dahulu harus kita tegaskan bahwa mereka kini berperang karena tentara Rusia menyerang Ukraina yang damai, demokratis dan merdeka tanpa adanya provokasi sebelumnya. Dengan serangan ini, pemimpin Rusia melanggar inti mendasar dari tatanan internasional dan hukum internasional dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan Jerman juga mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Bersama dengan mitra kami, kami juga meluncurkan sanksi besar-besaran terhadap Rusia, yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Pada akhir pekan ini, mungkin Anda juga sudah mendengar, ada "penghapusan" prinsip untuk tidak memasok senjata ke daerah konflik. Kami telah memutuskan untuk memasok Ukraina dengan pengiriman senjata.

Kanselir Scholz mengatakan bahwa serangan Putin ini telah memulai era baru, apakah era baru ini mirip dengan era Perang Dingin apakah ini skenario yang sama sekali baru, sulit diprediksi untuk saat ini. Saya rasa ini juga bergantung pada reaksi komunitas dunia atas agresi yang tidak bisa diterima ini. Dari sini, konflik memang seolah terlihat jauh. Tapi serangan militer ini juga adalah serangan terhadap cara yang sebelumnya telah disepakati antarnegara tentang bagaimana mereka berurusan satu sama lain dan hidup berdampingn. Saya yakin bahwa tidak ada negara di dunia ini yang bisa menerima bahwa kedaulatan dan teritorial negara lain, dan inti lain dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa dilanggar begitu saja.

Kami bersyukur bahwa pemerintah Indonesia dengan jelas menyebutkan dan menentang opresi ini. Komunitas internasional, kita semua, harus bekerja bersama untuk menegakan Piagam PBB dan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas. Jika kita menerima kekerasan sebagai cara untuk berpolitik, maka perdamaian dan keamanan di seluruh dunia akan dipertanyakan. Karenanya kita bekerja untuk mengecam dan mengisolasi Rusia bersama sebagian besar komunitas dunia. Mencapai hal ini juga berarti menjaga stabilitas di wilayah Asia-Pasifik.

Menurut Anda apa yang sejauh ini Indonesia lakukan sudah cukup? Apakah perlu memberi sanksi tambahan terhadap Rusia?

Kita harus sama-sama berkumpul dan mempertanyakan apakah kita akan menerima digunakannya kekerasan untuk melancarkan kampanye politik seseorang. Saya pikir itu tidak bisa diterima dan saya pikir agresor hanya bisa dihentikan apabila kita berdiri bersama dan menentang pelanggaran hukum-hukum internasional. Ini adalah proses dan saya lebih memilih untuk mendiskusikan masalah ini langsung dengan orang yang bertanggung jawab langsung atas masalah ini. 

Peran apa yang Anda harapkan bisa dijalankan oleh Indonesia di tengah ketidakpastian global ini?

Ini adalah waktu yang sangat menantang bagi Indonesia dalam menjabat Presidensi G20. Tapi saya pikir pendekatan Indonesia dalam menjembatani dan memperhatikan kepentingan negara-negara berkembang dan memastikan inklusivitas akan sangat membantu. Indonesia memiliki diplomat yang sangat unggul, ini saya ketahui lewat interaksi dengan mereka. Saya berharap bahwa Indonesia bisa melakukan ini semua, tetapi juga mengambil pendekatan prinsipal dan membela hukum internasional dan prinsip fundamental dari Piagam PBB.

Di tengah situasi seperti ini, media sosial bisa sangat berguna, atau malah berbahaya. Sebagai diplomat bagaimana Anda menggunakan media sosial untuk kehidupan pribadi dan profesional?

Saya setuju bahwa bila disalahgunakan media sosial bisa menjadi sangat bermasalah dan menyebarkan disinformasi atau kebencian terhadap individu tertentu, kita melihat contoh ini di Jerman, di mana ini bisa berkembang menjadi tindak kekerasan. Dan karena ini relatif baru, regulasi masih agak terbelakangkan di banyak negara. Di Jerman kita sudah mulai ada beberapa regulasi seputar ujaran kebencian untuk menjadi lebih mudah untuk beraksi terhadap posting yang bersifat ujaran kebencian.

Selalu ada dilema antara kebebasan berpendapat dan beropini di sisi lain dan bagaimana melindungi orang dari kekerasan dan cybermobbing atau disinformasi yang berbahaya khususnya terkait dengan pandemi. Ini adalah area yang kita juga bisa bertukar pendapat antara Jerman dan Indonesia, karena saya melihat di Indonesia juga orang sangat banyak menggunakan sosial media dan menikmatinya.

Kalau saya sendiri saya sangat memisahkan aktivitas profesional dan personal di sosial media. Saya punya akun resmi di Twitter dan Instagram. Tapi saya tidak menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Secara pribadi saya hanya menjadi pembaca dan tidak memposting atas nama pribadi dan saya hanya menggunakan whatsapp, di mana saya punya kontrol penuh terhadap siapa saja yang bisa membaca pesan-pesan saya.

Terakhir, sebagai duta besar Anda tentu sering sekali berada di luar Jerman. Makanan Jerman apa yang sangat Anda rindukan saat jauh dari rumah?

Saya sebenarnya tidak begitu merindukan makanan Jerman. Saya menikmatinya ketika saya berada di Jerman. Tapi ini lebih ke makanan saat cuaca sedang dingin. Kapan pun saya pulang ke Jerman sewaktu Natal, saya pikir mesti makan makanan tertentu karena ini sangat ‘berat’, bersaus, dan dipanggang. Tapi di cuaca seperti ini, saya tidak begitu merindukannya. Tentu saja masakan Jerman modern juga punya makanan yang lebih ringan sifatnya. Untuk itu saya bisa menemukannya dengan mudah di sini, atau ada bahan-bahannya jadi bisa saya buat sendiri, seperti salad atau saus-saus yang ringan sebenarnya tidak ada masalah. Jadi kecuali saya merasa kedinginan, yang tidak terlalu sering terjadi di sini, saya tidak begitu merindukan masakan Jerman yang rich.

Wawancara untuk DW Indonesia oleh Arti Ekawati dan telah diedit sesuai konteks.