1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Warga Asing Terancam di Tripoli

Renata Permadi5 September 2011

Ribuan warga asing ditahan pemberontak Libya karena dicurigai pro-Gaddafi.

https://p.dw.com/p/12THz
Sejumlah warga asing berkulit hitam ditahan di penajara di Triüpoli.Foto: DW

Di Tripoli yang dikuasai pemberontak, orang-orang berkulit gelap -bahkan warga Libya sendiri-, berada dalam resiko karena Gaddafi diketahui merekrut tentara dari kawasan sub-Sahara Afrika.

"Setiap orang yang berkulit hitam adalah target," kata Tony Biney, seorang guru asal Ghana, yang tidak meninggalkan rumah selama dua minggu bersama istrinya.

Penangkapan terhadap pekerja asing semakin sering terjadi, sejak pemberontak menguasai Tripoli bulan lalu, kata Human Rights Watch (HRW), hari Minggu (04/09), tanpa menyebutkan perkiraan jumlah yang ditahan. Organisasi HAM itu mengatakan, penangkapan itu menciptakan ketakutan di antara warga Afrika yang tinggal di ibukota Libya.

Penuh Sesak dan Tengik

Seorang pejabat dari pemberontak memperkirakan, sekitar 5.000 orang ditangkap sejak pemberontak menguasai Tripoli. Kondisi di sebuah kamp tahanan darurat bagi tawanan Libya masih dapat diterima, tetapi warga sub-Sahara Afrika ditahan di sel-sel yang penuh sesak dan beraroma tengik, kata Human Rights Watch. Para tahanan mengeluhkan kurangnya air bersih dan buruknya sanitasi.

Libyen Tripolis Gewalt gegen Schwarze
Warga asing asal Sub-Sahara Afrika ditahan di sel yang penuh sesak.Foto: DW

Aksi penahanan orang asing menciptakan persoalan bagi citra kepemimpinan pemberontak, yang menyandarkan diri pada dukungan barat dan berjanji membangun Libya yang baru berdasarkan pada penegakan hukum, berbeda dari rejim Gaddafi yang brutal.

Perlakuan kasar juga dapat menyebabkan masalah bagi pemberontak yang berusaha membangun kembali ekonomi Libya, yang sangat bergantung pada pekerja asing untuk mengimbangi booming minyaknya.

Terpikat Gaji Tinggi

Sebelum perang saudara enam bulan yang mengantar Gaddafi pada kejatuhannya, ratusan ribu warga asing melakukan pekerjaan yang tidak dilirik warga Libya, atau yang membutuhkan ketrampilan yang tidak mereka kuasai. Termasuk di bidang konstruksi, minyak dan layanan kesehatan. Menurut perkiraan kasar, sedikitnya 1,5 juta orang asing bekerja di Libya yang berpenduduk hanya 6 juta jiwa.

Kebanyakan pekerja asing berasal dari Afrika, Asia dan Eropa Timur, negara-negara yang mengalami depresi ekonomi, yang terpikat gaji relatif tinggi di Libya.

Ratusan ribu dari mereka meninggalkan Libya setelah pertempuran pecah bulan Februari. Ketika itu banyak yang mengeluh gajinya belum dibayarkan atau dirampok oleh pasukan Gaddafi dalam perjalanan ke perbatasan. Sebagian lainnya tidak bisa atau tidak bersedia meninggalkan Libya.

Janji Pengadilan yang Adil

HRW hari Minggu (04/09) menyerukan pada pemberontak untuk menghentikan penangkapan tanpa dasar hukum dan menyusun aturan untuk meninjau kasus orang-orang yang dituduh sebagai tentara bayaran. Organisasi yang bermarkas di New York itu mengatakan memiliki bukti bahwa rejim Gaddafi merekrut ratusan tentara bayaran dari Chad, Sudan dan negara lain. Namun HRW menegaskan bahwa hal itu tak dapat dijadikan dasar bagi penangkapan massal.

Libyen Plakat von Muammar al Gaddafi auf der Erde in Tripolis
Sekelompok orang asal Somalia yang diduga tentara bayaran Gaddafi melintasi posternya saat mereka ditahan di bangunan Institut Minyak Tripoli oleh pemberontak, Minggu (04 Sept. 2011).Foto: dapd

Dewan Transisi Nasional menyerukan kepada para pejuang untuk tidak menganiaya tahanan. Dewan yang dibentuk pemberontak dan diakui sejumlah negara sebagai perwakilan resmi Libya itu juga mengatakan bahwa mereka yang dituduh melakukan kejahatan akan disidang secara adil.

Sementara itu, Filipina mengirim seorang diplomat senior untuk memberi opsi meninggalkan Libya kepada sekitar 1.700 pekerja Filipina, kebanyakan juru rawat. Seorang pejabat pemerintah mengatakan, empat pembantu rumah tangga asal Filipina yang bekerja untuk kerabat Gaddafi akan menerima tawaran itu.

Tiba di Saat  yang Tidak Tepat

Sejumlah tahanan asal Ukraina berencana tinggal di Libya walaupun menerima perlakuan kasar.  "Seperti Anda tahu, kehidupan di Ukraina buruk," kata Shadrov, seorang koki. "Kami datang ke sini untuk mengumpulkan uang bagi keluarga".

Warga Ukraina, yang disewa perusahaan minyak Russia-Libya, Dakara, tiba di Tripoli bulan Juli. Setelah pemberontak memasuki ibukota pada 21 Agustus, para pekerja Ukraina ditangkap pemberontak, diborgol dan dipindahkan ke sejumlah lokasi, kata Shadrov. "Mereka merampas semua  milik kami," tambahnya. "Uang, paspor, komputer, semua."

Othman bin Othman, komandan pemberontak yang bertanggungjawab di pusat pelatihan pekerja minyak, awalnya mengatakan bahwa pekerja Ukraina dipersenjatai dan dilatih sebagai penembak jitu. Tetapi ia kemudian mengubah keterangannya setelah wartawan mewawancara para tahanan.

Libyen Rebellen in Bani Walid
Pemberontak merayakan tibanya mereka di pos pemeriksaan antara Tarhouna dan Bani WAlid, LIbya, Senin (05 Sept. 2011).Foto: dapd

"Sejujurnya, kami tidak menemukan senjata apapun di tubuh atau di rumah mereka. Tetapi mereka datang ke negara ini secara ilegal dan pada masa yang sangat sensitif, seusai perang," kata dia. "Inilah yang membuat kami menyangka mereka bekerja untuk musuh."


Serdadu  Bayaran Angkat Kaki

Para diplomat dari Rusia dan Ukraina mengunjungi kelompok itu. Hasilnya, ayah Shadrov, berkewarganegaraan Rusia, diijinkan pergi.

Sementara itu, sejumlah serdadu upahan Gaddafi yang sesungguhnya, sudah lebih dulu meninggalkan Libya.

Mohammed, pekerja migran dari Mali, mengatakan ia datang ke LIbya tahun 2007 dan menemukan pekerjaan di restoran dan sebagai tukang kebun.

Ditemui di Bamaki, kota di Mali, ia mengatakan bergabung untuk waktu singkat dengan sebuah milisi pro-Gaddafi setelah pecahnya perlawanan dan dikirim untuk menghancurkan pemberontak di kota pelabuhan Misrata yang menjadi markas perlawanan. Ia mengatakan berhenti mengangkat senjata setelah beberapa pekan lalu kembali ke Mali.

Mohamed tidak menyebut nama belakangnya karena tidak ingin seorangpun tahu bahwa ia berperang untuk Gaddafi. Ia mengaku keluarganya masih berada di Libya dan sudah dua pekan lebih tak bisa dihubungi.

Libyen Tripolis Gewalt gegen Schwarze
Ketakutan melanda warga asing di Tripoli, terutama yang berkulit gelap, karena Gaddafi diketahui merekrut tentara bayaran dari sub-Sahara.Foto: DW

Tetap Bertahan di Libya

Biney, seorang guru dari Ghana, dan istrinya yang bekerja sebagai pengurus rumah tangga, mengatakan akan tetap tinggal di LIbya. Mereka butuh uang. Mereka bersembunyi di rumah selama dua minggu, tetapi hari Jumat memutuskan pergi ke gereja Santo Fransiskus di pusat kota Tripoli. Mereka menyewa supir dengan bayaran 90 dollar, jumlah yang tinggi mengingat keduanya tak bekerja atau tidak menerima gaji selama enam bulan terakhir.

Kunjungan ke gereja itu, kata Vida Biney, untuk memanjatkan doa pujian karena selamat dari perang. "Kami hidup. Kami berterimakasih pada Tuhan," tandasnya.

AP/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk