1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

281209 USA Attentäter

28 Desember 2009

Percobaan peledakan pesawat penumpang Amsterdam-Detroit untungnnya dapat digagalkan. Sekarang kembali ramai didiskusikan, bagaimana serangan teror dapat dihindari di masa depan.

https://p.dw.com/p/LFqB
Bandar udara internasional DetroitFoto: AP

Umar Farouk Abdulmutallab, seorang laki-laki berusia 23 asal Nigeria, ditahan dengan tuntutan membawa bahan peledak ke pesawat dan mencoba meledakkan pesawat milik maspakai Northwest Airlines dalam perjalanan dari Amsterdam menuju Detroit. Pemuda ini terancam hukuman 40 tahun penjara. Sementara itu jaringan teror Al-Qaida mengaku bertanggungjawab atas percobaan serangan di Detroit. Dalam pesan yang dipublikasikan dalam sebuah situs internet yang kerap digunakan oleh jaringan Al-Qaida di wilayah teluk untuk berkomunikasi dengan dunia luar itu disebutkan, tujuan serangan tersebut adalah untuk menyebar teror di tengah perayaan natal.

Berbulan-bulan sebelum kejadian, ayah sang pelaku sudah memperingatkan kedutaan Amerika Serikat di Nigeria atas ambisi teror anaknya. Ayah Abdulmuttalab mengatakan kepada diplomat Amerika Serikat di ibukota Abjua, bahwa ia khawatir, anaknya semakin militan. Demikian dilaporkan televisi Amerika CNN. Ia juga mengatakan, bahwa anaknya pergi ke Yemen dan mempersiapkan diri atas jihad. Ayah tertuduh adalah seorang mantan menteri dan bankir di Nigeria.

Memang setelah peringatan ayahnya ini, pemerintah Amerika Serikat menulis nama Abdulmuttalab di sebuah daftar. Tetapi tidak ada tindakan apapun. Sebaliknya: visa Amerika Serikat laki-laki asal Nigeria ini diperpanjang. Bandar-bandar udara internasional tidak diberitahu akan nama Abdulmuttalab dan ia berhasil melewati kontrol pengamanan dengan bahan peledak di pakaian dalamnya dengan jumlah cukup untuk meledakkan pesawat tersebut. Menteri pertahanan dalam negeri Amerika Serikat Janet Napolitano membela insitutsinya dan tidak terkejut, bahwa tidak ada tindakan pencegahan. Komentarnya: “Terlepas dari peringatan ayahnya, Abdulmuttalab hanyalah seseorang yang relatif tidak penting di daftar tersangka teroris. Di daftar ini sudah ada 500.000 nama lainnya.”

Karena itu, bandar udara tidak dapat diperingatkan. Namun terkait upaya pemboman pesawat Amsterdam-Detroit di hari Natal ini, menteri pertahanan dalam negeri AS, Janet Napolitano, melihat pentingnya untuk membahas satu pertanyaan, yaitu apakah peraturan pemerintah Amerika Serikat terkait data teroris tidak seharusnya diubah.

Sekarang bandar-bandar udara di Amerika dan perusahaan penerbangan memperketat persyaratan keamanannya. Sejam sebelum mendarat, penumpang tidak boleh lagi berdiri dari tempat duduknya atau memakai selimut di pangkuannya.

Ketua Perserikatan kepolisian Jerman, Deutsche Polizeigewerkschaft, Rainer Wendt, menuntut lebih banyak staff untuk mengontrol para penumpang di bandar udara. Setiap tahunnya ada 60 juta penumpang pesawat di Jerman dan hanya ada 2300 polisi yang bertanggung jawab. Selain itu jaringan keamanan global juga harus diperkuat.

“Sekarang harus dijelaskan, bagaimana bisa terjadi kasus kelalaian di badan pemerintahan Amerika Serikat ini. Karena sebenarnya ada informasi jelas terkait sang pelaku. Apa yang seharusnya diperbuat oleh badan keamanan Amerika ketika mendapat informasi ancaman teror dan ini hilang dibalik birokrasi administrasi Amerika. Ini seharusnya tidak boleh terjadi. Kita perlu jaringan keamanan global di bandar-bandar udara dan contohnya jika seseorang, yang namanya tertera di sebuah daftar ancaman, muncul, maka ia harus dikontrol dengan lebih ketat kalau ia diperbolehkan terbang.”

Selain itu, percobaan pemboman pesawat penumpang ini juga kembali membangunkan diskusi mengenai penggunaan scanner seluruh badan di bandar-bandar udara. Ini banyak ditentang karena dianggap melanggar privasi penumpang. Manfred Weber, anggota partai CSU, menentang scanner seluruh badan ini, dang mengatakan, bahwa ada banyak alternatif lain yang lebih baik, seperti alat yang dengan meniupkan bahan-bahan kimia ke penumpang dapat menemukan zat-zat berbahaya.

Ralph Sina/DPA/AP/Anggatira Gollmer
Editor: Rizky Nugraha