1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Kecam Pembubaran Demo Oposisi Iran

15 Februari 2011

Ribuan oposisi di Iran turun ke jalan untuk bersolidaritas dengan rakyat Mesir dan Tunisia hari Senin (14/02). Aksi itu dibubarkan secara brutal oleh polisi lran. Pemimpin oposisi ditahan sejak pekan lalu.

https://p.dw.com/p/10HOg
Seorang demonstran melemparkan batu ke arah pasukan keamanan dalam demonstrasi di Teheran, Senin (14/02)Foto: AP

Kebebasan berekspresi dan berkumpul merupakan hak warga yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah. Demikian bunyi pernyataan yang dikeluarkan Uni Eropa, mengomentari perkembangan di Iran. In bukan pertama kalinya pejabat Urusan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengritik Iran sehubungan dengan perlakuannya terhadap oposisi dan kian seringnya dijatuhkannya hukuman mati. Hari Selasa(15/02), sejumlah anggota parlemen Iran menuntut agar pemimpin oposisi di Iran dijatuhi hukuman mati karena telah menyulut kerusuhan yang menyebabkan satu orang tewas dan puluhan orang lainnya cedera. Begitu media pemerintah.

Bentrokan pecah, hari Senin (14/02), antara pasukan keamanan dan ribuan pendukung oposisi di Iran, yang turun ke jalan dengan alasan ingin menunjukkan solidaritasnya dengan rakyat Mesir dan Tunisia. Demonstrasi yang diorganisir mahasiswa dan sejumlah orang dalam kubu oposisi ini rencananya berlangsung damai.

Izin untuk demo yang sudah diminta jauh-jauh hari tidak juga keluar. Pemerintah Iran yang ingin mencitrakan gerakan di Mesir dan Tunisa sebagai kebangkitan Islam, melarang segala bentuk demo untuk hari Senin 14 Februari. Senin pagi itu, jalan-jalan di Teheran sudah penuh dengan pasukan keamanan.

Seorang pemuda menceritakan, "Banyak sekali milisi di jalanan. Tampaknya mereka bahkan merekrut anak-anak. Ada yang berusia 10 – 11 tahun. Mereka berdiri di jalan atau duduk-duduk di atas sepeda motor dengan kayu di tangan. Mereka menghentikan orang yang lewat dan menanyakan akan pergi ke mana."

Meski begitu, menjelang siang semakin banyak orang yang berkumpul di jalanan dalam kelompok-kelompok kecil. Namun upaya mereka untuk bergabung membentuk pawai gagal. Di pusat kota akhirnya terjadi bentrokan dan gas air mata dilemparkan, seorang lelaki berusia 70 tahun bercerita, "Saya sampai tidak bisa bernafas lagi. Banyak orang di jalan, ada yang berteriak "Matilah Diktatur". Polisi hanya berdiam dan menonton. Tapi kaum milisi menyerang orang-orang tanpa pandang bulu. Sejumlah diantaranya menggunakan tongkat elektrik, Mereka bahkan memukuli seorang ibu tua yang tengah berjalan di tepian orang-orang yang berkumpul. "

Pemimpin oposisi tidak ikut dalam demonstrasi ini. Seperti banyak politisi oposisi, mereka sudah sejak pekan lalu di tahan. Meski begitu pemerintah Iran menduga, aksi ini bisa menghidupkan kembali protes-protes besar yang mengguncangkan Iran usai pemilihan Presiden tahun 2009, yang juga dibubarkan secara brutal sehingga menyebabkan delapan orang tewas.

Televisi nasional Iran menuding demonstran sebagai pendukung monarki, pengacau dan pemberontak. Kantor berita IRNA yang mengutip pernyataan sejumlah anggota parlemen yang mengatakan, tokoh oposisi Mehdi Karroubi dan Mirhosein Mousavi adalah pengkhianat yang harus diadili dan dihukum. Di Iran, hal itu bisa menyebabkan dijatuhkannya hukuman mati.

Penguasa di Iran telah lama menuding para tokoh opososi berkomplot dengan Barat untuk menggulingkan pemerintah. Hal yang kerap disangkal oleh Karroubi dan Mousavi. Sementara itu, juru bicara Kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni-Ejei menegaskan, bahwa para pembuat kerusuhan hari Senin akan segera dihadapi dengan tegas. Hari Selasa (15/2), Amnesty International, Inggris dan Amerika Serikat juga mengecam reaksi keras Iran terhadap aksi protes itu.

Edith Koesoemawiria/ rtr/afp/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk