1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

280710 Türkei EU

28 Juli 2010

Masih banyak negara anggota yang menentang masuknya Turki sebagai anggota baru Uni Eropa. Tetapi, pemerintah Inggris mendukungnya keanggotaan Turki.

https://p.dw.com/p/OWUE
Gambar simbol keanggotaan Turki di Uni EropaFoto: DW

Besar, miskin dan penuh teka-teki, demikian gambaran sebagian besar negara anggota Uni Eropa tentang Turki. Dari luasnya, negara itu lebih besar daripada Perancis. Sedangkan dari jumlah penduduknya, Turki hampir sama dengan Jerman. Tetapi, jika dibandingkan dari segi pendapatan per kapita, Turki lebih miskin daripada Rumania. Namun, soal budaya Turki berbeda dengan negara Eropa lainnya, hampir tidak pernah disinggung secara terbuka di Uni Eropa.

Tetapi, jika Kanselir Jerman Angela Merkel mengangkat tema tersebut, terdengar ada intensi tertentu, "Menurut saya, keeratan Uni Eropa dengan dunia Islam, khususnya Turki, adalah kepentingan seluruh anggota. Apapun cara dan bentuknya, apakah lewat kemitraan, dimana Turki mendapat hak istimewa atau sebagai anggota tetap, masih kami rundingkan."

Demikian pernyataan Merkel tahun 2009 lalu di Praha, Ceko, setelah Presiden Amerika Serikat Barack Obama menanyakan keanggotaan Turki di Uni Eropa. Berbeda dengan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, yang nadanya jauh lebih tegas, "Menurut saya, tempat Turki bukan di Uni Eropa. Pendapat saya terkait masalah ini tidak berubah."

Namun Angela Merkel dan Nicolas Sarkozy tidak dapat mengubah kenyataan, bahwa Uni Eropa secara resmi merundingkan keanggotaan Turki. Sebab, pada tahun 2004 para pemimpin pemerintah negara anggota dengan suara bulat memutuskan untuk merundingkannya. Dan, sepuluh hingga 15 tahun setelah perundingan dimulai akan dilihat lagi, seberapa jauh upaya Turki dan apakah Uni Eropa betul-betul dapat menanggung keanggotan Turki.

Melihat persyaratan terakhir, nampaknya Uni Eropa belum siap. Karena lima tahun terakhir ini, organisasi itu menerima 12 anggota baru. Dan sekarang ini Uni Eropa nampaknya lelah untuk memperluas lagi keanggotannya. Sebab, untuk mencapai sebuah kesepakatan dengan 27 negara anggota, membutuhkan tenaga dan dana yang sungguh besar. Sementara ini tidak ada yang dapat membayangkan untuk menerima sebuah negara besar sebagai anggota baru.

Sementara sikap lain ditunjukkan Perdana Menteri Inggris David Cameron. "Mengingat upaya Turki, sebagai mitra NATO, membantu melindungi Eropa dan usahanya saat ini di Afghanistan, saya geram sekali, melihat bagaimana negara itu dihalangi-halangi untuk masuk ke Uni Eropa," demikian Cameron, Senin (26/07), di depan pengusaha di kota Ankara, Turki.

Lebih jauh Cameron menjanjikan akan menjadi pengacara terbaik bagi Turki, jika menyangkut keanggotaannya di Uni Eropa. Sebenarnya yang dipermasalahkan pemerintah Inggris bukan Turki semata. Intensi Inggris adalah untuk melemahkan Uni Eropa sebagai sebuah institusi politik. Sebab, semakin besar institusi itu, semakin besar perbedaan antara anggotanya, maka semakin lemah kekompakannya. Demikian sasaran politisi Inggris yang skeptis pada Uni Eropa, dan dikatakan secara terbuka.

Namun, sementara ini nampaknya kelompok yang menentang keanggotaan Turki lebih unggul. Turki harus membuktikan, mampu menyesuaikan diri dengan sistem hukum dan norma Uni Eropa. Dan, sampai sekarang proses tersebut berlangsung sangat lamban. Nampaknya, Kroasia dan Eslandia akan mendahului Turki.

Memang, peminat lainnya pun masih harus menempuh jalan yang sangat panjang. Perundingan dengan Makedonia misalnya terpaksa dihentikan sementara, karena bertikai dengan Yunani. Dan Albania, Montenegro serta Serbia baru-baru ini mengajukan permohonannya untuk menjadi anggota.

Katrin Brand/Andriani Nangoy

Editor: Asril Ridwan