1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Bahas Politik Terhadap Mesir

21 Agustus 2013

Para Menlu Uni Eropa melakukan rapat khusus untuk membahas kelanjutan bantuan terhadap Mesir. Tapi pengaruh Eropa tidak terlalu besar.

https://p.dw.com/p/19U1Z
Catherine Ashton speaks during a news conference in Cairo July 30, 2013.
Catherine Ashton di KairoFoto: Reuters

Menteri Luar Negeri dari 28 anggota Uni Eropa bertemu di Brussel haru Rabu (21/8) untuk membicarakan krisis di Mesir. Pejabat Tinggi urusan luar negeri Catherine Ashton sebelumnya mengatakan, Uni Eropa akan kembali membahas "keinginan rakyat Mesir membangun demokrasi dan membentuk negara yang demokratis". Ia mengatakan dirinya "lebih dari siap" untuk kembali ke Mesir dan membantu penyelesaian diplomatik, seandainya hal itu diinginkan oleh Kairo. Uni Eropa "sangat prihatin" dengan kekerasan yang terus berlangsung di negara itu.

Para diplomat Uni Eropa mempersingkat masa cuti mereka dan berkumpul di Brusssel untuk membahas agenda penting ini. Ketua Komisi Jose Manuel Barroso dan Ketua Dewan Eropa Herman van Rompuy dalam sebuah keterangan bersama menyebutkan, Uni Eropa akan "meninjau kembali hubungannya dengan Mesir".

"Ini pasti tidak mudah", kata Bernardino Leon, pejabat Uni Eropa urusan Laut Tengah yang baru saja kembali dari perjalanan ke Mesir. Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa ingin menjembatani sengketa berdarah antara militer di satu pihak dan pengikut Ikhwanul Muslimin di pihak lain. Sudah sekitar 1000 orang tewas dalam berbagai bentrokan yang terjadi.

Reaksi atas aksi kekerasan

Sebagai reaksi atas kekerasan yang berlangsung di Mesir sejak Rabu lalu,  beberapa negara seperti Denmark dan Jerman untuk sementara menghentikan beberapa proyek bantuan. Dalam pertemuan di Brussel hari Rabu, para Menteri Luar Negeri antara lain akan membahas rencana penghentian pengiriman senjata dan pembekuan beberapa proyek.

Tapi tidak semua negara Uni Eropa setuju menghentikan pengiriman bantuan ke Mesir. Mereka justru khawatir, situasi penduduk sipil bisa makin buruk. Banyak pengamat menilai, dengan menghentikan bantuan, pemerintah transisi Mesir malah makin sulit dibujuk untuk kembali ke meja perundingan.

Pengamat politik Josef Janning mengatakan kepada Deutsche Welle, memang tidak mudah menentukan langkah selanjutnya, apalagi menghentikan bantuan. "Di satu pihak, ini bisa melemahkan struktur masyarakat sipil yang memang sudah lemah, dipihak lain, kita tidak bisa bertindak seakan-akan tidak ada kekerasan yang terjadi".

Pengaruh Uni Eropa terbatas

"Masa depan politik di Mesir tidak ditentukan di Brussel, melainkan hanya bisa ditentukan oleh rakyat Mesir sendiri", kata Menlu Jerman Guido Westerwelle. Politik Uni Eropa memang tidak punya pengaruh terlalu besar atas perkembangan di Mesir.

Untuk tahun 2012 dan 2013, Uni Eropa sebenarnya menyediakan sekitar 5 milyar Euro dari berbagai sumber sebagai bantuan untuk Mesir. Sampai saat ini, baru 40 juta Euro yang disalurkan. Selain itu, ada sekitar 60 organisasi bantuan dari Eropa yang aktif di Mesir. Negara itu juga menerima bantuan dana senilai 1,3 juta milyar Dollar setiap tahun dari Amerika Serikat.

Kalaupun bantuan dari Uni Eropa dihentikan, Saudi Arabia sudah mengatakan siap menggantikan bantuan dari Eropa dan Amerika. Saudi Arabia menyatakan siap menyalurkan sampai 9 milyar Euro. "Negara-negara Arab dan negara-negara Islam cukup kaya dan tidak akan segan mengulurkan tangan kepada saudara-saudaranya di Mesir", kata Menlu Saudi Arabia Pangeran Saud al-Faisal.

Terlepas dari penghentian pengiriman senjata atau proyek bantuan, Uni Eropa tetap akan berusaha membantu solusi politik di Mesir. "Kami percaya masih ada kekuatan demokrasi di negara itu", kata Bernardino Leon. Situasinya memang kompleks, tapi Mesir adalah sebuah negara penting dan merupakan partner utama bagi Uni Eropa, tambahnya.

Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa terakhir kali membahas Mesir dalam pertemuan 22 Juli lalu. Ketika itu, mereka mengimbau pihak militer untuk segera melakukan transisi demokrasi.

hp/ap (dpa, afp, rtr)