1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

310511 UNESCO Bildung Gender

1 Juni 2011

"Hidup yang lebih baik adalah masa depan yang lebih baik", ini slogan UNESCO bagi pakta baru yang membuka akses bagi semua anak perempuan dan perempuan dewasa untuk memperoleh pendidikan.

https://p.dw.com/p/11RR9
Satu kelas di sebuah sekolah di Kalkuta, IndiaFoto: picture-alliance/Robin Laurance/Impact Photos

Bagaimana pun juga, dari sekitar 800 juta orang yang masih buta huruf di seluruh dunia, duapertiganya adalah perempuan. Di situasi konflik mereka menjadi korban utama kekerasan dan kehilangan kesempatan untuk bersekolah. Dampaknya akan dirasakan seluruh kelompok masyarakat. Demikian menurut Irina Bokova, dirjen UNESCO.

"Harga yang harus kita bayar tidak bisa diterima. Penanganan yang tidak adil berarti hilangnya nyawa seorang manusia. Angka kematian anak yang semakin tinggi. Manusia terjatuh dalam lembah kemiskinan. Kesehatan masyarakat dirusak. Dan kesempatan untuk pembangunan berkesinambungan terkubur," papar Irina Bokova.

Sejak lama UNESCO mengusahakan agar lebih banyak anak perempuan yang bersekolah. Di Niger, kelas-kelas baru dibangun, gedung tua direnovasi dan sekolah kejuruan bagi anak-anak perempuan didirikan. Di Pakistan, UNESCO mengembangkan kursus membaca melalui telepon genggam bersama dengan penyedia layanan jasa komunikasi telepon genggam setempat. Di Meksiko digelar latihan gender yang melawan kekerasan berdasarkan jenis kelamin. Dari aksi-aksi tersebut, mulai tampak keberhasilan.

Namun, perubahan sikap mental yang dibutuhkan tidak ada. Pakta baru ini diharapkan bisa mengubahnya. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton telah menyatakan dukungannya. "Amerika Serikat bangga bersama UNESCO memulai studi dengan tema pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan dewasa di dunia. Kami berharap ini akan menjadi studi baru yang penting. Dan sebelum Anda mengatakan, ah kembali sebuah laporan penelitian, biarkan saya jelaskan, bahwa berita ini berasal dari pengalaman UNESCO dalam bidang pengumpulan data dan analisa yang akan memberikan perspektif baru dalam masalah ketidakadilan memperoleh pendidikan dan apa yang bisa kita lakukan untuk melawannya."

Sebagai mitra bagi program yang sudah jelas, UNESCO mendapat dukungan perusahaaan swasta besar. Bersama Nokia misalnya, di Afrika dan Asia program pemberantasan buta huruf melalui telepon genggam akan diperluas bagi perempuan muda. Microsoft menawarkan bantuan melatih guru dalam menggunakan sarana telekomunikasi baru dan khususnya memungkinkan akses internet bagi perempuan di kawasan terisolasi. Sekjen PBB Ban Ki Moon juga mendukung pakta tersebut. Negara-negara tertentu seperti Bangladesh ingin segera menjalankannya.

Pemerintah Bangladesh sudah sejak 30 tahun mengkampanyekan pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan dewasa. Berkat usaha tersebut, angka kematian anak-anak dan ibu juga turun. Bangladesh adalah satu dari sedikit negara di dunia yang memiliki seorang perempuan di puncak pemerintahannya. Perdana Menteri Sheikh Hasina punya perspektif gender yang jelas akan masyarakat di negaranya. Bahkan ada peribahasa untuk itu: "Jika seorang anak laki-laki dibesarkan, maka satu orang yang akan dididik. Jika seorang anak perempuan yang dibesarkan, maka keluarganya dan seluruh bangsanya yang dididik."

Suzane Krause/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Hendra Pasuhuk