UE Akan Longgarkan Sanksi terhadap Zimbabwe
23 Juli 2012Dalam pertemuan para menteri luar negeri negara anggota Uni Eropa di Brussel disepakati bahwa kebanyakan sanksi terhadap Zimbabwe akan dicabut bila referendum mengenai konstitusi yang dijadwalkan digelar tahun ini, berhasil dengan baik. Para menlu UE juga menyepakati untuk kembali memberikan bantuan langsung kepada pemerintahan Zimbabwe setelah dibekukan sepuluh tahun yang lalu.
Dalam pernyataan para menteri mengenai alasan pencabutan sanksi bantuan pembangunan terhadap pemerintah Zimbabwe, tercantum bahwa negeri itu telah melakukan langkah-langkah yang cukup "untuk mengembangkan kebebasan dan kemakmuran warga Zimbabwe".
UE menerapkan sanksi terhadap negeri di Afrika selatan itu pada tahun 2002 setelah Presiden Robert Mugabe menindas oposisi dan menggusur petani berkulit putih dari lahan pertanian mereka tanpa adanya ganti rugi.
UE mulai memperlonggar sanksi terhadap Zimbabwe tahun lalu setelah terlihat kemajuan dalam pelaksanaan kesepakatan pembagian kekuasaan antara partai Mugabe, Zanu PF dan bekas gerakan oposisi Movement for Democratic Change. Kekuasaan di Zimbabwe saat ini dipegang oleh Mugabe sebagai presiden dan bekas lawannya, Morgan Tsvangirai sebagai perdana menteri.
Mugabe masih tidak disukai
Meskipun sejumlah besar sanksi akan dicabut, para diplomat UE bersikeras bahwa sanksi terhadap diri Mugabe sendiri serta pendukung dekatnya masih tetap berlaku. "Sanksi atas Mugabe atau siapa saja yang masih melanggar hak asasi manusia dan memicu kekerasan dllnya., jelas masih berlaku," ujar seorang pejabat UE.
Partai dari Mugabe dengan marah menanggapi pernyataan UE yang mengaitkan pelonggaran sanksi dengan pelaksanaan referendum secara damai. "Ini omong kosong," kata Rugare Gumbo, jurubicara partai ZANU-PF kepada kantor berita AFP. "Kami pikir, ini bukan penyelesaian yang semestinya," sambungnya. "Kami mengatakan, semua sanksi harus dicabut." Referendum yang direncanakan itu diharapkan meratakan jalan menujui pemilu yang demokratis tahun depan.
cs/as (dpa, AFP)