1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bank-bank Syariah

Senada Sokollu29 Oktober 2013

Turki menggenjot pertumbuhan sektor perbankan Syariah agar bisa menampung arus modal dari negara-negara Islam. Pelaku pasar dan ekonom menyambut langkah tersebut, sebagian lain mengkhawatirkan gelombang Islamisasi.

https://p.dw.com/p/1A7M2
Foto: AP

Bank-bank bernafas syariah semakin digemari di Turki. Data statistik yang dikumpulkan perhimpunan bank-bank Islam Turki (TKBB) menunjukkan, pertumbuhan sektor perbankan syariah melejit sebesar 25 hingga 30 persen pertahun sejak 2006.

Sampai awal tahun Turki cuma memiliki empat bank syariah besar dengan 800 cabang, kini jumlahnya sudah mencapai 900. Tiga dari empat bank terbesar berasal dari kawasan teluk.

Bank-bank syariah saat ini menguasai 5% pangsa pasar perbankan nasional. "Bank Syariah harus lebih aktif agar membuka akses seluas-luasnya terhadap layanan kredit, dengan begitu sektor keuangan kita akan lebih kaya," kata Wakil Perdana Menteri Ali Babacan kepada harian Hürriyet.

Kekhawatiran kosong soal Islamisasi

Turki menggunakan layanan keuangan berbasis Syariah sejak penghujung dekade 1980-an. Saat itu bentuknya baru berupa lembaga kredit swasta. Sektor ini kemudian diakui secara resmi tahun 2006 lalu.

2010 bank "Kuveyt Türk" menjadi institusi pertama yang meluncurkan produk pinjaman Syariah alias sukuk. "Tahun lalu pemerintah menggelontorkan dana sukuk senilai 1,5 milyar US-Dollar di pasar internasional. Tahun ini jumlahnya membengkak menjadi 3,3 milyar US-Dollar, " kata Osman Akyüz, Sekretaris Jendral TKBB kepada Deutsche Welle.

Ia mengklaim, dalam waktu sepuluh hingga 20 tahun kedepan jumlah dana segar yang siap dikucurkan ke pasar akan meningkat empat kali lipat.

Kendati begitu pertumbuhan cepat sektor perbankan Syariah menyisakan kekhawatiran di kalangan kaum sekuler Turki yang takut akan gelombang islamisasi. Pandangan tersebut terutama menguat sejak berkuasanya partai AKP di bawah pimpinan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan.

Akyüz sendiri tidak memahami kekhawatiran tersebut. Menurutnya petumbuhan sektor perbankan Islam tidak berhubungan dengan islamisasi di Turki. "Fenomena ini adalah murni ekonomi. Sebab itu kita menyebutnya sharing alias berbagi untuk menyesuaikan dengan dunia Islam," katanya. Menurutnya dunia keuangan tidak mengenal kredit Islami, Yahudi atau kristen.

Menurutnya kredit Syariah cuma "metode untuk memberikan kredit, investasi atau mengumpulkan modal. Sistem perbankan tradisional membiayai produknya lewat bunga. Sementara kami dari keuntungan si debitor," kata Akyüz.

Sekjen TKBB itu juga menggarisbawahi, bahwa bank-bank Syariah tidak cuma aktif di negara-negara muslim. Melainkan juga di Eropa, seperti ketika bank Kuveyt Türk membuka cabang di Mannheim, Jerman 2010 lalu atau "Islamic Bank of Britain" yang beroperasi sejak 2004 di Inggris dengan empat cabang.

Turki bergantung pada modal asing

Buat ekonom Turki, Mustafa Sönmez, menguatnya sektor perbankan Syariah tidak berdampak negatif terhadap situasi politik dan ekonomi Turki. Menurutnya pangsa pasar yang cuma sebesar lima persen terlampau kecil untuk menjadi acuan, "Turki membutuhkan aliran modal asing. Tidak peduli apakah datangnya dari sektor Kristen atau Syariah."

Sönmez mengklaim, Turki memang diuntungkan lantaran statusnya sebagai negara Islam. "Sebab itu pemerintah aktif mendekati negara-negara yang memiliki petrodollar untuk berinvestasi di Turki."

Pasar Turki membutuhkan aliran dana investasi dari seluruh dunia, "sebab itu modal yang berasal dari sektor Syariah tidak akan bisa menggeser aliran modal tradisional," katanya.

Bank-bank Syariah saat ini sedang membidik pembiayaan proyek-proyek besar, antara lain untuk proyek pembangunan jembatan selat Bosporus atau bandar udara ketiga di Istanbul, "untuk itu kami bisa menawarkan sukuk," kata Akyüz.