1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

171011 Tunesien Wahl

23 Oktober 2011

Sekitar 100 partai maju dalam pemilihan umum Tunisia hari Minggu (23/10) ini. Pengamat memperkirakan, usai pemilu akan tersisa wakil dari sekitar 10 partai yang mendapat kursi di parlemen, termasuk calon independen.

https://p.dw.com/p/12x7Z
Foto: DW/K.Mabrouka/H.Grott

Kiri tengah, sosialis intelektual dan liberalisme Magribi, keputusan yang akan diambil tidak mudah. 217 anggota terpilih ini akan membahas konstitusi baru dan mempersiapkan pemilihan presiden dan parlemen berikutnya. Sejak kemerdekaan dari Perancis 1956 dan pembentukan republik berbasis kepresidenan di tahun berikutnya, Tunisia baru mengalami kehidupan yang betul-betul bebas. Di bawah pemerintahan diktator Ben Ali, Tunisia secara politik masyarakat termasuk salah satu yang maju di dunia Arab, misalnya sehubungan posisi perempuan dalam masyarakat.

Banyaknya partai yang maju dalam pemilu bukan hal aneh dalam masa transisi politik. Begitu ungkap Asiem El Difraoui dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik. Menurut pakar politik ini, perkembangan seperti itu sangat normal setelah masa kekuasaan seorang diktatur. Menurutnya, di Tunisia belum ada budaya politik kompromi. Tapi pada akhirnya akan terbentuk blok-blok yang lebih besar.

Peluang bagus bagi Islam politik

Wahlen in Tunesien
Foto: DW/K.Mabrouka/H.Grott

Meski terdapat banyak partai, tampak ada tiga arus politik yang utama. Di satu pihak ada kaum revolusioner muda dan aktivis politik. Kelompok yang terpengaruh oleh ide-ide sosial demokrat dan sosialis ini menuntut dibangunnya sebuah Tunisia yang maju dan modern. Namun mereka sebelumnya tidak memiliki pengalaman partai, apalagi membentuk sebuah partai.

Kemudian ada sayap yang terdiri dari bekas kalangan pemerintah. Di bawah pemerintahan Ben Ali, kelompok ini membentuk oposisi dan mewakili kubu liberal yang ingin me-modernisasi Tunisia. Dalam jajarannya terdapat juga kaum pengusaha, yang mampu membiayai kampanye pemilu yang mahal.

Selain itu ada kubu Islam politik yang sangat berpengaruh, diwakili oleh Partai Ennahda. Partai yang selama ini ditekan oleh penguasa, merupakan satu-satunya gerakan politik yang memiliki struktur organisasi di seluruh negeri. Meski memiliki peluang besar, kelompok ini sebenarnya terpecah, jelas Klaus Loetzer dari Yayasan Konrad Adenauer. Sebagian mengikuti model Turki dan sebagian lagi menginginkan perpisahan antara agama dan negara. Ada juga yang menginginkan kesatuan negara dan agama, dengan hukum Sharia sebagai bingkai kehidupan warga dan keputusan pemerintah.

Harapan Akan Bangkitnya Ekonomi

Partai manapun yang memenangkan pemilu, yang jelas perekonomian negara harus mendapat perhatian. Pergolakan politik terakhir telah menyebabkan terpuruknya ekonomi Tunisia. Juga sektor turisme mengalami kemunduran hebat. Lapangan kerja yang merupakan salah satu tuntutan utama kaum revolusioner, masih amat kurang dan cadangan devisa sudah menipis. Dalam waktu dekat belum terlihat ada perbaikan. Hal ini terlihat dari gelombang pengungsi yang menyebrangi laut tengah.

Wahlen in Tunesien
Foto: DW/K.Mabrouka/H.Grott

Memperbaiki kehidupan rakyat merupakan tantangan terbesar bagi politik Tunisia. Begitu ungkap Asiem El Difraoui. Menurut dia, kondisi ekonomi perlu menjadi perhatian setiap partai. Khususnya kondisi ekonomi di kawasan pedesaan, tempat berawalnya pemberontakan terhadap Ben Ali. Dari segi ini perubahan politik belum menghasilkan banyak bagi masyarakat pedesaan. Namun pemilihan umum ini tetap merupakan langkah penting guna memenuhi harapan revolusi Tunisia.

Anne Allmeling /Edith Koesoemawiria
Editor: Luky Setyarini