1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

150111 Tunis Unsicherheit

15 Januari 2011

Setelah Presiden Tunisia Zine el Abidine Ben Ali meninggalkan negaranya, situasi di negara itu tetap tegang. Militer dan polisi yang mengenakan baju sipil berada di jalan-jalan untuk menjaga ketenangan dan keteraturan.

https://p.dw.com/p/zyAL
Juru bicara majelis rendah parlemen Tunisia, Foued Mbazaa, menjadi presiden masa transisi.
Juru bicara majelis rendah parlemen Tunisia, Foued Mbazaa, menjadi presiden masa transisi.Foto: dapd

Setelah mantan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali meninggalkan Tunisia, negara itu tak kunjung tenang. Di beberapa kota dilaporkan terjadi kerusuhan dan kekacauan. Di kota Mahdia dekat Monastir dilaporkan puluhan orang tewas dalam kerusuhan di sebuah penjara.

Saksi mata melaporkan, beberapa dari 1200 narapidana membakar kasur mereka. Api menjalar dengan cepat ke seluruh gedung penjara. Ketika tahanan berupaya untuk melarikan diri, para sipir melepaskan tembakan. Di kota Kasserine dilaporkan pula sebuah penjara terbakar.

Presiden sementara Foued Mbazaa meminta PM Mohammed Ghannouchi untuk membentuk pemerintahan kesatuan nasional. Untuk itu Ghannouchi telah memulai pembicaraan pertama dengan partai-partai oposisi. Koalisi pemerintahan baru, yang melibatkan oposisi, akan mengisi kekosongan kekuasaan setelah mundurnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali. Lebih lanjut dipastikan dalam waktu 60 hari ke depan akan digelar pemilihan presiden.

Warga Dilanda Ketakutan

Militer berjaga-jaga di depan gedung pemerintahan di Tunis, Tunisia, Januari 2011.
Militer berjaga-jaga di depan gedung pemerintahan di Tunis, Tunisia, Januari 2011.Foto: picture alliance / dpa

Sabtu sore hari (15/01) api tampak mengepul di sejumlah bagian kota Tunis. Kota tampak sepi, dan daerah pusat kota ditutup sepenuhnya. Penembak jitu ditempatkan di gedung departemen dalam negeri. Panser diparkir di depannya, helikopter terbang berputar di atas kota. Semakin dekat malam, semakin tinggi perasaan takut atas kemarahan yang menyebabkan kehancuran dan kekerasan.

Itu juga dirasakan Hassan, seorang pria muda yang besar di Jerman. Katanya, "Kemarin malam saya tidak tidur. Saya punya anak, dan saya memegang kayu untuk mempertahankan diri dan melindungi diri. Apakah polisi tampak di sini? Tidak! Orang merasa tidak aman!"

Orang merasa tidak aman, karena sampai sekarang tidak jelas, siapa yang berada di balik penjarahan dan kelompok yang melakukan kekerasan, juga siapa sekarang yang berkuasa di negara.

Presiden Sementara Juga dari Partai Ben Ali

Orang-orang berkerumun di depan sebuah gedung bank yang hangus terbakar, Tunis, Tunisia.
Orang-orang berkerumun di depan sebuah gedung bank yang hangus terbakar, Tunis, Tunisia.Foto: picture alliance / dpa

Sabtu pagi (15/01) dikatakan, PM Ghannouchi akan memimpin negara itu di waktu-waktu mendatang. Kemudian Dewan Konstitusi mengangkat Foued Mbazaa yang berusia 67 tahun menjadi presiden sementara. Mbazaa, yang terakhir menjabat ketua parlemen, tidak dikenal dunia internasional. Tetapi ia tidak dianggap pendukung Ben Ali sehingga mungkin lebih dapat dipercaya sebagai pemimpin sementara. Demikian pendapat Thomas Schiller, pemimpin cabang yayasan Jerman Konrad Adenauer Stiftung di Tunis.

Tetapi Mbazaa juga anggota partai Ben Ali RCD, dan banyak warga Tunisia sekarang hanya menginginkan satu hal: RCD tidak berkuasa lagi.

Pedagang bernama Ahmed Rouissi misalnya mengatakan, "Ghannouchi telah memerintah selama 10 tahun bersama Ben Ali. Saya ingin demokrasi yang asli, pemerintah yang baru, yang lain sepenuhnya."

Hari Sabtu (15/01) penghancuran terus berjalan. Yang jadi sasaran terutama harta milik istri Ben Ali, Laila Trabelsi dan keluarganya. Di daerah turis, situasi lebih tenang. Tetapi biro perjalanan Jerman memutuskan untuk menerbangkan para wisatawan keluar dari Tunisia. Sabtu sore (15/01) sejumlah bus menjemput turis dari daerah-daerah wisata, sehingga mereka dapat terbang dengan pesawat khusus kembali ke tanah air.

Marc Dugge/Marjory Linardy

Editor: Luky Setyarini