1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunisia, Enam Bulan Setelah Revolusi

Ayu Purwaningsih14 Juli 2011

Enam bulan setelah revolusi, perekonomian Tunisia makin terpuruk. Sementara politik belum lagi stabil. Reformasi harus mulai dikedepankan menuju masa depan yang demokratis.

https://p.dw.com/p/11vO8
Jalan-jalan di TunisiaFoto: picture alliance/dpa

Tunisia kembali bergemuruh. Setengah tahun setelah tumbangnya bekas presiden Zine el Abidin Ben Ali, orang-orang kembali turun ke jalan. Mereka meneriakan kemarahan. Ratusan orang yang berhimpun di kementerian kehakiman di Tunis, penuh emosi.

Kekecewaaan demikian besarnya. Kenyataan bahwa bekas diktator dan istrinya harus bertanggungjawab di muka pengadilan – atas kasus pencucian uang, penyiksaan dan pembunuhan -- tak mengurangi kekecewaan. Begitu pula setelah dijatuhkannya vonis penjara dan denda yang tinggi kepada mereka dalam proses hukum pertama. Kekecawaan warga tak berkurang, karena sang terpidana dan istrinya masih hidup tenang di pengasingan di Arab Saudi.

Superteaser NO FLASH Victory-Zeichen Tunesien
Revolusi TunisiaFoto: picture alliance/dpa

Namun beberapa hal telah dilakukan di Tunisa, sejak hengkangnya Ben Ali. Bekas partai RCD dibubarkan, demikian pula dinas polisi rahasia. Kebebasan media dan berpendapat kini menjadi keseharian, sementara kantor-kantor pemerintahan, diduduki orang-orang baru. Meski demikian, reformasi dianggap masih berjalan lamban dan belum dirasa cukup. Menteri keuangan Jalloul Ayed menyebutkan: tantangan bagi pemerintah kini adalah tingginya pengharapan disamping ketidaksabaran warga: „Revolusi di Tunisia tak berpihak, tanpa pemimpin dan spontan. Para pemuda yang berevolusi kini banyak yang menganggur. Jika tidak cepat merasakan, bahwa berkat demokrasi semua berjalan baik, maka proses demokratisasi bisa gagal.”

Sejak Ben Ali tumbang, perekonomian Tunisia melemah. Sektor pariwisata yang menjadi andalan, kini merosot. Pantai dan hotel-hotel terlihat sepi. Sejak Januari lalu, ribuan pegawai hotel kehilangan pekerjaan. Sedemikian rapuhnya, Tunisia sangat membutuhkan kebangkitan di bidang perekonomian.

Banyak yang mencemaskan, bahwa orang-orang dari rezim lama masih berpengaruh. Rumor ynag berkembang, terjadi demonstrasi bayaran, untuk mengusik ketenangan, bahkan untuk menghindarkan reformasi. Tak seorangpun tahu, siapa dibalik lebih dari 60 partai baru yang terbentuk, sejak Januari lalu. Dari pembentukan partai-partai ini, kaum Islamis bisa saja memetik keuntungan. Di bawah rezim Ben Ali, mereka dulu dilarang berpolitik.

Setelah maju mundur, Pemilu bagi dewan yang akan membuat konstitusi akan berlangsung pada akhir Oktober. Namun apabila pemilu ini berhasil, ini hanyalah sebuah pintu menuju Tunisia yang baru, demikian peringatan Perdana Menteri Ben Caid Essebsi yang berusia 84 tahun. Barulah kemudian menanti, perjalanan panjang yang melelahkan menuju demokrasi.

Alexander Göbel / Ayu Purwaningsih

Editor : Pasuhuk