1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tembok Canggih Mampu Produksi Listrik

Martin Riebe1 Juli 2016

Selama ini panel surya cuma bisa ditempatkan di atap rumah buat mendapat sinar matahari secara optimal. Tapi kini ilmuwan di Jerman mengembangkan tembok yang bisa memproduksi listrik dari energi matahari.

https://p.dw.com/p/1JGli
Foto: Fotolia/pico

Sejak lebih dari 3 miliar tahun, dengan bantuan pigmen warna klorifil, tanaman berdaun hijau mengubah cahaya melalui fotosintesa menjadi energi kimia. Inilah basis bagi kehidupan di bumi. Yakni, produksi energi yang bebas polusi.

Di Universitas Kassel, para ilmuwan meniru proses produksi energi tersebut. Tim arsitek, seniman, ilmuwan teknologi nano dan desainer mengembangkan bahan bangunan yang berfungsi sebagai sel fotovoltaik dan mengubah energi matahari menjadi listrik.

Pertama-tama mereka membuat beton yang bersifat konduktor. Para peneliti menambahkanan grafit agar beton memiliki kemampuan menghantar listrik. Beton yang sudah kering dapat dipakai sebagai kutub positif atau negatif dan menghantarkan elektron.

Oleh karenanya, arsitek Thorsten Klooster dan seniman Heike Klussmann memiliki ide memanfaatkan beton ini untuk menghasilkan listrik tenaga surya. Klussmann menjelaskan: “Yang istimewa, sensitivitas terhadap sentuhan. Sensitivitas sentuhan ini muncul setelah kita membuat beton bersifat konduktif. Dan beton konduktif ini menjadi elemen dasar beton tenaga surya.“

Tembok Canggih Mampu Produksi Listrik

Untuk mengaktifkan beton agar bisa memproduksi energi, peneliti mencetak atau menyemprotkan beberapa lapisan cat pada beton. Hasilnya adalah apa yang disebut sel surya pigmen warna, yang menghasilkan listrik energi surya berbasis fotosintesa. Faktor yang menentukan adalah urutan pelapisan cat amat tipis itu.

Thorsten Klooster: “Jika kita mengkombinasikan dengan tepat lapisan warna, terciptalah efek sel fotovoltaik. Dalam sistem ini, ada lapisan dimana terdapat pigmen klorofil. Dan ketika sinar matahari mengenai pigmen warna ini, elektron dilepaskan dan arus listrik mengalir.“

Guna mengoptimalkan kinerja sel surya berbasis pigmen warna, pengukuran dilakukan dalam jangka panjang di laboratorium. Sebuah lempengan sel surya hanya membangkitkan tegangan beberapa ratus milivolt. Ilmuwan menunjukkan jika cahaya yang jatuh ke sel surya ditutupi tangan, tegangan turun drastis. Tegangan kembali meningkat ketika cahaya menyinari lagi sel surya.

Efisiensi sel surya saat ini hanya dua persen. Sepertinya kecil, tapi tetap berguna. Klussman: “Beton sel surya buatan kami sangat menarik, karena mudah diproduksi dan ramah lingkungan, serta dapat diterapkan pada bidang yang luas. Kita dapat membayangkan perspektifnya, semua permukaan datar di sebuah kota bisa menghasilkan listrik.“

Semakin banyak sel surya yang disemprotkan atau dicetak pada dinding rumah, lebih banyak listrik yang dapat diproduksi. Untuk itu sel-sel surya harus terkoneksi dan dijadikan panel. Dalam kondisi ideal setiap meter persegi permukaan bisa menghasilkan 20 watt listrik.

Klooster: “Sel tunggal tidak dapat memproduksi listrik, sel-sel harus dikoneksikan dan dibuat modul. Beberapa sel membentuk sebuah panel. Ini contohnya, sebuah modul dengan enam sel. Sel-sel ini terhubung dengan kabel. Baik terhubung secara seri maupun paralel. Lewat kabel ini, konsumen bisa menghubungkan peralatan, misalnya menyalakan bohlam.

Pada beton, interkoneksitas di antara sel-sel surya itu tersembunyi dalam lapisan cat. Visi peneliti, dalam waktu sekitar 5 tahun sel surya pigmen warna bisa diproduksi massal secara industrial. Baik sebagai bahan bangunan untuk bangunan baru maupun ditambahkan pada fasad yang sudah ada.