1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Politik Provokasi Iran

30 September 2009

Iran mempertahankan haluan konfrontasinya. Beberapa hari setelah mengakui mengoperasikan instalasi atom ke dua untuk pengayaan Uranium, militer Iran diduga sukses melakukan uji coba roketnya.

https://p.dw.com/p/Jumm
Daniel ScheschkewitzFoto: DW

Roket Shahab-3 merupakan pengembangan lebih lanjut dari roket jarak menengah dalam persenjataan Iran, dan diperkirakan memiliki daya jangkau hingga 2.000 kilometer. Dengan begitu, roket ini mampu mencapai kota-kota di Israel serta pangkalan militer Amerika Serikat di kawasan Teluk Persia.

Ujicoba roket itu telah diumumkan sebelumnya, dan seharusnya tidak ada kaitannya dengan instalasi atom ke dua. Akan tetapi, masyarakat internasional merasakan kekhawatiran amat besar. Strategi bermuka dua dari Iran, di satu pihak Iran menunjukkan kesiapan untuk berunding, tapi dalam waktu bersamaan melanjutkan program atomnya dan terus meningkatkan persenjataan roketnya, jelas memiliki sistem. Motto yang diikuti adalah, hanya mereka yang memandang serius kekuatan militer kami, yang juga akan siap melakukan kompromi di meja perundingan. Iran menghendaki, program atomnya, yang diakui hanya untuk tujuan sipil, mendapat penegasan hak secara tertulis.

Peningkatan persenjataan militer itu juga dibarengi tujuan; Teheran dapat melancarkan serangan balasan, jika instalasi atomnya di Natanz atau Qom diserang. Menurut laporan Rusia, Teheran kini sedang berusaha keras membuat roket jarak jauh, yang memiliki daya jangkau hingga 5.000 kilometer. Dengan begitu, juga sasaran di Eropa dapat menjadi bidikan para Mullah.

Akan tetapi, bagaimana menyikapi peningkatan persenjataan militer ini tanpa merangkul aktor utamanya, bahkan mengancam Iran dengan serangan militer? Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengetahui dilemanya. Tanpa front yang memiliki tekad bulat di kalangan anggota pemilik hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan bangsa Bangsa, sanksi terhadap Iran tidak akan dapat diterapkan. Tanpa tekanan diplomatik, Teheran akan terus melakukan provokasinya, dan merahasiakan program atomnya. Di sini diperlukan kepekaan diplomatis. Terutama jika menyangkut upaya merangkul Rusia dan Cina ke dalam sebuah strategi bersama.

Dengan membatalkan rencana pembangunan sistem penangkis peluru kendali di Eropa Tengah, Obama memberikan konsesi amat besar kepada Rusia. Dengan itu, seharusnya Rusia berterima kasih dengan memandang pada masalah Iran. Sebaliknya, Cina justru memberikan bantuan bahan bakar kepada rezim di Teheran yang saat ini berada di bawah sanksi PBB.

Dalam beberapa hari mendatang, di Jenewa, Swiss, kembali akan dilakukan perundingan antara kelompok enam, yakni lima negara pemilik hak veto di Dewan Keamanan ditambah Jerman dengan Iran. Teheran mencoba memainkan posisinya sebagai pihak yang kuat. Namun genderang perang yang ditabuhnya amat kasar. Dalam hal ini berlaku prinsip, bereaksi secara bijaksana serta tetap melancarkan tekanan sanksi terhadap Teheran. Sebab kembali bergulirnya eskalasi kekerasan pada saat ini amatlah kontraproduktif.

Daniel Scheschkewitz/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid