1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Mesir Dalam Jerat Demokrasi

Rizki Nugraha24 Desember 2012

Konstitusi baru Mesir tidak cuma merugikan kelompok moderat dan liberal, tapi juga Ikhwanul Muslimin sendiri. Kemenangan sepihak dalam referendum itu diyakini akan mempersulit jalan Mesir menuju stabilitas berkelanjutan

https://p.dw.com/p/178Yb
Foto: AP

Referendum konstitusi di Mesir membawa negara itu ke arah yang berbeda. Jauh dari kebebasan dan keterbukaan yang sempat menjadi mimpi di tengah kemelut revolusi musim semi tahun lalu.

Konstitusi baru yang digodok sepenuhnya oleh kelompok konservatif Islam itu bisa dipastikan akan diterima oleh sebagian besar pemilih. Dan Presiden Muhammad Mursi boleh berbangga lantaran membukukan kemenangan pertamanya atas kelompok oposisi.

Jalan yang diambil Mesir boleh jadi kontroversial. Konstitusi baru yang kental aroma Syariah Islam itu dianggap mengucilkan kaum minoritas dan membelah penduduk ke dalam dua kubu yang saling bertentangan.

Kelompok Kristen Koptik yang mencakup sepuluh persen dari penduduk Mesir yang berjumlah 85 juta orang itu, dibuat meradang oleh sejumlah pasal yang berpotensi diskriminatif. Sebagaimana pula kaum sekuler, liberal dan sayap kiri masyarakat.

Jika Ikhwanul Muslimin merasa hasil referendum ini merupakan kemenangan historis setelah tahun-tahun penuh penindasan di bawah Husni Mubarak, boleh jadi kelompok itu keliru.

Sikap anti-kompromi yang ditunjukkan Ikhwan selama beberapa bulan terakhir malah menjadi bumerang. Popularitas organisasi Islam terbesar di Mesir itu merosot drastis sejak kemenangan mereka pada pemilu nasional.

Sayap radikal di tubuh Ikhwan mungkin akan menjawab perkembangan tersebut dengan semakin merapat dan memegang erat kekuasaan untuk lima tahun kedepan. Tapi Presiden Mursi selayaknya memahami, strategi semacam itu tidak akan berbuah positif bagi masa depan politik Ikhwan.

Mursi dan kelompok konservatif Mesir harus berhenti menganggap kelompok oposisi sebagai musuh abadi dan mulai belajar menghargai sikap kelompok lain.

Karena jika tidak, konstitusi baru ini akan sama buruknya bagi sayap moderat dan pragmatis di tubuh Ikhwanul Muslimin, seperti juga halnya untuk kelompok liberal Mesir. Sebab itu pula, jalan menuju stabilitas berkelanjutan di Mesir cuma bisa dicapai jika Presiden Mursi bersedia mengubah haluan politiknya, selama masih ada kesempatan.