1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Israel Siedlungspolitik

23 Juli 2009

Proyek pemukiman di Yerusalem Timur yang mengundang perselisihan membuat Israel semakin banyak menuai kecaman internasional. Israel membantah semua kritik dan mengambil resiko ditinggalkan sekutu-sekutunya.

https://p.dw.com/p/Ivys
Pemukiman Yahudi di utara Jalur GazaFoto: AP

Israel kehilangan teman-teman terbaiknya, contohnya Barack Obama. Presiden Amerika Serikat, dukungan terbesar bagi Israel, sungguh-sungguh ingin melihat kemajuan dalam proses perdamaian Israel dengan Palestina. Ia menuntut diakhirinya pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan dan Yerusalem Timur. Tetapi pemerintahan Netanyahu tetap membangun di atas wilayah Palestina, merampas dan mencaploknya.

Untuk melembutkan hati Amerika, perdana menteri Israel membongkar sejumlah barikade di Tepi Barat Yordan dan beberapa dari apa yang disebut pos penjagaan ilegal di pemukiman. Semua itu cuma kosmetik. Karena jumlah pemukim meningkat, dengan sepengetahuan dan persetujuan pemerintah.

Di Tepi Barat Yordan yang diduduki tahun 1967, termasuk di Yerusalem Timur, kini hidup hampir 500.000 pemukim Israel. Netanjahu ingin me-"yahudi"-kan wilayah sebelah barat Yordan, yang ia sebut "Yudea dan Samaria“. Ia ingin agar warga Palestina di sana menjadi warga kelas dua. Walau sebulan lalu ia bicara resmi tentang pendirian sebuah negara Palestina, tujuan Netanyahu yang sesungguhnya tetap kedaulatan di seluruh Israel, dari Laut Tengah sampai Yordan.

Dengan cara ini, Netanjahu bermaksud mengisyaratkan pada AS bahwa sikapnya akan tetap keras dalam sengketa pembangunan pemukiman di Yerusalem Timur. Warga Yahudi harus punya hak untuk tinggal dan membangun di seluruh Yerusalem, kata sang perdana menteri. Argumentasinya, kalau orang melarang warga Yahudi tinggal di pemukiman tertentu di London, New York, Paris atau Roma, tentu akan ada kecaman internasional.

Netanyahu mengartikan tuntutan pembongkaran pemukiman di Tepi Barat Yordan sebagai diskriminasi terhadap Yahudi. Barang siapa memelintir sejarah dan masa kini sedemikian rupa, tidak perlu heran jika ia ditinggalkan sekutu-sekutu terbaiknya.

Serangan paling buruk dilancarkan Netanyahu belum lama ini, dalam pertemuan dengan Menlu Jerman Frank-Walter Steinmeier. Menyinggung kebijakan soal pemukiman, Netanyahu mengatakan pada tamunya dari Jerman bahwa, "Yudea dan Samaria tidak boleh bersih dari orang Yahudi." Perdana menteri Israel membungkam tamunya dengan kalimat tersebut. Secara tidak langsung ia menuduh Menlu Jerman bahwa tuntutannya untuk membekukan pembangunan pemukiman adalah kebijakan ala Nazi.

Jika Netanyahu tidak mengubah sikap, Israel akan kehilangan teman-teman terbaiknya. Jika ketua partai Likud tersebut tetap bertindak seperti itu, ia menggiring negerinya pada isolasi. Indikasi dari kecenderungan ini adalah pernyataan Ruprecht Polenz, Ketua Komisi Luar Negeri di parlemen Jerman, Bundestag. Politisi CDU itu memperingatkan, jika pembangunan pemukiman di wilayah Palestina tetap dilanjutkan, maka Israel mengambil resiko bunuh diri secara pelan-pelan sebagai negara demokrasi. Polenz benar. Netanyahu kehilangan kesempatan terakhirnya.

Sebastian Engelbrecht

Editor: Renata permadi