1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: "Demokrasi" à la Mesir

2 Desember 2010

Setelah adanya tuduhan manipulasi dalam pemilu di Mesir, dua partai oposisi penting menarik diri dari pemilu kedua yang akan diadakan Minggu (05/12). Komentar Rainer Sollich.

https://p.dw.com/p/QO6D
Presiden Mesir Hosni MubarakFoto: AP

Tidak ada orang yang percaya kepada mereka. Tidak ada yang menanggapi dengan serius. Tetapi sebagian besar penguasa otoriter di dunia ini memiliki tendensi, memoles secara optis kurangnya legitimasi demokratis atas dirinya, melalui pemilu yang dimanipulasi. Orang yang tidak segera menyadari manipulasi semacam itu, selambatnya akan melihatnya pada "sukses besar" dalam pemilu, di mana suara yang diperoleh hampir sampai 100%.

Di Mesir Partai Demokrasi Nasional di bawah Presiden Hosni Mubarak sudah mendapat 95% suara dalam tahap pertama. Katanya. Karena, pendukung Mubarak yang paling setia pun tidak percaya, bahwa putaran pertama pemilu telah berjalan "bebas dan adil" seperti diumumkan resmi. Pengamat internasional tidak diijinkan hadir. Aktivis oposisi dan demokrasi mengeluhkan adanya pelecehan dan tukang pukul di depan tempat pemberian suara. Itu juga dapat dilihat di televisi. Bahkan AS yang menjadi mitra setia Mesir juga menyatakan kecewa tentang manipulasi pemilu yang tampak jelas. Tetapi itu, seperti biasa, hanya protes yang memberikan kesan sudah rutin diberikan.

Sekarang sudah pasti, bahwa pemilu tahap kedua hanya akan menjadi lelucon saja. Karena Persaudaraan Muslim yang menjadi kelompok oposisi paling penting, tidak bersedia ikut karena manipulasi yang begitu jelas. Penguasa sukses menyebabkan kubu Islamis tidak mendapat suara sama sekali, walaupun mereka populer di masyarakat. Partai Liberal Wafd juga menarik calonnya. Oleh sebab itu kubu yang menghambat kemajuan demokrasi di bawah Mubarak semakin besar. Dengan demikian bahaya juga semakin besar, bahwa di antara kaum Islamis gerakan radikal semakin kuat.

Hosni Mubarak sudah memerintah Mesir lebih dari 30 tahun, dan mencapai beberapa prestasi. Itu dilihat bukan hanya dari sudut pandang Barat. Walaupun ada penyensoran, pers di Mesir masih lebih bebas daripada di negara-negara tetangganya. Mesir berperan di depan dan di balik layar bagi stabilitas regional. Secara politis, tindak-tanduk Mesir dapat diperhitungkan.

Di lain pihak, Mubarak memerintah negara itu dengan undang-undang darurat sejak tiga dasawarsa lalu. Mesir menderita akibat kemiskinan dan korupsi. Di kantor polisi sering terjadi penyiksaan. Negara itu juga tidak mencapai kemajuan dalam hal demokrasi dan hak asasi manusia.

Ini bukan hanya masalah serius bagi Mesir, melainkan juga bagi AS dan Eropa. Tidak ada politisi Barat yang mengharapkan Persaudaraan Muslim menang dalam pemilu. Tetapi, bahwa manipulasi pemilu yang jelas terjadi di negara mitra Barat menyebabkan jauh lebih sedikit protes dibanding jika itu terjadi di Iran, adalah isyarat yang fatal bagi kawasan tersebut. Di sana, orang mendapat kesan, bahwa Barat mengukur nilai-nilainya sendiri tidak dengan obyektif, melainkan tergantung di negara mana. Yang mendapat kesan itu bukan hanya kaum Islamis saja.

Rainer Sollich / Marjory Linardy

Editor: Asril Ridwan