1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi Pakistan Semakin Tak Menentu

15 Januari 2013

Hakim Agung Pakistan, Selasa (15/01) memerintahkan penangkapan Perdana Menteri atas tuduhan korupsi. Sebuah keputusan yang makin memperuncing krisis politik negara tersebut.

https://p.dw.com/p/17KRP
Foto: picture-alliance/dpa

Hakim Agung Iftikhar Muhammad Chaudhry memerintahkan penangkapan atas 16 orang yang dituduh terlibat korupsi proyek pembangkit listrik tahun 2010, termasuk diantaranya adalah Perdana Menteri Raja Pervez Ashraf.

Perintah penangkapan Mahkamah Agung ini dikeluarkan bersamaan dengan aksi protes yang dipimpin ulama populer Tahir-ul Qadri yang selama tiga hari terakhir melakukan long march, menuntut pembubaran pemerintah segera.

Konspirasi Militer

Pemilihan umum dijadwalkan bakal digelar pada pertengah bulan Mei. Namun Qadri menginginkan agar sebuah pemerintahan sementara segera dibentuk dengan konsultasi pengadilan dan militer, untuk melaksanakan reformasi kunci sebelum pemilu digelar.

Tuntutan Qadri dilihat oleh para pengkritiknya sebagai taktik yang dijalankan oleh elemen-elemen khususnya di dalam angkatan bersenjata untuk menunda pemilu dan menimbulkan kekacauan politik di negara pemilik senjata nuklir tersebut, yang selama berpuluh tahun dikuasai oleh kelompok militer.

Seorang pejabat militer memperkirakan jumlah kerumunan di Islamabad mencapai 25 ribu orang, yang merupakan protes politik terbesar di ibukota negara itu sejak Partai Rakyat Pakistan PPP berkuasa pada tahun 2008.

Politisi oposisi Imran Khan menyerukan agar Presiden Asif Ali Zardari untuk segera mundur dan mengumumkan tanggal pemilihan umum.

Perintah penangkapan Mahkamah Agung yang ditandatangani oleh Ketua Hakim Agung yang selama bertahun-tahun berselisih dengan dengan pemerintahan Zardari, diperkirakan bakal memperparah situasi politik yang saat ini sudah panas.

Para pengamat mengatakan bahwa penguasa tidak akan memaksa Ashraf agar mundur dari jabatannya. Namun mereka memperingatkan bahwa surat penangkapan itu keluar, bersamaan dengan protes di jalan-jalan, akan memberi bahan bakar bagi isu tentang konspirasi antara pengadilan dengan kelompok militer.

Demonstran Girang, Saham Anjlok

Mahkamah Agung Pakistan memerintahkan para pejabat untuk menahan ”tanpa belas kasihan” mereka yang dituduh terlibat korupsi kasus tersebut, dan bagi pimpinan dan para pejabat Biro Akuntabilitas Nasional, sebuah lembaga pengawas korupsi untuk melaporkan kasus dugaan korupsi itu ke pengadilan pada hari Kamis (17/01) mendatang.

Para pendukung Qadri, bersorak dan menari saat diberitahu mengenai perintah pengangkapan terhadap Ashraf.

“Ini adalah kemenangan pertama. Kita akan tetap tinggal di sini sampai semua tuntutan kita dipenuhi,“ kata wakil Qadri yakni Sadiq Qureshi kepada para pengikut.

Indeks saham di Karachi Stock Exchange jatuh tajam setelah keluarnya perintah penangkapan tersebut, dan turun hampir 3 persen hanya dalam waktu setengah jam.

Ashraf naik ke kekuasaan Juni tahun lalu saat Mahkamah Agung menjatuhkan pendahulunya Yousuf Raza Gilani dengan menjatuhkan hukuman karena dianggap menghina pengadilan karena menolak meminta kepada otoritas Swiss agar membuka kembali kasus dugaan korupsi terhadap Presiden.

Tetap Bisa Jabat Perdana Menteri

Dalam konstitusi, orang yang dituduh karena kejahatan tertentu tidak bisa menjadi anggota parlemen. Namun pengacara senior Salman Akram Raja mengatakan bahwa perintah penangkapan atas Perdana Menteri Ashraf belum tentu akan membuat dia jatuh dari jabatan.

"Raja Pervez Ashraf bisa masih tetap menjadi Perdana Menteri bahkan jika dia ditangkap,” kata Raja dalam wawancara di televisi.

"Ashraf hanya dituduh dan jika dia ditahan untuk keperluan penyelidikan, maka dia masih Perdana Menteri.”

Pengamat politik dan pensiunan Jenderal Talat Masood menyebut waktu dikeluarkannya surat penangkapan oleh Mahkamah agung itu “menakjubkan”.

“Itu keluar saat Qadri sedang mengatakan bahwa sistem pengadilan hebat, militer hebat. Itu telah menambah ketidakstabilan dan mempercepat pembubaran pemerintah,“ kata Masood.

Ulama Pemimpin Demonstrasi

Qadri seorang orator yang selalu gegap gempita, menyalahkan korupsi di pemerintahan sebagai penyakit negeri yang kini dilanda kerapuhan ekonomi dan kekerasan kelompok Islamis.

Dia memimpin para pengikutnya ke ibukota setelah melakukan perjalanan selama 38 jam dari kota di bagian timur Lahore.

“Saya ingin kalian bertahan hingga besok (Rabu, 16/01),“ kata Qadri, berbicara dari dalam sebuah kotak anti peluru. “Kita berharap setelah besok kita tidak akan perlu tinggal di sini lebih lama lagi.“

Polisi yang berhadapan dengan dengan demonstran yang melemparkan batu dan mengacungkan tongkat, melepaskan tembakan ke udara dan gas air mata. Delapan petugas kepolisian dilaporkan terluka.

Penyelenggara aksi menuduh polisi menembak dan mencoba menangkap Qadri. Pemerintah telah menyebut tuntutan Qadri inkonstitusional.

Qadri yang menjalankan organisasi keagamaan dan pendidikan global Islam, kembali ke Pakistan bulan lalu, setelah lama tinggal dan menjadi warga negara Kanada.

Para pendukung mengatakan seruannya untuk mengakhiri korupsi dan melaksanakan reformasi akan menjadi solusi bagi masalah Pakistan.

Namun jika sesuai jadwal, pemilihan umum Mei mendatang akan menandai transisi demokratis pertama dari dua pemerintahan sipil dalam sejarah 65 tahun Pakistan.

ab/ rn (AFP/ AP/ dpa)